Washington (ANTARA) - Delegasi Amerika Serikat dan Rusia menyatu dalam perundingan untuk mencari jalan keluar perdamaian antara Rusia dan Ukraina dengan mengakhiri perang panjang kedua negara yang belum berkesudahan.
Ukraina pada Selasa (11/3) menyatakan siap untuk melakukan gencatan senjata selama 30 hari dengan Rusia, seiring dengan pertemuan delegasi Kiev dan Washington di Arab Saudi.
"Ukraina menyatakan kesiapannya untuk menerima usulan AS mengenai pemberlakuan segera gencatan senjata sementara selama 30 hari, yang dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan bersama para pihak, serta bergantung pada penerimaan dan pelaksanaan serentak oleh Federasi Rusia," demikian pernyataan bersama yang dirilis setelah perundingan di Jeddah.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa kedua negara telah mengambil langkah penting untuk memulihkan perdamaian yang berkelanjutan bagi Ukraina. Washington akan menyampaikan kepada pihak Rusia perlunya sikap timbal balik dari Moskow guna mencapai kesepakatan damai.
Menurut pernyataan bersama itu, AS akan segera mencabut penghentian sementara berbagi intelijen dengan Ukraina serta melanjutkan kembali bantuan keamanan untuk Kiev.
Delegasi Ukraina juga menegaskan dalam perundingan bahwa mitra-mitra Kiev di Eropa harus dilibatkan dalam proses perdamaian.
"Kedua delegasi sepakat untuk menunjuk tim negosiasi mereka dan segera memulai perundingan guna mencapai perdamaian yang langgeng, yang menjamin keamanan jangka panjang bagi Ukraina," lanjut pernyataan tersebut, sambil menekankan pentingnya upaya bantuan kemanusiaan sebagai bagian dari proses perdamaian, khususnya selama periode gencatan senjata yang diusulkan.
"Terakhir, kedua presiden negara tersebut sepakat untuk segera menyelesaikan perjanjian komprehensif dalam pengembangan sumber daya mineral kritis Ukraina guna memperluas perekonomian negara serta menjamin kesejahteraan dan keamanan jangka panjang Ukraina," tambahnya.
Pertemuan antara delegasi AS dan Ukraina itu berlangsung sehari setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy tiba di negara Teluk tersebut dan mengadakan pembicaraan dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman.
Utusan khusus PresidenAS Donald Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, berada di Moskow akhir pekan ini guna menggelar pembicaraan dengan pejabat Rusia soal proposal gencatan senjata yang bertujuan menghentikan perang di Ukraina selama 30 hari, demikian dikonfirmasi Gedung Putih pada Rabu (13/3).
Juru bicara Karoline Leavitt mengatakan bahwa Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz telah berbicara melalui telepon dengan mitranya dari Rusia pada hari yang sama, dan menegaskan bahwa tim Presiden Trump "terus berkomunikasi" dengan pihak Rusia menjelang kunjungan Steve Witkoff.
Leavitt tidak merinci kapan Witkoff akan tiba di Moskow maupun dengan siapa ia akan bertemu, tetapi ia mendesak Rusia untuk menyetujui proposal gencatan senjata tersebut.
"Kami mendesak Rusia untuk menyetujui rencana itu. Ini adalah momen terdekat kita dengan perdamaian dalam perang ini. 'Kami sudah berada di garis akhir', dan presiden berharap Rusia membantu kami menyelesaikan ini," ujar Leavitt kepada wartawan.
Leavitt menggunakan analogi sepak bola Amerika untuk menekankan bahwa kesepakatan tersebut hampir selesai dan hanya membutuhkan dukungan Rusia agar dapat diwujudkan.
Presiden AS Donald Trump pada Kamis (13/3) menyampaikan rasa optimistis di tengah negosiasi dengan Rusia terkait usulan gencatan senjata untuk menghentikan perang Kremlin melawan Ukraina, setidaknya selama 30 hari.
Saat berbicara kepada wartawan saat menjamu Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte di Ruang Oval, Trump mengatakan para pejabatnya di Moskow memberi tahunya bahwa pembicaraan sangat serius dengan Presiden Rusia Vladimir Putin serta pihak lain berjalan dengan baik.
Dia menekankan bahwa hal itu tidak berarti apa-apa sampai kita mendengar hasil akhirnya.
"Kami ingin menyaksikan gencatan senjata dari Rusia, dan kami tidak mengabaikan apa pun. Kami telah berdiskusi dengan Ukraina tentang lahan, dan sebidang wilayah, yang akan tetap dipertahankan dan dirampas, dan semua elemen lain dari kesepakatan akhir," kata Trump.
"Ini bukan proses yang mudah namun, fase pertama adalah gencatan senjata. Namun, banyak pokok bahasan yang telah dibahas," ujar dia melanjutkan.
Trump mengatakan banyak perincian dari kemungkinan kesepakatan untuk mengakhiri perang sepenuhnya sebenarnya telah didiskusikan dengan berbagai pihak.
"Sekarang kita akan melihat apakah Rusia sepakat atau tidak, dan jika tidak, ini akan menjadi momen yang sangat mengecewakan bagi dunia," katanya.
Para pejabat AS menekankan bahwa keputusan saat ini ada di tangan Rusia setelah Ukraina menyetujui usulan gencatan senjata pada Selasa, selama pembicaraan dengan AS di Arab Saudi.
Putin sebelumnya pada Kamis mengatakan bahwa negaranya setuju dengan usulan mengakhiri permusuhan, tetapi hanya jika kesepakatan tersebut akan menghasilkan perdamaian jangka panjang dan menghilangkan penyebab awal krisis ini.
