Mataram (ANTARA) - Sore itu, jalanan utama Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat berubah menjadi lautan manusia. Ribuan pelajar berbaris rapi di pinggir jalan, berseragam penuh warna, dengan tangan yang tak lelah melambai-lambaikan bendera merah putih.
Irama gendang beleq berpadu dengan sorak-sorai massa, menghadirkan suasana yang hanya bisa dirasakan dalam pesta rakyat besar.
Deretan mobil bak terbuka perlahan melaju membawa bintang-bintang MotoGP seperti Francesco Bagnaia, Marco Bezzecchi, hingga Mario Aji.
Mereka melambaikan tangan, melempar senyum, bahkan menurunkan tanda tangan di kaus dan topi yang disodorkan penggemar. Di wajah anak-anak muda, tampak kilau kebanggaan karena para idola dunia hadir di depan mata, di pulau mereka sendiri.
Bagi warga Lombok, parade ini bukan sekadar hiburan musiman. Ini adalah penanda bahwa ajang balap motor paling bergengsi di dunia kembali hadir. MotoGP Mandalika 2025 yang digelar 3-5 Oktober ini bukan semata tentang adu cepat di lintasan, melainkan simbol pengakuan global atas Lombok sebagai panggung sport tourism kelas dunia.
Hingga akhir September, panitia mencatat 87 persen dari 121 ribu tiket sudah laku terjual. Angka itu memberi optimisme, meski kebiasaan membeli tiket di detik-detik terakhir bisa memicu antrean panjang pada hari balapan. Panitia mencoba mengantisipasi dengan jalur distribusi tiket yang lebih rapi, termasuk loket penukaran gelang masuk di titik strategis.
Strategi harga juga patut dicatat. Program potongan khusus hingga setengah harga bagi warga NTB dan Aparatur Sipil Negara (ASN) terbukti efektif. Ini bukan sekadar soal akses, melainkan bentuk pengakuan bahwa MotoGP harus menghadirkan manfaat langsung bagi masyarakat lokal.
Namun, tantangan logistik tetap ada. Hanya tersedia 25 unit shuttle bus yang beroperasi dari Mataram dan Bandara Lombok ke Mandalika. Jumlah ini harus dibarengi rekayasa lalu lintas ketat. Jika arus ribuan kendaraan pribadi tidak terkelola dengan baik, euforia bisa cepat berganti frustrasi.
Parade dan “Tabola Bale”
MotoGP di Mandalika bukan hanya soal mesin dan kecepatan. Rangkaian pra-balapan menghadirkan wajah yang lebih cair. Para pembalap dijadwalkan mengunjungi sekolah di Lombok untuk menyampaikan pesan keselamatan berkendara sebelum event MotoGP digelar pada 3-5 Oktober 2025.
Jalan bypass yang mulus memang sering menggoda remaja untuk mengebut, dan kehadiran idola MotoGP yang memberi nasihat bisa jauh lebih mengena ketimbang papan imbauan lalu lintas.
Ada pula momen unik yang viral dimana para pembalap berjoget “Tabola Bale” bersama anak-anak dan warga di panggung utama Kota Mataram. Meski canggung, senyum tak pernah lepas dari wajah mereka.
Adegan itu membaurkan batas bahwa ikon global ikut larut dalam budaya lokal. Mandalika tidak hanya menjual lintasan, tetapi juga kisah, ritme, dan tarian.
Langkah ini cerdas. Di era ketika pariwisata bersaing lewat narasi, perpaduan olahraga global dengan budaya lokal menjadi nilai tambah yang sulit ditandingi. Lombok tampil bukan hanya sebagai tuan rumah, tapi juga sebagai pemilik cerita.
Baca juga: Lintasan track aspal Sirkuit Mandalika NTB siap dipakai balapan di MotoGP 2025
Baca juga: Musim 2025, kebangkitan Sang Alien
Baca juga: InJourney siapkan kejutan untuk Marc Marquez
