Bogor (ANTARA News Megapolitan) - Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, terdapat dua ancama serius dalam penggunaan media sosial yang harus diwaspadai yakni merambatnya terorisme dan LGBT yang dapat menular secara sosial.
"Fenomena yang masif dan berbahaya yakni terorisme dan LGBT. Oleh karena itu bangun komitmen untuk bermedia sosial yang cerdas, untuk menangkal dua hal itu," kata Reza dalam Seminar Nasional 2018 dengan tema Cerdas Menggunakan Media Sosial di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Minggu.
Dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Ilmu Komunikasi Sekolah Vokasi IPB, Reza memaparkan tentang penggunaan media sosial dari aspek psikologis, dengan judul "Media Sosial bawa/buang sial".
Menurutnya, ancaman terorisme bentuk baru dari penggunaan media sosial ini disampaikan langsung oleh seorang petinggi BNPT kepada dirinya. Terorisme yang dimaksud lebih berbahaya dari saparatisme.
Terorisme tersebut tidak masuk dalam narasi yang diperbincangkan dalam apa yang disebut sebagai terorisme yang berafiliasi dengan kelompok garis keras, dan sebagainya.
"Hari ini untuk menjadi terorisme tidak harus berguru pada orang-orang tertentu, dengan media sosial bisa menjadi terorisme, lewat dua cara," katanya.
Cara pertama yakni meradikalisasi diri sendiri, lewat tayangan youtube, bisa dengan menyimak video tokoh-tokoh tertentu, bisa meredikalisasi diri sendiri.
"Dengan handphone terkoneksi internet, saya sedang meradikalisasi diri sendiri," katanya.
Cara kedua, perekrutan diri (self recruitment), mengangkat sumpah sendiri, sampai mati akan mematuhi tokoh-tokoh tersebut.
Selain terorisme, LGBT juga menjadi ancaman serius. Sebagaimana Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia (LPHI) telah menyampaikan lima rekomendasi penting kepada presiden untuk diperhatikan bersama salah poin pertamannya adalah kekhawatiran akan bahaya LGBT.
Ia menyebutkan, sangat mudah untuk menemukan kelompok-kelompok tersebut di dunia maya yang fokusnya menjadi kelompok-kelompok tersebut untuk mengkampanyekan LGBT sebagai sesuatu yang normal dan harus diterima secara hak asasi.
"Anak-anak dengan mudah membuka akun media sosial akan terpapar dengan kampanye ini," katanya.
Sebagai anggota LPHI, lanjut Reza dirinya punya kewajiban untuk mengingatkan menjaga anak-anak dari LGBT yang membahayakan kepribadian bangsa, mengancam kehidupan generasi penerus bangsa.
Reza Indragiri salah satu dari empat narasumber yang hadir dalam Seminar Nasional 2018 Cerdas Bermedia Sosial, hadir juga selebritis Tasya Kamila, Putri Indonesia Perdamaian 2017, Dea Goesti Rizkita, Cyber Crime Polda Metro Jaya, dan perwakilan dari Kementeria Komunikasi dan Informatika.
Bagi Tasya Kamila, penggunaan media sosial bagi publik figus sangat menguntungkan, menjadi platfrom baru untuk berbagi dengan para penggemarnya, sehingga tidak perlu membawa media infotaimen untuk berbagi kegiatan dengan penggemar.
"Medsos menjadi platfrom untuk memberikan informasi, sisi positifnya, jadi wadah buat kita menyebarkan kebaikan dan konten positif dan berita yang baik," katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Profesi dan Sertifikasi Kominfo, Hedi M Indris mengingatkan, apa yang diklik harus waspada, karena teknologi internet bisa menjadi positif dan negatif seperti pisau bermata dua.
Ia mengatakan, pemerintah mempunyai niat baik untuk menampilkan konten positif dan melarang konten negatif. Pemerintah dapat melakukan pemblokiran bila menerima pengaduan dari masyarakat. Di Indonesia tidak melarang media sosial, sehingga memanfaatkan media sosial secara baik.
"Kembali ke hati dan pikiran kita untuk bisa memilah dan memilih konten yang baik," kata Hedi.
Pakar: Medsos penyebaran terorisme dan LGBT
Minggu, 9 Desember 2018 21:51 WIB
Fenomena yang masif dan berbahaya yakni terorisme dan LGBT. Oleh karena itu bangun komitmen untuk bermedia sosial yang cerdas, untuk menangkal dua hal itu.