Jakarta (ANTARA) - Di tengah gemuruh suara penonton Daihatsu Indonesia Masters 2025 di Istora Senayan, Jakarta, akhir Januari lalu, terselip tawa dan celoteh khas anak-anak.
Tampak serombongan anak-anak usia sekolah dasar menonton, ikut bertepuk tangan dan sesekali berteriak mendukung atlet Indonesia yang berlaga.
Mereka bukan penonton biasa melainkan anak-anak yang didampingi komunitas Solibad (Solidarity Badminton) Indonesia, cabang dari organisasi nirlaba internasional yang fokus pada upaya membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk bermain dan merasakan kegembiraan dari olahraga bulu tangkis.
"Pengurus sekarang punya visi mewujudkan bulu tangkis sebagai sumber kebanggaan dan kegembiraan bangsa. Kebanggaan datangnya dari prestasi atlet-atlet kita, kegembiraan ini kita sebarkan melalui komunitas dan kelompok-kelompok hobi. Mereka yang main bulu tangkis untuk santai dan rekreasi juga bagian dari keluarga besar bulu tangkis Indonesia,” ujar Sekretaris Jenderal PP PBSI Ricky A. Soebagdja ketika menerima rombongan anak-anak Solibad di arena Daihatsu Indonesia Master 2025.
Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Indonesia (PP PBSI) serius merangkul komunitas dan kelompok pehobi tepok bulu sebagai bagian dari usaha membangun ekosistem olahraga yang utuh.
Ketua Subbidang Pengembangan Komunitas PP PBSI Devie Rahmawati menjelaskan bahwa komunitas bulu tangkis sudah berkembang tidak hanya untuk rekreasi dan bersantai, melainkan juga menjadi komunitas pemberdayaan dan solidaritas.
“Contoh menarik di Riau. Ada komunitas Tokok Bulu yang menjadikan bulu tangkis sebagai medium pelepasan dan relaksasi bagi anggotanya yang memiliki tantangan kesehatan mental, seperti stres. Jadi, bermain bulu tangkis bisa menjadi sarana healing sembari membangun persahabatan baru. Ada juga komunitas Kepompong, SBM dan Wave 12 dari Jakarta, yang menjadikan Bulutangkis sebagai ajang “berkeringat” dan membangun soliditas di antara anggota komunitas mereka,” tutup Devie.