Bogor, 18/11 (ANTARA) - Terbang seperti burung, mencari udara thermal, merasakan panas bumi, meraba angin agar parasut tetap berkembang, itulah tantangan dalam olahraga paralayang yang kini untuk pertama kalinya dipertandingkan pada SEA Games ke-26 di Indonesia.
Masuknya paralayang dalam SEA Games 2011, membuktikan bahwa olahraga ini makin banyak penggemarnya meskipun penuh tantangan dan membutuhkan keberanian ekstra dari para atletnya.
"Butuh keberanian dan kelihaian membaca kondisi dan situasi alam, saat kamu ingin terbang di paralayang," kata David Agustinus Teak yang akrab disapa Opa David, salah satu perintis olahraga paralayang nasional.
Dengan masuknya paralayang di SEA Games, berarti juga ada kesempatan bagi para atlet Indonesia yang telah menekuni olahraga ini untuk bisa memberi sumbangsih bagi Indonesia melalui perolehan medali.
Tidak tanggung-tanggung, dari cabang olahraga ini tersedia 12 set medali untuk diperebutkan, yakni pada nomor-nomor ketepatan mendarat (Accuration), dan dua nomor lintas alam (cross country) jarak terbuka (open distance) dan jarak terbatas (rise to goal).
Juara-juara pada cabang paralayang SEA Games 2011 yang berlangsung di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, baru akan diketahui setelah seluruh babak selesai pada Selasa (22/11) atau hari terakhir pesta olahraga se-Asia Tenggara tersebut.
Siapa pun juaranya, paralayang telah mengukir sejarah baru di langit Indonesia sebagai olahraga resmi SEA Games.
Paralayang merupakan olahraga yang terbilang baru namun memiliki potensi cukup pesat untuk berkembang di tengah masyarakat Indonesia.
Olahraga paralayang di Indonesia mulai berkembangnya sejak akhir 1989.
Berawal dari perjalanan sejumlah anak-anak pencinta alam, Gendon Subandono, Dudi Arief Wahyudi (Alm), Lody dan David Agustinus Teak.
Sebagai kunci sejarah penerima parasut pertama, Opa menuturkan asal muasal parasut yang mereka gunakan saat mencoba olahraga paralayang.
Tahun 1988 Opa David bersama temannya, Lody, mendapat pekerjaan untuk memandu kru Televisi Canal I milik Prancis yang ingin melakukan ekspedisi di Pulang Seram Maluku.
Selama 1,5 bulan lamanya Opa David dan Lody menjadi pemandu kru televisi Prancis tersebut untuk mengambil dokumentasi di Pulau Seram.
Opa David dan Lody mendapatkan upah seadanya untuk pekerjaan itu, namun orang Prancis tersebut berjanji akan memberikan hadiah kepada mereka berdua.
Janji tersebut dipenuhi oleh kru televisi Canal I tersebut. Opa David dan Lody mendapat kiriman hadiah yang ukurannya cukup besar langsung dari Prancis.
"Isi bingkisan itu satu perahu karet dan satu parasut jenis Drakar," kata Opa.
Sebelumnya Opa David sudah melihat kebiasan para pendaki luar negeri yang melakukan pendakian lalu turun dari gunung dengan menggunakan parasut.
Melihat kebiasaan tersebut Opa David dan Lody tertarik untuk mencobanya.
"Itu parasut standar banget untuk pemula. Jadi kita gunakan alat ini untuk belajar bersama," kata Opa David.
Olahraga ini menjadi sangat cocok bagi mereka bertiga. Sebagai seorang pendaki gunung, dimana mereka sangat menyukai naik gunung dan ingin cepat-cepat turun.
Seiring berjalannya waktu, Lody yang menetap di Yogyakarta berteman dengan Dudi yang juga menyukai terjun gunung bersama rekannya Gendon.
Gendon dan Dudi juga memiliki parasut sendiri dan sudah pernah melakukan terjun gunung di wilayah Parangtritis Yogyakarta.
Waktu terus berputar, pada 1990 Gendon dan Dudi membentuk kelompok terjun gunung Merapi Yogyakarta. Sementara Opa David disibukkan dengan pekerjaan sebagai pemandu yang harus ke luar kota.
