Jakarta (ANTARA) - Pemikiran Niccolo Machiavelli, seorang filsuf politik era Renaisans, kerap dihubungkan dengan cara berpikir licik, manipulatif, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Melalui karyanya berjudul The Prince, tokoh Italia itu meninggalkan warisan pemikiran yang hingga kini tetap relevan dalam dinamika kekuasaan dan politik.
Dalam era politik modern Indonesia, strategi pencitraan menjadi senjata utama untuk meraih simpati publik.
Media sosial, dengan segala kecepatan dan daya jangkaunya, menjadi alat yang sangat efektif untuk membangun narasi tertentu tentang seorang tokoh politik.
Apa yang terlihat hari ini adalah bagaimana para politisi memanfaatkan platform ini untuk memoles citra mereka, bahkan jika realitas di balik layar tidak sesuai dengan apa yang mereka tunjukkan.
Ajaran Machiavelli tidak hanya relevan dalam hal strategi, tetapi juga menjadi cermin reflektif untuk mengkritisi praktik politik yang sering kali abai terhadap etika.
Salah satu aspek gelap dari pemikiran Machiavelli adalah pembenaran atas segala cara demi mencapai tujuan.
Dalam politik Indonesia, ini bisa terlihat dari kasus korupsi, politik uang, dan manipulasi kekuasaan yang kerap mencoreng wajah demokrasi.
Pemikiran Machiavelli kerap dianggap sinis, bahkan kontroversial, tetapi Machiavelli dengan lugas mengungkap realitas kekuasaan yang sering kali jauh dari idealisme.
Meski begitu, Machiavelli yang juga seorang diplomat dan sejarawan itu harus dipahami ketika melontarkan pemikiran tersebut berada pada latar belakang politik istana Florence yang ketika itu terkenal penuh intrik.
Sang filsuf berupaya menggambarkan apa yang sejatinya sedang terjadi di lingkungan tempat ia tinggal. Dan Il Principe (The Prince) juga sebenarnya bukan satu-satunya karya Machiavelli, tercatat ada Discourses on the First Ten Books of Livy yang juga ia ditulis dan membahas gagasan tentang republik dan politik.
Periset Universitas Indraprasta PGRI Nur Qomariah pada 2023 menganalisis dan menyajikan kembali pemikiran Niccolo Machiavelli tentang konsep kekuasaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsep kekuasaan Machiavelli lahir dari suatu realitas sosial politik yang terjadi di Florence, Italia.
Konsep kekuasaan Machiavelli dianggap menyimpang dari substansi etika dan moral. Bahwa tindakan “menghalalkan segala cara” dalam situasi apapun dinilai tidak efektif.
Pada masa Perang Dunia II, masa kepemimpinan Adolf Hitler dan Benito Mussolini menjadi masa representatif bagaimana konsep kekuasaan yang digagas Machiavelli terjadi.
Pada masa itu, potret negara dengan sistem fasis, tirani, dan despotik menyerupai gagasan kekuasaan Machiavelli.
Berdasarkan hasil studi pustaka, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi kekuasaan yang digagas Machiavelli telah dijumpai dalam sistem kepemimpinan negara dengan tipe kekuasaan serupa.
Jika membedah peta politik Indonesia saat ini, mudah untuk melihat bagaimana prinsip-prinsip Machiavelli secara tidak langsung tercermin dalam berbagai praktik politik.
Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, memiliki panggung politik yang dinamis, penuh intrik, dan terkadang sulit ditebak.
Di sini, realisme politik Machiavelli menjadi alat analisis yang menarik untuk memahami manuver kekuasaan dan strategi para aktor politik.
Salah satu konsep penting dalam The Prince adalah pentingnya seorang pemimpin untuk bersikap fleksibel, menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan.
Machiavelli menekankan bahwa penguasa yang ideal harus bisa menjadi "rubah" yang licik untuk mengenali jebakan dan "singa" yang kuat untuk mengusir ancaman.
Dalam konteks politik Indonesia, prinsip ini sering terlihat dalam bagaimana para pemimpin memposisikan diri terhadap kekuatan politik yang terus berubah.
Koalisi politik yang cair, perpindahan dukungan partai, dan taktik "politik akomodasi" merupakan manifestasi nyata dari kebutuhan akan fleksibilitas ini.
Machiavelli juga mengajarkan pentingnya menjaga citra dan mengontrol persepsi publik. Menurutnya, seorang pemimpin tidak perlu selalu baik, tetapi ia harus tampak baik di mata rakyat.