Bangkok (ANTARA) - Pada salah satu gedung pertandingan di komplek sekolah olahraga, di Chon Buri, Sabtu (13/12) sore itu, pertandingan angkat besi kelas 48 kilogram putri SEA Games 2025 Thailand sebenarnya sudah hampir selesai.
Barbel terakhir Luluk telah diangkat, 100 kg, dan dia berhasil.
"Good Lift," kata juri.
Tapi, bagi Luluk Diana Tri Wijayana, momen paling menegangkan justru baru dimulai.
Ia tidak mengangkat beban lagi. Ia hanya sedang menunggu, di belakang panggung yang tak tersorot kamera.
Nama Luluk berada di posisi teratas papan skor dengan total angkatan 184 kilogram. Angka itu terlihat solid, tetapi rapuh. Jaraknya hanya satu kilogram di atas lifter Thailand Sukcharoen Thanyathon. Lebih dari itu, masih ada tiga atlet yang belum melakukan percobaan terakhir clean and jerk. Ketiganya memasang target sama, 102 kilogram. Satu-satunya cara untuk bisa melampaui angka 184 milik Luluk.
Jika satu saja berhasil, posisi Luluk akan tergeser.
Luluk duduk di kursi area latihan, ototnya masih hangat oleh sisa ledakan energi yang ia keluarkan untuk angkatan 100 kg terakhirnya. Samsuri, sang pelatih, menutupi tubuh Luluk dengan handuk. Menjaga suhu tubuh itu tetap hangat, mencegah menurunnya suhu otot oleh dinginnya AC ruangan agar tidak terjadi cedera.
"Berdoa aja, berdoa. Kalau rezeki enggak akan kemana," kata Samsuri.
Dia begitu mengenal Luluk. Dia yang mendampingi sejak Luluk berusia 12 tahun, hingga saat Luluk beranjak dewasa, 20 tahun. Tangan dingin Samsuri juga yang turut membawa Luluk juara dunia angkat besi remaja pada 2022 di Leon, Meksiko.
Satu per satu, tiga lifter itu bergantian naik ke platform. Rosegie Ramos dari Filipina, Thi Thu Trang Nguyen dari Vietnam, dan juara Asia Thanyathon Sukcharoen.
Satu per satu pula, beban 102 kg tak pernah terangkat oleh tiga pesaing itu.
Di kursi penonton, tim ofisial kontingen Indonesia bersorak sambil melompat kegirangan. Pendukung Thailand yang sejak awal berisik bukan main, tiba-tiba tutup mulut.
Namun Luluk belum menyadarinya. Seakan mimpi, dia bilang.
Ia baru menyadari dirinya meraih medali emas, menjadi seorang pemenang, ketika panitia memanggil namanya dan memintanya berdiri di bagian tengah podium. Dan, pada saat itu pun dia masih bertanya-tanya.
Barulah ketika ia naik ke podium tertinggi, yang artinya adalah emas, dan Indonesia Raya dilantunkan, tangis Luluk pecah.
Luluk menangis. Sejadi-jadinya. Tangis Luluk pecah sejak lirik "Indonesia tanah airku". Tangis itu baru berhenti ketika lagu Indonesia Raya selesai. Sampai "Hiduplah Indonesia Raya."
Medali emas SEA Games 2025 Thailand ini sebenarnya tidak pernah ia rencanakan. Sebelum bertanding, atlet berusia 20 tahun itu justru menargetkan medali perak atau setidaknya perunggu.
Lawan yang dihadapi Luluk terlalu berat untuk mematok ambisi lebih tinggi. Sukcharoen Thanyathon adalah juara Kejuaraan Asia Oktober 2025 dengan standar total angkatan di atas 190 kilogram, bahkan pernah mencatat 200 kilogram.
Tapi lagi-lagi, dalam olahraga, pertandingan tidak selalu mengikuti reputasi.
Sejak awal, Luluk tampil tenang di snatch. Percobaan pertama 79 kilogram, kedua 82 kilogram, dan ketiga 84 kilogram semuanya terangkat bersih. Ia memimpin klasemen setelah snatch, sebuah posisi yang memberinya keuntungan, sekaligus tekanan.
Clean and jerk menjadi babak yang lebih rumit.
Angkatan pembuka 96 kilogram berhasil tanpa kendala. Namun pada percobaan kedua di 98 kilogram, masalah datang dari hal yang tidak terduga. Sabuk pinggangnya terlepas. Keseimbangan goyah. Angkatan gagal.
Di momen seperti itu, banyak atlet memilih langkah aman. Mengulangi beban, menjaga posisi, atau sekadar bertahan di papan skor.
Tapi Luluk memilih sebaliknya. Percobaan ketiga langsung dinaikkan ke 100 kilogram.
Keputusan itu sudah sesuai kalkulasi. Sudah ada dalam muscle memory Luluk, tentang bagaimana teknik-teknik yang harus ia lakukan. Beban 100 kg adalah makanan sehari-hari.
Tetapi, dorongan yang lebih besar timbul dari luka yang ingin ia sembuhkan. Kepercayaan diri yang ia bangun perlahan dari kegagalan masa lalu.
Di Kejuaraan Dunia Angkat Besi Remaja dan Junior 2025 di Peru, Luluk pernah gagal total di clean and jerk. Ia menjadi juara dunia snatch, tetapi gagal dalam seluruh percobaan clean and jerk. Pengalaman yang melukainya dalam, membekas, dan sempat menjadi ketakutan.
"Pulang dari situ terpuruk selama beberapa minggu. Kenapa usahaku sia-sia," kata Luluk.
Di Chonburi, ia seperti memberi kesempatan kedua pada dirinya sendiri.
Angkatan 100 kilogram itu terangkat sempurna. Tidak goyah. Tidak ragu. Total angkatannya menjadi 184 kilogram, meningkat signifikan dibanding SEA Games 2023 Kamboja ketika ia meraih perunggu dengan total 173 kilogram di kelas 49 kilogram.
Medali emas ini menjadi yang pertama bagi tim angkat besi Indonesia di SEA Games Thailand 2025. Tetapi bagi Luluk, maknanya jauh lebih personal. Lebih kepada, penebusan kegagalan di Lima, Peru, Mei lalu.
Dan hari itu, ketahanan Luluk berbuah emas.
"Kalau buat aku sih, mau berapapun insya Allah aku yakin," kata Luluk.
Ucapan itu sepertinya lebih berat dari beban 100 kg. Kepercayaan yang mahal. Keyakinan yang jarang didapati kecuali ada pada diri seorang petarung.