Tapi di sela kesibukannya, Opa David masih terus melatih kemampuannya terbang dengan parasut.
"Sedikit banyak kita sudah tahu tentang olahraga terbang dengan parasut seperti terjun payung dan olahraga terjun gunung, kita belajar secara otodidak, belajar dari buku dan keberanian seadanya," kata Opa.
Mereka berlatih secara nomaden, Gendon dan Dudi melatih kemampuan terbangnya di wilayah Yogyakarta dan Opa David pun menjajal keberaniannya untuk mengembangkan di wilayah Jawa Barat.
Hingga suatu saat kecelakaan menimpa Dudi dalam aksi paralayangnya. Ia meninggal dunia 10 Februari 1993.
Kehilangan sahabat terbaik, membuat keduanya semakin tertantang untuk mempelajari paralayang dengan sungguh-sungguh.
"Pada 1993 saya mendapat kesempatan untuk kursus paralayang di Inggris. Saya mendapat sponsor dari Garuda, sedangkan Gendon berangkat ke Prancis dengan biaya sendiri," kata pria asal Kupang ini.
Selama kurang lebih dua bulan di luar negeri, keduanya belajar untuk bisa terbang dengan baik sekaligus untuk mengetahui bagaimana caranya meminimalisir resiko kecelakaan dari olahraga ini.
Sepulang dari luar negeri mereka pun mendirikan organisasi paralayang di Indonesia.
Pada 1992 komunitas paralayang terus bertambah. Sayang pertumbuhan itu tidak diiringi dengan ketersediaan alat.
"Kita lebih banyak memakai dan meminjam alat yang sama untuk latihan. Kita pun mencari cara agar olahraga ini bisa diakui dan mendapat perhatian," kata Gendon.
Usaha mereka berdua tidak sia-sia. Pada 23 Mei 1993 istilah paralayang resmi digunakan untuk olahraga ini. Menggantikan istilah terjun gunung.
Peresmian nama tersebut dilakukan pada 1994 bersamaan masuknya paralayang di bawah naungan Pusat Gantole Indonesia (PGI-red) yang tergabung dalam FASI.
Di tahun 1996 perjuangan dua sekawan terus memperlihatkan hasil setelah paralayang diakui masuk sebagai anggota FASI dan tidak di bawah gantole tapi sudah berdiri sendiri menjadi Pusat Layang Gantung Indonesia (PLGI).
"Pada 2000 ada Munas FASI, disana dinyatakan paralayang menjadi cabang olahraga sendiri terpisah dari gantole," kata Opa David.
Di masa itulah, paralayang direkomendasikan sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan pada Pekan Olah Raga Nasional (PON) ke XV di Malang, Jawa Timur.
Saat itu, Opa dan Gendon menjadi salah satu atlet daerah, Gendon untuk DKI dan Opa untuk Riau.
Pada masa itu, kejuaraan paralayang diikuti 32 atlet dari delapan provinsi yakni Sumbar, Sumsel, DKI Jakarta, Riau, Jabar, Jatim dan Sulsel.
Perkembangan paralayang dalam event olahraga nasional terus berkembang hingga memasuki tahun 2000 paralayang Indonesia mulai menginjakkan kaki di tingkat internasional.
Kedua perintis ini cukup berbangga setelah beberapa atlet paralayang Indonesia mampu masuk dalam daftar rekor dunia.
Olahraga Mahal
Bagi orang awam, olahraga ini mungkin cukup mahal. Jika ingin merasakannya, kita harus siap-siap merogoh kocek sebesar Rp300.000 untuk sekali terbang tandem selama kurang lebih lima menit.
Tidak hanya itu, olahraga yang kini telah memiliki sekolah pembinaan untuk atlet-atlet muda ini pun memiliki jam belajar untuk pemula.
Untuk bisa belajar terbang dengan baik kita harus mengeluarkan uang Rp7 juta selama 10 hari atau 140 kali terbang.
Mahalnya olahraga ini tidak terlepas dari peralatan olahraganya itu sendiri. Satu buah parasut standar harganya berkisar Rp30 juta hingga Rp40 juta.
