Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi (RE) beserta 8 orang selama 20 hari ke depan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat.
"Untuk kepentingan proses penyidikan, para tersangka saat ini dilakukan penahanan di rumah tahanan (rutan) selama 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 6 Januari 2022 sampai dengan 25 Januari 2022," ujar Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Untuk mencegah penyebaran COVID-19, kata Firli, para tersangka diharuskan untuk menjalani isolasi mandiri selama 14 hari di rutan masing-masing.
Selain Rahmat Effendi, delapan tersangka lainnya itu adalah Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL) sebagai penerima suap.
Baca juga: Pemkot Bekasi serahkan proses hukum kasus korupsi kepada KPK
Kemudian, ada pula tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Kemudian, Firli menyampaikan 9 tersangka itu akan ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Rutan Gedung Merah Putih KPK, dan Rutan KPK Kavling C1.
Tersangka yang ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta, kata Firli, adalah AA, LBM, SY, dan MS. Sementara itu, mereka yang ditahan di Rutan Gedung Merah Putih adalah Rahmat Effendi (RE), dan WY.
Lalu di Rutan KPK Kavling C1, Jakarta, tersangka yang ditahan adalah MB, MY, dan JL.
Firli Bahuri pun menyampaikan korupsi pada sektor pengadaan barang dan jasa menjadi modus klasik yang melibatkan banyak pihak, mulai dari rangkaian perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasannya.
Baca juga: Pemkot Bekasi pastikan proses pelayanan publik tetap berjalan normal
"Dampak akhir dari korupsi itu adalah penurunan kualitas barang dan jasa yang dihasilkan sebagai produk pembangunan yang dirasakan langsung oleh masyarakat," ucap Firli.
Oleh karena itu, kata dia, KPK menegaskan bahwa tanggung jawab seorang kepala daerah atas amanah rakyat adalah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan yang mensejahterakan masyarakatnya, bukan justru mengambil keuntungan pribadi dengan menyalahgunakan kewenangannya.
Demikian pula dengan para pelaku usaha, Firli memandang mereka harus berkomitmen yang sama dalam upaya membangun budaya antikorupsi melalui praktik bisnis yang jujur, berintegritas, dan menghindari praktik suap.