Jakarta (ANTARA) - Tangis sejimlah siswa SMAN 1 Mempawah, Kalimantan Barat, pecah saat mereka mengetahui bahwa nama-nama mereka tak masuk dalam Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) sehingga mereka tak bisa ikut Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
Mereka menunjukkan kekesalannya atas kelalaian pihak sekolah yang tidak memastikan nama-nama para siswa berprestasi itu masuk ke pangkalan data untuk mengisi peluang mereka diterima di perguruan tinggi negeri.
Mereka berunjuk rasa di sekolah. Pemandangan serupa terjadi pula di berbagai sekolah di kota-kota lain, baik di SMA, SMK, atau yang sederajat.
Para siswa yang berunjuk rasa itu siswa-siswa berprestasi, baik secara akademik, yang mereka tunjukkan sejak duduk kelas 10, atau mereka yang berprestasi di bidang keilmuan, seni budaya, dan olah raga, dengan telah menjuarai berbagai kejuaraan.
Mereka sepantasnya eligible untuk bersaing diterima di PTN melalui jalur SNBP. Beberapa tahun lalu istilah SNBP mirip dengan program PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan), SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) jalur undangan.
Dengan merebaknya kasus itu, para siswa merasa menjadi tidak eligible, sehingga harus menempuh tes tertulis sebagaimana para siswa kebanyakan untuk bersaing masuk perguruan tinggi negeri.
Persoalan ini kembali menodai dunia pendidikan nasional dan perlu mitigasi penyelesaiannya secara segera.
Tak ayal, kasus-kasus ini menjadi viral di banyak daerah dan menjadi masalah nasional dengan berbagai kalangan mrnanggapi, termasuk para wakil rakyat.
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal, misalnys, meminta polemik siswa yang terancam tak bisa ikut SNBP akibat kegagalan finalisasi PDSS, dievaluasi agar tidak kembali terulang.
“Jangan memupus mimpi anak-anak karena kelalaian pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab mengemban amanat ini. Harus ada evaluasi ke depan,” kata Cucun dalam keterangan di Jakarta, Kamis (6/2).
Cucun menyesalkan terjadinya polemik ini, mengingat jumlah sekolah yang lalai melakukan tugasnya terkait data anak-anak yang berhak mengikuti SNBP cukup banyak.
Menurut dia, polemik ini cukup serius sebab berkaitan dengan masa depan generasi penerus bangsa, terutama karena SNBP merupakan kesempatan bagi siswa-siswa berprestasi untuk masuk kuliah tanpa melalui tes.
Anak-anak ini punya mimpi untuk masa depan mereka, tapi jadi korban karena kelalaian pihak sekolah. Jadi ini bukan hanya soal masalah administrasi, tapi terbuangnya satu kesempatan bagi anak-anak berprestasi meraih cita-cita mereka.
Dia lantas menyinggung dalih beberapa pihak sekolah yang gagal melakukan finalisasi karena kesulitan melakukan penginputan akibat sejumlah alasan, seperti kendala infrastuktur hingga jaringan.
“Saya pikir semua sekolah pasti punya tantangan masing-masing ya. Bahkan berdasarkan keterangan panitia SNBP, ada sekolah yang kualitas infrastruktur jaringan lebih parah tapi berhasil menyelesaikan tugasnya sebelum tenggat waktu berakhir,” tuturnya.
Meski demikian, dia mengapresiasi upaya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dalam membantu sekolah-sekolah yang belum berhasil mengunggah PDSS melalui berbagai layanan, serta berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang mengurus soal pendaftaran SNBP.
“Karena ini menyangkut nasib anak-anak berprestasi kita yang merupakan calon-calon pemimpin bangsa ke depan. Jangan abaikan mereka karena kelalaian pihak lain,” ujarnya.
Dia juga mendukung keputusan Kemendiktisaintek yang memberikan waktu lagi bagi pihak sekolah untuk mengakses PDSS sehingga semua siswa-siswi berprestasi dapat mendaftar SNBP 2025.