Mahalnya harga parasut karena parasut tersebut buatan luar negeri sehingga harus diimpor.
"Di Indonesia tergolong murah, untuk bisa mencoba terbang dengan cara tandem hanya Rp300 ribu sekali terbang. Tapi kalau di luar negeri harganya bisa mencapai Rp1 juta lebih," kata Opa.
Makin diminati
Seiring berjalannya waktu, perkembangan paralayang Indonesia terus terlihat. Jumlah atlet paralayang Indonesia cukup banyak, hingga kini dalam kepengurusan FASI tercatat sebanyak 1.000 lebih dan tersebar di seluruh nusantara.
Olahraga paralayang tidak mengenal kasta dan tahta. Siapa pun bisa menjadi atlet paralayang, mulai dari pejabat penting, dokter, pilot, sampai paraboy pun bisa menjadi atlet.
Opa mengatakan, saat ini Indonesia memiliki atlet-atlet yang mantan paraboy. Paraboy adalah sebutan bagi anak-anak yang bertugas sebagai pelipat parasut.
Nanang Sunarya, Dede Supratman, Dede Nisba dan Asep Sunarya yang semula adalah paraboy, telah memiliki kemampuan layang yang bagus sehingga menjadi atlet nasional.
Mereka telah membuktikan skill yang mereka miliki cukup baik di tingkat nasional maupun internasional.
"Kita cukup berbangga pada kejuaran dunia ASEAN Beac Games 2008 di Bali. Indonesia mampu meraih empat dari lima emas yang ada, dan kita berhasil masuk rekor dunia," katanya.
Potensi Paralayang
Sebagai perintis terbentuknya Paralayang di Indonesia, Opa berkeyakinan potensi olahraga terbang ini cukup besar di Indonesia.
Kontur alam dan cuaca yang mendukung di Indonesia menjadikan olahraga ini layak dikembangkan di seluruh nusantara.
"Olahraga ini cukup berpotensi jika dikembangkan untuk objek pariwista," katanya.
Dalam kepengurusan FASI, arena paralayang sudah tersebar di hampir seluruh Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogya dan Sumatera.
"Kini kita sedang pengembangan di Palembang, Sumut, Sumbar dan Riau," katanya.
Menurutnya potensi paralayang di Indonesia jika dikembangkan dan dikelola secara profesional akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.
Salah satu contoh, arena paralayang di Puncak. Telah banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya di olahraga ini.
Sejak olahraga ini hadir, bermunculanlah anak-anak paraboy dan angkot paralayang yang merupakan warga setempat.
"Bisa dibayangkan jika olahraga ini ada di setiap kawasan Indonesia. Masyarakat turut terbantu usahanya. Dan bagi kami, olahraga ini menjadi sumber penghidupan kami," katanya.
Paralayang merupakan anak bungsu dalam kepengurusan FASI. Namun, potensinya mampu menggusur kepopuleran gantole.
Masuknya paralayang dalam SEA Games 2011 membuktikan cabang olahraga ini mulai digemari banyak orang.
Tak ayal, banyak yang dulunya menyukai gantole akhirnya pindah menekuni paralayang.
Salah satu contohnya Elisa Manueke, atlet gantole yang beralih menjadi atlet paralayang.
Elisa memutuskan pindah saat dirinya mendapat tugas dari daerahnya untuk memperkuat tim Paralayang Jawa Tengah.
Sementara itu, manajer Tim Nasional Indonesia pada SEA Games 2011 Gendon Subandono mengatakan, Indonesia ingin mendorong agar olahraga paralayang tetap bisa masuk dalam acara multi event seperti SEA Games.
"Karena paralayang cukup berpotensi untuk dikembangkan. Dan Indonesia memiliki peluang besar untuk meraih prestasi di cabang ini," kata Gendon.
Sebagai tuan rumah, lanjut Gendon, diharapkan paralayang dapat menyumbang prestasi yang mendorong Indonesia meraih juara umum pada SEA Games 2011 ini.
"Kita memiliki atlet yang handal dan berbakat. Kita berharap melalui paralayang dapat mengukuhkan Indonesia meraih juara umum SEA Games," kata Gendon.
Foto: Tagor Siagian