Jakarta (ANTARA) - Kembali ke rutinitas setelah libur panjang dalam istilah populer psikologi disebut dengan post holiday blues, alias rasa malas kembali ke rutinitas setelah liburan, di mana adanya perbedaan signifikan antara kebebasan saat liburan dan tuntutan dalam rutinitas sehari-hari.
Psikolog klinis dewasa lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Teresa Indira Andani, M.Psi., Psikolog, mengatakan meskipun banyak orang mengharapkan bahwa liburan dapat meningkatkan kebahagiaan dalam jangka panjang, penelitian menunjukkan bahwa efek positif dari liburan tidak bertahan lama setelah seseorang kembali ke rutinitasnya.
"Setelah menikmati liburan yang menyenangkan, banyak orang mengalami post-holiday blues, yaitu perasaan malas, kurang bersemangat, atau bahkan stres saat harus kembali ke rutinitas kerja atau sekolah. Ini wajar terjadi karena adanya kesenjangan besar antara suasana liburan yang bebas dengan rutinitas yang penuh tanggung jawab," kata Teresa kepada ANTARA melalui pesan singkat, Jumat.
Ia mengatakan liburan memiliki efek positif karena beberapa faktor seperti destinasi liburan yang sudah dinanti lama akan meningkatkan suasana hati gang positif. Selain itu, liburan juga bisa bermakna besar bagi seseorang karena bisa menghabiskan waktu bersama keluarga terutama bagi yang merantau.
Ia juga mengatakan liburan biasanya penuh dengan kebebasan, eksplorasi dan fleksibilitas, berbeda dengan rutinitas yang terstruktur dan ada tanggung jawab.
Munculnya post holiday blues atau rasa malas kembali ke rutinitas setelah liburan karena adanya perbedaan drastis dari waktu senggang saat liburan ke jadwal ketat dan tuntutan pekerjaan dan rasa sepi setelah pulang dari kampung halaman.
"Liburan sering kali memberikan excitement tinggi, terutama jika itu adalah perjalanan impian atau momen berkumpul dengan keluarga yang jarang ditemui. Setelah kembali, terjadi gap emosional yang besar, sehingga muncul perasaan kosong atau kehilangan," katanya.
Teresa juga mengatakan kelelahan fisik karena perjalanan jauh atau perubahan zona waktu dan tumpukan pekerjaan yang sudah menunggu juga bisa menjadi salah satu faktor post holiday blues.
Meskipun bersifat sementara dan membaik dalam beberapa hari, Teresa menyebut dalam beberapa kasus, hal ini bisa berkembang menjadi gangguan kesehatan mental yang lebih serius seperti depresi, kecemasan, atau burnout.
Beberapa tanda yang perlu diperhatikan adalah kesulitan berkonsentrasi yang berkepanjangan, perasaan cemas atau sedih yang tidak kunjung membaik, gangguan tidur dan perubahan pola makan yang ekstrem, san kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari.
"Jika gejala di atas berlangsung lebih dari dua minggu, mengganggu aktivitas sehari-hari, membuat sulit bekerja, belajar, atau berinteraksi dengan orang lain, maka sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau profesional kesehatan mental seperti psikolog," saran psikolog yang praktek di klinik Vajra Gandaria, Jakarta Selatan.
Perubahan mood
Sementara itu psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia Kasandra Putranto menyebutkan sejumlah penyebab seseorang dapat terkena post holiday blues setelah mengikuti musim libur panjang seperti Lebaran lalu.
“Post holiday blues adalah kondisi perubahan mood atau suasana hati sebagai akibat dari transisi antara masa liburan kepada kondisi rutin yang harus dihadapi kembali,” kata Kasandra.
Kasandra menjelaskan selama mengalami proses transisi tersebut, tidak mudah bagi seseorang untuk beradaptasi kembali terhadap kehidupan yang biasanya, misalkan kembali bekerja atau sekolah.
Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal. Dari diri individu, adanya sifat malas bergerak dan berpikir akan membuat ritme aktivitas menjadi lebih lambat. Hal itu disebabkan karena adanya rasa ingin memutar waktu ke masa liburan lebih kuat dibandingkan niat memulai rutinitas kembali.
Apalagi bila ternyata selama liburan individu tersebut sempat mengalami sakit akibat terlalu banyak atau kurang makan, telat makan atau mengonsumsi obat yang diperlukan hingga kekurangan waktu istirahat karena berinteraksi dengan banyak orang.
Kasandra melanjutkan tekanan post holiday blues juga berpotensi bertambah karena masalah-masalah teknis lain.
“Misalnya jika support system di rumah belum kembali seperti semula, ada langganan sayur belum kembali dari kampung, langganan ojek juga masih libur atau asisten di rumah belum kembali, atau sarana prasarana macet karena rusak, seperti mobil, motor, mesin cuci dan lain lain,” katanya.
