Kondisi yang kadang diwarnai hilangnya sinyal telepon seluler, menjadi pengalaman mengasyikkan, sebelum bertemu dengan Faiq Muhammad, seorang pemuda kelahiran Krui 1995, yang terus berupaya mewujudkan mimpi anak-anak di kampung halamannya untuk menjadi peselancar profesional.
Kisah inspiratif pemuda asli Lampung itu dalam membantu mengembangkan potensi anak-anak desa di Krui untuk menjadi penakluk ombak, dimulai pada empat tahun silam, tepatnya pada 2020.
Semua upaya itu dia jalani tanpa keahlian berselancar, melainkan hanya mengandalkan pernah bermain selancar saat kecil di kampung halaman. Karena dirinya sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas (SMA) berpindah domisili ke Kota Bandarlampung, kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di bidang kuliner di Kota Bandung, Jawa Barat.
Setelah itu, ia menetap di Bali selama empat tahun, dengan profesi sebagai juru masak atau chef. Selama ia menekuni profesi itu, sebelum banting stir ke dunia selancar, bayang-bayang menaklukkan ombak liar Krui dan kecintaannya kepada selancar tetap memenuhi benak pemuda berperawakan tinggi itu.
Bahkan, keputusan besar telah dipilihnya, meski sempat diwarnai rasa bimbang untuk melepas kesempatan emas menggapai mimpinya bekerja di restoran ternama serta bergengsi di Kanada. Dirinya mempercayai bahwa dengan menyingkirkan impiannya sendiri demi mewujudkan mimpi anak-anak didiknya menjadi sebuah anugerah dan tujuan hidupnya.
“Dulu saya merupakan city boy, menilai orang itu dari pakaian mahalnya, berapa banyak menghabiskan uang, bisa berbelanja secara impulsif. Dan disini saya baru sadar bukan itu tujuan hidup yang saya cari, tetapi mengembangkan selancar. Meski secara finansial selancar tidak menghasilkan apa-apa tapi kepuasan batin melihat adik-adik bisa melenggang ke kejuaraan nasional meningkatkan semangat dalam diri,” kata dia bercerita kepada ANTARA.
Keputusan besar yang ia ambil terjadi saat pandemi COVID-19. Kala itu, Pulau Dewata menjadi sepi dan pekerjaan tidak berjalan dengan baik. Kondisi itu menjadi momen tepat bagi Faiq untuk pulang ke tanah kelahirannya di Krui, Kabupaten Pesisir Barat.
Seperti telah ditakdirkan oleh semesta, kepulangannya ke Krui telah mempertemukan dirinya dengan seorang anak laki-laki berusia 7 tahun yang bersahabat dengan ombak-ombak di tengah lautan. Karena bocah itu tidak memiliki teman sebaya akibat mendapatkan stigma negatif karena tidak bisa membaca dengan lancar di usianya saat itu, si bocah ombak itu banyak menghabiskan waktu bercengkerama dengan ombak.
Jeni Black Mamba, nama panggilan yang cukup unik untuk anak laki-laki kecil berkulit sawo matang yang telah terbakar Matahari. Anak dengan badan kecil itu telah mampu menunggangi ombak dengan lincah. Selain itu, ada Diah, anak perempuan yang juga telah bersahabat dengan ombak di kawasan itu, menjadi titik balik kehidupan Faiq agar mengembangkan olahraga selancar di kampung halaman.
Potensi pengembangan olahraga selancar di daerahnya ia dapatkan saat mendengar berbagai cerita dan cita-cita anak-anak laut yang saat ini telah menjadi atlet selancar potensial asal Pesisir Barat.
Bagi anak-anak kecil di Krui, selancar tidak hanya sebagai olahraga, tapi sebuah awal kehidupan yang mengubah sudut padang mereka. Meraka ada yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis, di tinggal sosok ayah sejak kecil, tidak sekolah, dan mengalami perundungan. Selancar menjadi jalan keluar mereka dari masalah itu, dari dulunya dicela dan tidak punya kawan, saat ini mereka menjadi pujaan semua orang. Semua ingin menjadi teman dari mereka yang dulunya diremehkan itu.
.
.
Pada awal pengembangan talenta atlet selancar lokal Krui, Faiq melakukan dengan menggunakan dana pribadi.
