Bogor (Antaranews Bogor) - Sejumlah pegiat dan pecinta sastra dari kawasan Jabodetabek, Bandung dan sekitarnya bersastra budaya bersama pada acara "Parade Suara Perempuan" yang digelar Griya Sastra Budaya Obor (GSBO) di Bogor, Sabtu malam, untuk memaknai peringatan Hari Ibu 22 Desember.
Bertempat di Griya Sastra Budaya Obor (GSBO) Jl KSR Dadi Kusmayadi No 2 Cibinong, Bogor, acara dibuka dengan renungan liris yang dibacakan penyair Shinta Miranda, lalu berlanjut dengan orasi berjudul "Harkat perempuan dalam tetesan tinta" oleh Dr. Free Hearty, seorang doktor dan penulis yang dikenal dengan panggilan Bundo Free.
Dalam orasinya, Bundo Free membahas perkembangan tulisan perempuan dari masa ke masa. Bundo Free juga menitipkan pesan bahwa tinta perempuan hendaklah lebih perkasa dan berkuasa.
Tulisan perempuan hendaknya tidak hanya bisa bercerita dan meratapi kisah hidup yang didominasi budaya patriarki, tapi memberikan pencerahan dengan menampilkan tokoh perempuan yang berkarakter kuat, bebas namun tidak kebablasan. Maksudnya adalah perempuan yang berani bersuara, bertindak tegas namun tetap dalam menampilkan estetika dan etika yang menginspirasi.
Acara dilanjutkan talkshow berjudul "Lelaki di atas pusar perempuan", dengan narasumber Dr. Lely Arriani, MSi, dosen komunikasi FISIP di Universitas Bengkulu.
Dalam talkshow yang dipandu oleh seorang sastrawati dan juga pionir penulisan kreatif di Indonesia, dra Naning Pranoto, MA, Dr. Lely menekankan bahwa perselingkuhan tidaklah tepat bila hanya dianggap sebagai kesalahan kaum lelaki. Sesungguhnya kaum perempuan lah yang memutuskan apakah sebuah perselingkuhan akan terjadi atau tidak. Semua berpulang pada pilihan yang diambil oleh perempuan.
Parade Suara Perempuan juga dimaknai dengan monolog "Janin" oleh dra Naning Pranoto, MA. Monolog ini bertutur tentang seorang janin yang tiba tiba berdiam dalam rahim seorang nenek. Dalam monolognya, terungkap bahwa janin ini memutuskan untuk pindah dari rahim ibu kandungnya yang memutuskan untuk tidak akan menyusui bayinya nanti karena takut bentuk payudaranya tidak indah lagi.
Dituturkan, si janin juga meminta nenek untuk selalu menembangkan Kidung Rumekso Ing Wengi, karena takut dengan kehidupan dunia yang selama ini dapat diterawangnya dari balik rahim ibunya.
Acara terus berlanjut dengan pentas seni dan sastra dari kaum perempuan dan lelaki yang hadir, hingga pukul 23.30 WIB. Antara lain dengan pembacaan puisi oleh Anisa Afzal, Endang Supriadi, Iwan B. Setiawan, Fayruz Andy, Kartini Astuti, permainan suling Haihai Bengcu dan musikalisasi puisi oleh Marina Novianti dan Sandii.
Hadir juga pemudi berbakat Mecca Yumna dengan lukisannya bertema Perempuan Yang Termutilasi. Mecca juga membacakan petikan cerpennya berjudul Retaknya Cangkang Yuyu yang terpilih menjadi salah satu pemenang Lomba Menulis Cerpen Remaja (LMCR) Rohto - Mentholatum Award 2013. Pemudi berbakat berikut adalah Tabitha Pangaribuan, yang memusikalisasi puisinya sendiri dengan iringan gitar yang dipetiknya.
Direktur GSBO, Marina Novianti berharap acara "Parade Suara Perempuan" ini dapat menginspirasi kaum perempuan untuk tampil cerdas, tegas, bebas namun tidak bablas dalam tulisan dan sikap hidupnya.
Memaknai Hari Ibu, GSBO gelar Parade Suara Perempuan
Minggu, 22 Desember 2013 8:39 WIB
"Tulisan perempuan hendaknya tidak hanya bisa bercerita dan meratapi kisah hidup yang didominasi budaya patriarki, tapi memberikan pencerahan dengan menampilkan tokoh perempuan yang berkarakter kuat, bebas namun tidak kebablasan"