Kendari (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Tengara (Sultra) menyebut sebanyak 297 dari total 406 pengidap HIV AIDS per Agustus 2025 yang tersebar di Bumi Anoa telah menjalani pengobatan di rumah sakit maupun puskesmas.
Kabid Kesmas Dinkes Provinsi Sultra Rosmawati Rasyid saat ditemui di Kendari, Jumat, mengatakan jumlah pengidap HIV AIDS tersebut ditemukan saat petugas melakukan skrining pada masyarakat maupun populasi tertentu.
Skrining dilakukan tim Dinkes dan layanan kesehatan (puskesmas/RS) di beberapa kabupaten/kota. Penjaringan pada populasi berisiko (kunci) dibantu oleh mitra kerja, yaitu Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) serta LBH APIK yang bertugas menjangkau orang-orang yang berperilaku risiko terkena HIV AIDS.
"297 orang yang mengakses pengobatan di rumah sakit maupun puskesmas, sisanya pasien belum melakukan pengobatan yang disebabkan faktor internal seperti pasien belum menerima status HIV-nya ataupun adanya penundaan pengobatan karena adanya penyakit penyerta yang dialami pasien sehingga harus diobati terlebih dahulu " kata Rosmawati.
Baca juga: Jambi dorong perda penanggulangan HIV/AIDS
Ia menyampaikan jumlah kasus HIV AIDS didominasi laki-laki yakni 328 orang dan perempuan 78 orang, dengan sebaran terbanyak di Kota Kendari dengan 197 kasus.
"Jadi, 406 itu yang ditemukan kasus baru di 2025 yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota se-Sultra," ungkap Rosmawati.
Rosmawati mengungkapkan warga yang terjangkit HIV AIDS penyebaran bukan hanya kalangan dewasa tetapi juga ditemukan di kelompok remaja di bawah 15 tahun dan balita.
Bahkan, kata dia, semakin berkembangnya aktivitas pertambangan menjadi hal yang potensial dalam penyebaran HIV AIDS, karena banyaknya pekerja pertambangan dari luar daerah yang datang ke Sultra.
"Ini seharusnya bahwa setiap tenaga kerja di pertambangan yang direkrut baru masuk di Sulawesi Tenggara wajib hukumnya melakukan pemeriksaan kesehatan," jelasnya.
Ia mengatakan cara itu karena penyebaran HIV AIDS menyasar di semua kelompok umur bukan hanya usia produktif.
Rosmawati menjelaskan saat ini orang yang terinfeksi HIV AIDS banyak dari kalangan laki-laki, berbeda dari lima tahun sebelumnya yang didominasi kalangan wanita.
Baca juga: Ratusan narapidana Rutan Situbondo Jatim jalani skrining kesehatan
Hal tersebut karena dari hasil screening ditemukan penyebaran HIV AIDS terjadi karena perilaku seks dari kelompok LSL (lelaki suka lelaki) berjumlah 178 orang. Sedangkan populasi umum atau warga ditemukan terjangkit meskipun aktivitasnya tidak rentan dan beresiko terkena HIV AIDS, jumlahnya 82 orang.
Adapula penyebaran yang ditemukan dari pasangan risiko tinggi yakni 37 orang. Kelompok ini biasanya terkena HIV AIDS karena salah satunya memiliki perilaku seksual berisiko dan tidak melakukan pengobatan.
Kemudian 33 kasus dari pasangan calon pengantin (catin) yang diketahui saat mereka melakukan pemeriksaan kesehatan. "Kalau sekarang aturannya catin itu wajib tes HIV, nah 33 kasus ini ditemukan saat mereka screening itu," ucap Rosmawati.
Lebih lanjut, ia menambahkan 29 kasus HIV AIDS ditemukan dari populasi pelanggan pekerja seks, 10 dari waria, Wanita Pekerja Seks (WPS) 11 kasus, 18 kasus terdeteksi dari ibu hamil. "Serta delapan kasus dari warga yang terdeteksi HIV AIDS saat menjalani perawatan karena penyakit TBC," lanjut Rosmawati.
Dari akumulasi kelompok usia, angkat pengidap HIV AIDS didominasi usia 25-49 tahun, yakni 239 orang, 94 dari usia 20-24 tahun, 40 orang usia 15-19 tahun. Usia 50 tahun ke atas sebanyak 24 orang, tiga orang dari usia remaja atau anak-anak berusia 5-14 tahun, sedangkan enam orang dari balita.
Baca juga: Pemkab Manggarai Barat imbau warga rutin lakukan tes VCT deteksi HIV
Rosmawati menyampaikan dari 406 kasus pada 2025, Dinkes Sultra dan kabupaten/kota melakukan beberapa upaya pencegahan penyebaran seperti sosialisasi rutin, pemberian paket pencegahan, penyediaan obat-obatan dan melakukan pemantauan.
"Kami juga melakukan screening setiap tiga bulan di kelompok rentan atau terdeteksi terjadinya penularan HIV AIDS, ada juga menyediakan alat kontrasepsi untuk orang-orang yang berperilaku beresiko terkena HIV," jelasnya.
Kemudian upaya selanjutnya yakni penangan kasus atau pengobatan dengan mendistribusikan obat-obatan ke daerah. Sudah 17 kabupaten/kota se-Sultra mempunyai layanan pengobatan HIV, jadi diimbau bagi pasien di luar Kota Kendari boleh langsung menjalani pengobatan di daerah masing-masing.
Kemudian untuk Kota Kendari dan Bau-Bau, pihaknya bermitra dengan yayasan pendampingan membantu tenaga kesehatan dalam hal pendampingan pengobatan pasien.
"Terakhir itu promosi kesehatan semua petugas Dinkes provinsi, kabupaten dan kota maupun fasilitas kesehatan wajib melakukan edukasi/penyebaran informasi terkait HIV AIDS, serta pemeriksaan kesehatan gratis demi mendeteksi secara dini kasus HIV AIDS," kata Rosmawati.
