Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy memproyeksikan nilai tukar (kurs) rupiah menguat seiring dengan tren pelemahan indeks dolar Amerika Serikat (AS) menjelang akhir tahun 2025.
Nilai tukar rupiah tercatat berada di level Rp16.252 per dolar AS pada pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (12/06).
“Saya pikir rupiah bisa menuju Rp16.000 per dolar AS, karena melemahnya dolar AS menuju akhir tahun,” ujar Budi saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Budi mengatakan bahwa nilai tukar rupiah merupakan salah satu dari tiga indikator utama kondisi perekonomian nasional, selain pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi.
Baca juga: Guru Besar UI sebut nol serangan teror, pemerintah sukses redam terorisme
Dengan level nilai tukar rupiah saat ini, Ia menilai kondisi perekonomian nasional masih belum baik dan cenderung mengalami perlambatan pertumbuhan.
“Kondisi perekonomian nasional masih belum baik dan cenderung mengalami penurunan growth dan tren yang kurang positif,” ujar Budi.
Ia juga memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki potensi untuk menguat ataupun melemah pada sisa tahun ini, tergantung dari sikap pelaku pasar melihat sentimen dari domestik ataupun global ke depan.
Ia mengatakan kondisi IHSG merupakan cerminan dari persepsi investor saham, terutama investor asing yang masih cukup dominan di pasar saham Indonesia.
“IHSG berpotensi sama besar, baik menuju 7.500 atau turun ke area 7.000,” ujar Budi.
Baca juga: Guru Besar UI dorong pemerintah mengkaji kebijakan kasino di UEA-Malaysia
Pada pembukaan perdagangan Kamis (12/06) pagi ini, nilai tukar rupiah menguat sebesar 8 poin atau 0,05 persen menjadi Rp16.252 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.260 per dolar AS.
Sementara itu, pada penutupan perdagangan Bursa sesi I hari ini, IHSG ditutup melemah 11,48 poin atau 0,16 persen ke posisi 7.210,96.
Frekuensi perdagangan saham tercatat sebanyak 810.641 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 17,08 miliar lembar saham senilai Rp7,4 triliun.