Direktur eksekutif Center of Energy Security (CESS) Ali Ahmudi mengatakan perlu ada teknologi yang bisa menghancurkan sampah dengan cepat agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya.
"Kita membutuhkan teknologi yang membuat penanganan sampah menjadi cepat agar pertambahan volume sampah yang diakibatkan peningkatan jumlah penduduk, jumlah rumah tangga, peningkatan jumlah industri bisa di kelola," ucap Ali dalam diskusi mengenai manajemen pengelolaan sampah di Jakarta, Rabu.
Ali mengatakan DKI Jakarta yang sudah menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) masih belum bisa menuntaskan permasalahan sampah yang bertambah terus menerus sekitar 8000 ton perhari.
Selain itu, hasil akhir pengeringan sampah yang berbentuk biopellet dengan teknologi RDF disebut masih belum bisa memenuhi standar untuk bahan bakar pembangkit listrik yang setara batu bara.
Ia mengatakan perlu ada penambahan teknologi yang mempunyai kapasitas penghancur sampah yang lebih besar dengan residu yang lebih ramah lingkungan.
Teknologi tersebut adalah insenerator atau lebih dikenal dengan Intermediate Treatment Facility (ITF). Insenerator atau ITF dapat mengolah sampah dengan konsep waste to energy yang didukung dengan teknologi ramah lingkungan.
Dalam prosesnya, insenerator dapat mengolah sampah sekitar 2500 ton perhari. Ali berasumsi jika pengelolaan sampah berbasis ITF berjalan, seluruh sampah yang ada di Bantar Gebang akan bisa terurai dengan baik dengan residu atau sisa pembuangan yang sangat minim.
Output dari satu pembangkit insenerator bisa menghasilkan listrik setara 35 megawatt.
Sebelumnya, DKI Jakarta sempat berencana membangun 4 ITF yaitu di Jakarta wilayah Barat, Timur, Selatan, dan Sunter, Jakarta Utara. Namun pembiayaan dan kurangnya investor menjadi permasalahan yang sampai saat ini belum menemukan jalan keluar.
Sementara itu, Exexutive Director Celios Bima Yusdhistira Adhinegara mengatakan, rencana penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) juga menjadi permasalahan lain karena hasil biopellet dari RDF ataupun ITF tidak akan bisa terakomodir dengan baik jika tidak ada pembangkit yang menggunakannya sebagai bahan bakar.
"Nantinya pengelolaan sampah yang menghasilkan pellet untuk pembangkit listrik banyak, tapi tidak ada pembangkit yang bisa mengakomodasi atau memanfaatkannya," ucap Bima.
Selain itu, proses pengolahan sampah dengan teknologi RDF menurut Bima tidak singkron dengan upaya pemerintah yang ingin menuju nol emisi karena proses transmisi yang masih menggunakan transportasi berbahan bakar bensin.
Disamping itu, peneliti berkelanjutan dari Sigmaphi Gusti Raganata mengatakan ITF model insenerator juga dapat membantu mengurangi emisi karbon yang menyebabkan polusi udara dengan hasil emisi yang dinilai lebih aman.
"Sebagian besar polusi dari Pembangkit listrik tenaga uap di Jakarta Utara, kalau mau di seriusin kelola ITF model Insenerator lebih aman walaupun sama-sama masih ada emisi tapi lebih aman," ucap Gusti.
Gusti mengatakan permasalahan sampah di Jakarta tidak hanya sampah plastik, namun juga sampah rumah tangga yang menyumbang sebesar 53 persen. Jika 4 ITF yang direncanakan pemprov DKI terwujud, 7.400 ton sampah di Jakarta akan bisa terurai dan mengurangi beban sampah di Bantar Gebang.
Ia juga berharap proyek pembangunan ITF yang masuk dalam proyek infrastruktur pemerintah pusat dapat menjadi prioritas dan dapat mendatangkan investor yang serius untuk menangani permasalahan sampah di Jakarta.
ITF dengan model insenerator dapat menghancurkan berbagai macam sampah, kecuali logam, puing bangunan dan barang elektronik. Sampah akan dibakar dalam satu tempat tertutup tanpa emisi atau asap pembuangan yang mengganggu lingkungan.
Proses pembakaran akan dilakukan dalam satu waktu tanpa perlu berpindah alat atau lokasi. Hasil akhir dari pengelolaan sampah dengan ITF bisa didapat dengan residu kurang dari 10 persen sehingga dapat diolah lebih mudah.
Negara yang sudah menerapkan konsep ITF insenerator adalah negara Swedia, Jerman dan Belanda.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Teknologi insenerator bisa jadi solusi pengelolaan sampah di Jakarta