Beijing (ANTARA) - "Go ydin, go ydin," teriak Akbar Bayu Saputra (29) sambil mengayunkan raket untuk memberikan pukulan lob dengan tangan kanan sementara tangan kirinya sibuk memegang beberapa kok badminton.
Di hadapannya, seorang gadis kecil bergegas menyambut pukulan lob yang terbang tinggi jauh di atas tinggi badannya tapi melayang menuju ke arahnya, segera ia berupaya memukul lebih tinggi seperti perintah Bayu.
"Gao ydin" dalam bahasa Mandarin berarti "angkat lebih tinggi" dan Bayu adalah pelatih si anak di klub badminton di kota Tianjin, China bagian utara.
Bayu adalah satu dari sembilan orang pelatih badminton asal Indonesia yang bekerja untuk Bomington Badminton School yang berlokasi di distrik Binhai, Tianjin.
Klub tersebut memiliki sejumlah kelas, yang umum adalah kelas kompetisi maupun kelar regular. Kelas kompetisi hanya untuk usia di bawah 10 tahun itu pun dibagi menjadi kelas cadangan A dan cadangan B, sedangkan kelas regular ada anak-anak maupun dewasa.
Kelas regular terbagi lagi menjadi kelas "basic" dan "middle" yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak. Terdapat juga kelas privat yang hanya melatih satu individu tertentu.
Anak-anak yang dapat mendaftar ke klub tersebut dengan batas usia termuda adalah 4 tahun. Pada usia tersebut, sang anak biasanya masih belajar untuk memegang raket dan menangkap bola.
Jumlah anak setiap kelasnya bervariasi dengan maksimal 20 anak.
Bomington Badminton School memiliki dua gedung olahraga khusus badminton. Satu gedung berisi 9 lapangan yang dapat dipakai pada Senin-Jumat sedangkan satu gedung lagi berisi 15 lapangan yang biasa digunakan pada akhir pekan. Semuanya berada di distrik Binhai, kota Tianjin.
Awal mula melatih
Saat ANTARA menemui Bayu dan Ilham Muhammad Ramdan (28), sesama pelatih asal Indonesia di klub yang sama, Bayu menyebut sudah menjadi pelatih badminton di Tianjin sejak 2016.
"Sebelumnya saya memang pemain badminton di klub Mutiara Cardinal Bandung, tapi karena tidak masuk ke pelatnas saya lalu diajak teman untuk melatih badminton juga di satu klub di Semarang," kata Bayu.
Saat melatih di Semarang itulah, seorang teman sesama pemain badminton Indonesia menyapanya di media sosial dan bertanya apakah ia mau menjadi pelatih badminton di China.
Meski awalnya Bayu berpikir tawaran tersebut hanya basa-basi, ia pun menyanggupi ajakan tersebut dan melengkapi syarat-syarat yang dibutuhkan dan ternyata membawanya ke Tianjin.
Bayu masih mengingat dengan jelas saat-saat pertama ia pergi keluar negeri langsung ke China.
"Paling utama kesulitan di bahasa, karena di sini harus menggunakan bahasa Mandarin. Tantangan lain adalah ke murid di sini harus tegas, jadi saat melatih, pelatih harus aktif bicara," ungkap Bayu.
Baca juga: Pelatih-Atlet Pelatnas PBSI kuatkan Ikatan Kebersamaan di Situ Lembang
Baca juga: KONI Kabupaten Bekasi puji kehebatan pelatih Eng Hian