Menurut dia kondisi post holiday blues pada umumnya akan kembali seperti semula. Namun jika sudah berlangsung lebih dari dua minggu maka yang bersangkutan perlu segera mendapatkan penanganan dari pihak medis.
Guna mencegah hal tersebut terjadi, Kasandra menganjurkan agar masyarakat memulai aktivitas rutin seperti biasanya sebelum masa liburan usai. Misalnya, kembali bangun lebih pagi, melakukan persiapan untuk kegiatan sehari-hari dan menyelesaikan tugas yang sempat tertunda selama liburan.
Hindari juga melakukan aktivitas yang minim gerak seperti bermain media sosial terlalu lama atau banyak menghabiskan waktu untuk tidur di rumah.
Sebab pada dasarnya, kata dia, orang yang memiliki stamina mental yang prima dan terbiasa untuk tetap aktif selama liburan, tentu akan dapat dengan mudah mengatasi perubahan dan mendapatkan manfaat maksimal dari liburan sejenak dari rutinitas dan beban tugas yang biasa dihadapi.
“Sebaliknya mereka yang memiliki masalah dalam stamina mental dan tidak terbiasa aktif selama liburan tentu memerlukan pecutan usaha diri yang lebih keras untuk mengatasi perubahan mood mereka,” ucap Kasandra.
Cara mengatasi
Psikolog klinis dan salah seorang pendiri Ohana Space Veronica Adesla, M.Psi, menjelaskan post holiday blues merupakan perasaan negatif yang tidak menyenangkan sehabis liburan. Perasaan negatif yang muncul bisa berupa rasa sedih, sepi, cemas, lelah, kecewa, atau tidak bersemangat ketika harus kembali ke rutinitas seperti biasanya.
“Biasanya, kemunculan perasaan ini sifatnya sementara, berlangsung selama beberapa hari sehabis liburan panjang,” kata Veronica.
Akibat post holiday blues, seseorang dapat merasa cemas ketika membayangkan harus kembali menjalani rutinitas, tidak bersemangat, kurang fokus, hingga tidak optimal dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Meski begitu, psikolog klinis dari Ohana Space Annisa Mega Radyani, M.Psi. menjelaskan post holiday blues bukanlah sebuah gangguan psikologis tertentu yang berbahaya. Bahkan, terkadang post holiday blues cukup normal dialami banyak orang seusai liburan.
“Saat liburan, mungkin akan muncul emosi-emosi menyenangkan yang intens. Aktivitas tersebut mengaktifkan hormon-hormon dalam tubuh, seperti serotonin atau dopamin yang membuat tubuh merasa nyaman, rileks,” ujar Annisa.
Ketika aktivitas tersebut berhenti karena harus kembali ke rutinitas biasanya, hormon tersebut mungkin akan berkurang dan dapat menyebabkan emosi negatif serta ketidaknyamanan seusai berlibur.
Annisa mengatakan sejauh ini post holiday blues tidak memiliki tingkatan keparahan atau level yang spesifik. Post holiday blues dapat dikatakan normal jika dirasakan selama satu atau dua minggu pascaberlibur.
Namun, jika post holiday blues terjadi lebih dari dua minggu, kemungkinan hal tersebut sudah cukup parah dan bisa mengarah ke masalah psikologis lainnya.
Setelah mengetahui gejala dan penyebab post holiday blues, ada baiknya untuk segera mengatasi gangguan itu. Menurut Annisa, jika seseorang sudah mulai merasakan perasaan negatif seusai berlibur, akui bahwa dia mengalami post holiday blues.
Kedua, baiknya sediakan waktu juga. Jadi, mulai sesuaikan kondisi kita lagi. Mungkin di minggu pertama kembali bekerja, kita nggak perlu buat banyak target yang besar.
Annisa menyarankan untuk membuat to do list atau daftar rencana kecil dengan tenggat yang sedikit atau semampunya karena yang terpenting rencana tersebut selesai. Dibandingkan langsung membuat rencana besar, mulailah dengan yang ringan terlebih dulu.
Selain itu, pastikan tidur cukup, makan sehat, dan olahraga karena pola hidup sehat turut mempengaruhi hormon tubuh. Hormon tubuh sangat berkaitan dengan post holiday blues sehingga penting untuk menjaga kondisi tubuh.
“Selanjutnya, tetap pertahankan sama orang-orang yang (saat liburan) sudah ketemu. Ngobrol saja sedikit-sedikit, tetap kontak pelan-pelan dengan orang yang membuat kita nyaman,” kata Annisa menambahkan.
Di samping cara-cara di atas, Veronica juga menambahkan untuk mengatasi post holiday blues dapat dilakukan dengan mengatur jadwal dan membuat perencanaan pada agenda liburan berikutnya. Mengatur jadwal untuk mencoba sesuatu hal yang baru dan menyenangkan untuk dilakukan.
Baca juga: Psikolog bagikan tips cegah kesedihan pada anak usai liburan