Tokyo (ANTARA) - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyatakan siap melanjutkan pembicaraan dengan Washington jika AS tidak membahas denuklirisasi, menambahkan bahwa secara pribadi dia memiliki kenangan menyenangkan mengenai Presiden Donald Trump, demikian media pemerintah, Senin.
Kim mengatakan dalam pidato yang disampaikan pada Minggu dalam sidang Majelis Rakyat Tertinggi, badan legislatif negara itu, bahwa "tidak ada alasan" bagi Korea Utara dan Amerika Serikat untuk menghindari dialog jika Washington menginginkan hidup berdampingan dengan damai, kata Kantor Berita Pusat Korea (KCNA).
Dalam sidang majelis yang diadakan selama akhir pekan di Aula Pertemuan Mansudae, pemimpin Korea Utara itu menekankan bahwa Pyongyang tidak akan pernah meninggalkan senjata nuklirnya, dan menolak gagasan bahwa negara itu dapat menukar program nuklirnya dengan pencabutan sanksi PBB, menurut kantor berita tersebut.
Sebelumnya, Korea Utara mengecam seruan denuklirisasi oleh Amerika Serikat dengan menyebutnya "ketinggalan zaman" dan melanggar kedaulatan negara di Asia Timur itu.
Hal itu ditegaskan Perwakilan Tetap Korea Utara (Korut) untuk PBB di Wina dalam pernyataannya pada Minggu, seperti dikutip kantor berita resmi Korut, KCNA.
Pernyataan itu dikeluarkan untuk menanggapi seruan AS pada sidang Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), di mana AS juga menyebut persenjataan nuklir Korut ilegal.
"Kami dengan tegas mengecam dan menolak tindakan provokatif AS yang lagi-lagi menunjukkan niat bermusuhan yang tidak berubah terhadap Republik Demokratik Rakyat Korea," tulis pernyataan itu, merujuk pada nama resmi Korut.
Seraya menyebut seruan AS itu "anakronistik" (ketinggalan zaman), pernyataan tersebut juga menyinggung AS yang "tidak punya niat untuk hidup berdampingan.
Perwakilan tetap itu menegaskan program senjata nuklir Korut adalah "pilihan tak terhindarkan" untuk melindungi kedaulatan dan keamanan negara itu dari ancaman nuklir AS.
Program itu, kata mereka, juga untuk menjaga kekuatan tetap seimbang serta berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas global.
Pernyataan itu menegaskan bahwa status Korut sebagai negara nuklir tidak bisa diganggu gugat. IAEA dianggap tidak punya dasar hukum dan alasan moral untuk ikut campur, apalagi Korut sudah berada di luar Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Pada akhir Agustus, Presiden Korea Selatan Lee Jae-myung dan Presiden AS Donald Trump bersepakat untuk bekerja sama dalam upaya denuklirisasi di Semenanjung Korea.
KCNA kemudian menuliskan komentar yang meminta Lee menghentikan "omong kosong" denuklirisasi, karena konsep itu dianggap "sudah tidak ada lagi."
Sumber: Kyodo
