Denpasar (ANTARA) - Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Mahfud MD, mengumpulkan aspirasi dari tokoh masyarakat, akademisi, pengacara, pengusaha, dan mahasiswa Bali mengenai kebutuhan dalam reformasi Polri.
“Kami mendapat banyak masukan, memberi bekal kepada kami bahkan memberi kritik internal juga kepada Polri, kenapa Polri seperti sekarang, seragamnya seperti itu, penampilannya seperti itu,” kata dia, di Denpasar, Jumat.
Selain itu ada banyak masukan seperti membangun kerja sama dengan elemen masyarakat, mahasiswa yang meminta reformasi struktural, instrumental, dan kultural di tubuh kepolisian.
Ia menyadari Polri memang perlu direformasi, segala aspirasi yang masuk bertujuan baik untuk mengembalikan citra dan marwah polisi seperti sebelumnya.
KPRP juga menilai tak hanya Polri yang perlu direformasi di negeri ini, namun karena telah banyak mendapat sorotan dan tugas kepolisian penting dalam menjamin kenyamanan dan ketertiban masyarakat, maka mereka diutamakan.
Ia mencontohkan salah satu tokoh masyarakat Bali yaitu Made Mangku Pastika, bekas kepala Polda Bali juga gubernur Bali dua periode yang selama menjadi polisi menjalankan tugas dengan baik.
Contohnya saat peristiwa bom Bali, dimana Mangku Pastika sebagai pemimpin operasi berhasil menyelesaikan misi tanpa menggunakan APBN.
“Pak Mangku Pastika tidak pernah bertanya uangnya dari mana, semua urusan beres dan bisa dipertanggungjawabkan, peristiwa Bali itu sangat mengerikan kita beberapa hari yang di luar Bali pun tidak bisa tidur membayangkan Bali itu dibom, tapi Pak Mangku Pastika berhasil menyelesaikan dengan baik,” ujar Mahfud MD.
Dalam penyerapan aspirasi ini, Made Mangku Pastika turut memberi masukan, salah satunya terkait pendidikan minimal seorang polisi yaitu agar ditetapkan setidaknya S1 kecuali Brimob dan Polair.
“Kalau yang di staf, reserse, menurut saya harus sarjana minimal S1 syukur-syukur S2, sekarang kepala desa saja S2 sedangkan dia sendiri hanya tamatan SMA dengan tambahan sekolah polisi hanya 6 bulan, jadi jangan lagi ada istilah Bhabinkamtibmas, bintara, karena dia harus berhadapan bagaimana membina desa,” ujarnya.
Seperti yang disampaikan Mahfud MD, ia turut menyoroti perihal seragam polisi yang sebaiknya diperbaiki melalu reformasi Polri.
“Mungkin ada kebijakan lain tentang pakaian polisi, sekarang yang di staf juga pakai sepatu boot, itu kesannya militeristik. Kenapa tidak sepatu PDH, saya lihat panglima TNI justru pakai PDH. Khan lucu, pakaian akan ada pengaruhnya terhadap perilaku jadi kalau dibilang polisi militeristik ya karena pakaiannya pakaian militer,” kata dia.
Baca juga: Mahfud MD siap dipanggil KPK terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung
Baca juga: Mahfud MD sebut Polri kinerja baik, masyarakat merasa aman dan nyaman