Dana itu berasal dari 60 persen laba yang didapatkan Faiq dari mengelola kafe di objek wisata setempat. Kini usahanya mengembangkan potensi anak-anak itu makin berkembang, sebab telah banyak sponsor dari jenama lokal hingga jenama terkenal asal Eropa, Amerika Serikat, yang membiayai pelatihan atlet anak-anak Krui, seperti dengan memberikan sponsor papan selancar yang harganya Rp8-10 juta per unit, dan berbagai kebutuhan lainnya.
Saat ini telah ada ada 25 anak asal Pesisir Barat yang aktif dalam pengawasan untuk memperdalam kemampuan selancar yang dipersiapkan bagi pelaksanaan kompetisi.
Usia termuda yang disiapkan untuk kompetisi ada Jeni (12 tahun) dan yang tertua ada Sobari (21 tahun). Untuk peselancar perempuan ada tiga orang, yaitu Shaldira, Diah, dan Lala, yang saat ini dipersiapkan untuk ikut dalam pekan oleh raga nasional (PON) untuk kelas longboard.
Selain 25 orang anak yang sudah memperdalam keterampilan berselancar ke tingkat profesional, masih ada anak-anak lain yang masih berproses dengan rentang usia 7 tahunan. Mereka, kini tekun berlatih menggunakan papan selancar bekas dari anak-anak yang lebih dewasa akibat keterbatasan finansial klub selancar lokal itu.
Talenta muda peselancar lokal Pesisir Barat itu telah menorehkan banyak prestasi. Klub Selancar Tanjung Setia Board Rider telah mampu menjadi juara umum dalam kejuaraan di Sumatera Series.
Peselancar anak Shaldira telah duduk di posisi pertama dalam kompetisi di Padang, di Kaur, dan liga surfing Indonesia. Anak-anak lain pun telah mampu meraih berbagai juara di berbagai kompetisi selancar nasional dan regional. Bahkan, atlet lokal bernama Junika, tengah dikirim ke Bali untuk meningkatkan jam terbang dengan mengikuti berbagai kompetisi.
Sebenarnya ada dua kategori yang dipersiapkan untuk selancar ini, yaitu yang dipersiapkan untuk kompetisi, ada beberapa atlet muda laki-laki, seperti Sobari, dan untuk perempuan ada Shalidara serta Diah.
Sementara untuk yang free surfer, yaitu untuk kebutuhan foto, pengambilan video, semua atlet binaan Faiq sudah bisa. Mereka juga rutin ikutkan dalam kejuaraan-kejuaraan, sehingga mentalnya terlatih dan tidak minder atau malu bertanding, meski menggunakan papan selancar yang tidak sebagus anak lain.
Agar talenta dan bibit atlet selancar di Lampung ataupun Sumatera semakin banyak, dan mampu meraih prestasi setinggi-tingginya, perlu diselenggarakan kegiatan selancar secara rutin setiap bulan, guna mengasah kemampuan para atlet muda.
Cerita kesuksesan bibit atlet selancar berprestasi itu terlihat, salah satunya di sosok Neysa Awalia Shaldira, siswi sekolah menengah pertama (SMP), yang tengah memasuki jenjang pendidikan sekolah menengah atas pada tahun ini. Dia merupakan bibit peselancar unggul dari Krui.
Gadis berpenampilan ramah dengan rambut bergelombang itu bercerita bahwa ketertarikan dirinya kepada olahraga selancar sudah dimulai sejak kecil, dimana kedua orang tuanya merupakan warga asli Pulau Pisang yang tidak asing dengan derai ombak di perairan Pesisir Barat.
Dalam ajang kejuaraan selancar internasional WSL Krui Pro 2024 yang diikuti oleh 265 orang atlet profesional dari 20 negara, Dira sapaan akrab Shaldira, bersama atlet Krui lainnya mendapatkan kesempatan ikut serta dalam kelas profesional QS 5.000 melalui skema wild card.
Meski hanya mampu lolos dalam putaran quarter final di kelas Junior Pro, hal itu tidak menyurutkan dirinya untuk terus mengukir prestasi di berbagai kejuaraan selancar lainnya.
Dengan konsisten dan disiplin membagi waktu sekolah, bersosialisasi dengan rekan sejawat dan berlatih bersama anak-anak lain di klub selancar setiap harinya menunjukkan bahwa keseriusan talenta muda selancar Pesisir Barat tidak bisa dipandang sebelah mata.
Adanya potensi tersebut disambut positif oleh pemerintah, yakni pemerintah pusat, melalui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dengan program kejuaraan selancar menjadi terintegrasi menjadi ajang nasional, serta mendukung pembangunan surfing center, sebagai tempat pelatihan bagi atlet lokal di Krui, Kabupaten Pesisir Barat.