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin, Kamis (13/3), mengatakan bahwa negaranya setuju dengan usulan Amerika Serikat untuk gencatan senjata di Ukraina tetapi menekankan bahwa gencatan senjata apa pun harus mengatasi akar penyebab konflik.
"Kami setuju dengan usulan untuk menghentikan permusuhan, tetapi kami melihat fakta bahwa gencatan senjata ini harus dapat mengarah pada perdamaian jangka panjang dan menghilangkan penyebab awal krisis ini," kata Putin dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Belarusia Alexander Lukashenko di Moskow.
Moskow mendukung gagasan untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina melalui "cara damai," tambahnya.
Seraya mengucapkan terima kasih kepada Presiden AS Donald Trump karena "memberikan begitu banyak perhatian" pada masalah menemukan penyelesaian untuk konflik tersebut, Putin mengatakan bahwa Rusia akan menyetujui langkah-langkah selanjutnya dalam mengakhiri perang dan "berdasarkan bagaimana situasi berkembang di lapangan."
Dia juga mengatakan gagasan gencatan senjata di Ukraina "benar" tetapi ada masalah yang harus mereka bahas.
"Dan saya pikir kami perlu berbicara dengan rekan dan mitra Amerika kami. Mungkin dengan menghubungi Presiden Trump," tambahnya.
Dia kemudian memperingatkan bahwa pemantauan gencatan senjata semacam itu akan sangat sulit karena panjangnya garis depan antara Rusia dan Ukraina.
Beralih ke situasi di wilayah perbatasan Rusia di Kursk, tempat Ukraina melancarkan serangan Agustus lalu, Putin mengatakan wilayah itu sekarang berada di bawah kendali militer Rusia, seraya mencatat bahwa pasukan Ukraina yang berada di wilayah itu "benar-benar terisolasi."
Dia berpendapat bahwa Ukraina berkepentingan untuk menerima gencatan senjata selama 30 hari berdasarkan situasi ini.
Ukraina mengatakan akan mendukung gencatan senjata selama 30 hari dengan Rusia menyusul pembicaraan pada Selasa di kota Jeddah, Arab Saudi, antara delegasi Ukraina dan delegasi AS yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz.
Pernyataan bersama yang dikeluarkan setelah pertemuan itu tidak menyertakan "jaminan keamanan", yang pada dasarnya merupakan komitmen dari AS untuk turun tangan jika Rusia melanggar gencatan senjata, tetapi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan dalam pesan video bahwa hal itu telah dibahas.
Zelenskyy mengatakan AS dan Ukraina akan membahas jaminan keamanan secara lebih rinci jika gencatan senjata dilaksanakan.
Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia Sergei Tolchenov optimistis hubungan antara Rusia dan Amerika Serikat (AS) akan memulih dan jadi semakin baik di era Presiden Donald Trump.
“Saya sangat optimistis karena pemerintahan AS benar-benar telah mengubah posisinya sekarang, tidak seperti pemerintahan sebelumnya yang tampak ingin menghukum Rusia dengan bermacam dalih,” kata Dubes Tolchenov dalam taklimat pers Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, Kamis, sebagaimana diwartakan pewarta Antara Nabil Ihsan.
AS dan Rusia kali ini berhasil menemukan titik temu dari kepentingan negara masing-masing dan berkomitmen menguatkan kerja sama pada titik tersebut, ucap dia.
Dengan pemulihan hubungan ini, Tolchenov meyakini bahwa kedua negara akan siap berdialog di sektor-sektor kerja sama bilateral dalam waktu dekat, bahkan hingga aspek pertahanan dan keamanan.
Di samping itu, Dubes Rusia memandang perbaikan hubungan AS-Rusia, selain bermanfaat bagi kedua negara, juga akan memberi kelegaan khususnya bagi para diplomat Rusia yang bertugas di Amerika Serikat.
Ia menyebut bahwa di tengah ketegangan hubungan AS-Rusia selama ini, pejabat dan diplomat Rusia yang hendak bepergian ke AS sulit mendapat visa, sementara pergerakan diplomat Rusia di Negeri Paman Sam jadi terbatas.
“Kolega saya di Washington DC, misalnya, kesulitan jika harus ke luar kota karena mereka harus mengajukan izin, tetapi belum tentu diterima,” kata Dubes.
Namun, Tolchenov melihat bahwa setelah Donald Trump memimpin, terlihat itikad baik AS untuk “mengubah situasi jadi lebih normal bagi diplomat Rusia untuk beraktivitas di AS.”
“Meski pemerintahan Trump baru berjalan dua bulan, proses menuju pemulihan telah dimulai, dan saya harap hubungan kami akan berkembang di banyak sektor,” ucap Dubes Rusia, menambahkan.
Setelah menjadi Presiden AS pada 20 Januari, Donald Trump semakin menunjukkan niatnya untuk memulihkan hubungan dan mengintensifkan komunikasi dengan Rusia serta Presiden Vladimir Putin, khususnya terkait isu perang di Ukraina.
Pada 12 Februari, pemimpin kedua negara tersebut juga melakukan percakapan via telepon yang berlangsung hampir satu setengah jam. Dalam perbincangan tersebut, mereka membahas berbagai isu, termasuk pertukaran warga negara Rusia dan AS, serta penyelesaian konflik di Ukraina.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Rusia setuju usulan AS soal gencatan senjata dengan Ukraina
Baca juga: Hubungan Rusia dan Amerika Serikat diyakini akan semakin baik di era Presiden Trump