Kota Bogor (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI memberikan penghargaan kepada Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso, atas perannya dalam penyelenggaraan perlindungan anak di Kota Bogor, Jawa Barat.
Deputi Perlindungan Anak KemenPPPA Nahar di Kota Bogor, Selasa, mengatakan penghargaan ini merupakan apresiasi terhadap kinerja Kapolresta Bogor Kota dan jajarannya, lewat program “SKCK Goes to School” dalam menangani anak-anak yang terlibat tawuran.
Ia menjelaskan, KemenPPPA melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap aktivitas-aktivitas perorangan maupun lembaga, yang berperan dalam menangani perlindungan anak.
“Secara kelembagaan, kami mendapatkan laporan Polresta Bogor Kota melakukan kegiatan yang sesungguhnya membantu keluarga, membantu pemerintah, untuk menangani anak-anak yang perlu penanganan dan perlindungan khusus. Dalam hal ini adalah penanganan anak-anak yang terlibat tawuran,” katanya.
Baca juga: KemenPPPA minta pelaku kekerasan seksual pada perkawinan anak di Lumajang dihukum lebih berat
Nahar mengatakan, dalam program SKCK Goes to School ini Polresta Bogor Kota melakukan mitigasi yang selangkah lebih maju, dalam rangka mencegah anak-anak harus berhadapan dan diproses hukum.
“Sebelum itu terjadi, Pak Kapolresta, begitu ada tanda-tanda anak melakukan tawuran, ada laporan dari masyarakat, kemudian dimasukkan ke dalam SKCK Goes to School,” ujarnya.
Kegiatan yang dilakukan dalam SKCK Goes to School antara lain, membersihkan sungai, membuat produk keterampilan, berkebun di kebun hidroponik, olahraga bersama, penanganan mental atau mental treatment, dan sebagainya.
“Kami berharap ini bisa diadopsi di daerah lain. Program seperti ini itu komprehensif. Dalam menangani anak yang perlu penanganan itu harus cepat, komprehensif, dan terintegrasi. Nah tiga unsur itu muncul di SKCK Goes to School,” ucapnya.
Baca juga: KemenPPPA: Indeks Perlindungan Anak dan KLA tak sejalan
Dengan pendampingan dari Polresta Bogor Kota, Nahar mengatakan, banyak keluarga yang merasa nyaman karena anak-anaknya merasa memiliki polisi sebagai orangtua asuh.
“Jadi upaya yang dilakukan untuk memperbaiki situasi dan kondisi yang tidak diharapkan. Anak-anak tentu dalam posisi seperti ini, tidak semua orangtua siap untuk mengasuh,” kata Nahar. (KR-SBN).