“Karena anak-anak ini tidak salah tapi justru jadi korban, jangan mereka yang ikut terkena sanksi akibat kelalaian guru atau pihak sekolah. Jadi kalau mau ada tindakan tegas ya dilakukan kepada pihak-pihak yang gagal menginput data, bukan ke siswa,” katanya.
Cucun menilai harus ada upaya tambahan yang dilakukan pihak sekolah sebagai bentuk tanggung jawab atas kelalaian yang menyebabkan siswa berprestasi terancam tak bisa mengikuti SNBP akibat gagal memfinalisasi PDSS.
"Anak-anak berprestasi ini harus tetap diberi kesempatan, dan pihak sekolah yang gagal memfinalisasi PDSS harus bertanggung jawab terhadap kelalaian mereka," ucapnya.
Dia menekankan hal ini harus menjadi catatan penting agar tahun depan sekolah bisa bersiap lebih lagi untuk memastikan siswa-siswa bisa mendapatkan kesempatan masuk ke PTN karena prestasi yang dimiliki.
Untuk itu, dia berharap polemik ini menjadi sebuah pembelajaran bagi semua pihak, termasuk adanya tim khusus dari kementerian dan dinas pendidikan yang mengawasi sekolah-sekolah dalam proses pendaftaran siswa untuk berkuliah melalui jalur prestasi.
“Termasuk agar sistem pendaftaran semakin dipermudah, misalnya dengan metode automatically yang bisa mengambil data siswa secara lebih cepat. Jadi bisa mengurangi missed atau kendala teknis di lapangan,” katanya.
Baca juga: Komisi X DPR kawal penyelesaian SNBP agar tak rugikan siswa
Baca juga: Ratusan pelajar SMAN 4 Karawang gagal daftar SNBP, diduga ini penyebabnya
Baca juga: Pj Gubernur Jabar sebut SNBP dari sekolah di Cirebon dapat perpanjangan waktu finalisasi PDSS
“Keluhan bapak dan ibu (wali murid) akan kami (Komisi X DPR RI) sampaikan ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk dicari solusi yang lebih baik dalam pengelolaan PDSS,” kata Hetifah.
Hal tersebut dia sampaikan guna menanggapi kendala yang dihadapi sejumlah sekolah di berbagai daerah terkait PDSS, seperti MAN 2 Model Medan dan SMKN 2 Solo. Ratusan siswa diketahui terancam kehilangan kesempatan mengikuti SNBP akibat keterlambatan atau kendala dalam finalisasi PDSS.
Hetifah menegaskan persoalan administratif seperti itu sejatinya tidak boleh menghambat hak siswa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Menurutnya, masalah tersebut harus segera diselesaikan agar tidak merugikan siswa yang memiliki hak untuk mengikuti seleksi perguruan tinggi.
Selain itu Hetifah juga menyoroti pentingnya sosialisasi dan pendampingan bagi sekolah dalam pengisian PDSS. Menurutnya, banyak sekolah yang kesulitan mengisi PDSS karena kurangnya pemahaman teknis atau terbatasnya akses bantuan saat mengalami kendala dalam sistem.
“Saya berharap adanya perhatian dan tindakan nyata dari berbagai pihak, hak pendidikan siswa dapat terlindungi dan proses seleksi masuk perguruan tinggi negeri dapat berjalan dengan lebih adil dan transparan,” kata dia.
Sebelumnya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti meminta sekolah segera memfinalisasi PDSS untuk Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun 2025, meski ada kebijakan kelonggaran karena permasalahan teknis saat mengunggah data.
Mu'ti menjelaskan kebijakan kelonggaran dilakukan bagi sekolah yang telah melakukan pengajuan.
Baca juga: 332 siswa MAN 2 Model Medan bisa ikuti jalur tes umum
Baca juga: ITS Surabaya buka pendaftaran untuk empat prodi baru pada SNBP dan SNBT 2024
Baca juga: Unja sosialisasikan tahapan penerimaan mahasiswa baru 2025 di SMA