Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) meminta pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri dan mengantisipasi masuknya impor produk jadi alat listrik di Indonesia dari negara-negara yang terdampak kebijakan tarif timbal balik Amerika Serikat.
APPI juga merekomendasikan agar pemerintah bernegosiasi dengan pihak Amerika Serikat terkait tarif impor produk kelistrikan setelah ketetapan tarif resiprokal di mana Indonesia terkena tarif timbal balik 32 persen.
“APPI meminta pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri melalui perlindungan pasar domestik dari produk impor terutama produk impor dari negara terdampak atas kebijakan bea masuk impor AS tersebut,” kata Ketua Umum APPI Yohanes P. Widjaja dalam keterangannya, Sabtu.
APPI juga menilai ada pihak yang tengah berusaha menggeser isu perang tarif itu ke isu pelonggaran kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) dan kebijakan NTM (Non Tarif Measure) lainnya.
Dia juga menjelaskan bahwa pasar domestik Indonesia, merupakan secondary market, dengan ukuran yang besar dan dan daya beli tinggi. Oleh karena itu, perlu bagi industri atau asosiasi industri meminta perlindungan dari pemerintah atas pemberlakuan kebijakan bea masuk impor AS tersebut.
Menurut Yohanes, penerapan tarif impor produk kelistrikan oleh Amerika Serikat beberapa hari lalu akan berdampak negatif terhadap potensi ekspor produk kelistrikan dari Indonesia yang dalam beberapa tahun terakhir mendapat kesempatan ekspor ke Amerika Serijat serta beberapa negara lainnya untuk produk seperti transformator tenaga, transformator distribusi, panel listrik tegangan menengah, panel listrik tegangan rendah, dan meter listrik (kWh Meter).
“Produk peralatan listrik dari Indonesia secara kualitas sudah mampu untuk bersaing di pasar international dan kami membutuhkan kehadiran pemerintah untuk mempertahankan industri lokal,” tegasnya.
Dampak Negatif
Kebijakan Trump tersebut menurut Yohanes akan memberikan dampak negatif secara luas. Misalnya maraknya produk impor dari negara yang terkena imbas tarif impor dari Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia.
Hal ini, kata dia, tentunya dapat membawa dampak yang luar biasa besar di dalam negeri sehingga industri lokal dapat tumbang, dan Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negera manufaktur.
“Yang menjadi kendala utama adalah tidak tersedianya bahan baku di dalam negeri, sehingga kita tergantung dengan impor. Sementara di negara negara lain, China contohnya, bahan baku melimpah sehingga kecepatan dan daya saing mereka akan lebih unggul,” ujarnya.
APPI sendiri meminta agar kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespon kebijakan kenaikan bea masuk impor AS itu.
Kebijakan TKDN telah terbukti ampuh meningkatkan permintaan produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja pemerintah.
“Kebijakan TKDN juga telah memberi jaminan kepastian investasi dan juga menarik investasi baru ke Indonesia. Banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh pemerintah karena kebijakan TKDN ini,” katanya.
Pelonggaran kebijakan TKDN, kata Yohane, justru akan berakibat hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia.
Penerapan TKDN untuk proyek-proyek yang bersumber dana APBN yang saat ini diterapkan oleh pemerintah, kata dia, sudah tepat guna melindungi produsen dalam negeri.
“APPI berharap pemerintah untuk mulai memikirkan dan merumuskan bagaimana untuk mengendalikan perdagangan di sektor swasta agar industri kelistrikan dalam negeri dapat tetap hidup,” katanya.
Baca juga: APPI wujudkan percepatan swasembada pangan
Baca juga: Ini cara agar masyarakat mudah dapat kredit perumahan