Jakarta (ANTARA) - Isu beredarnya galon palsu merek Le Minerale yang ramai diperbincangkan di media sosial dalam sepekan terakhir diduga terkait dengan persaingan bisnis di industri air minum dalam kemasan (AMDK), menurut pengamat komunikasi dan media digital.
Koordinator Riset Satgas Anti Hoaks Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara, Algooth Putranto, menyebut unggahan-unggahan yang menyerang Le Minerale terindikasi sebagai bagian dari kampanye hitam atau black campaign.
"Saya mengamati banjir posting di media sosial yang mengesankan adanya black campaign terhadap brand Le Minerale. Motifnya bisa jadi persaingan bisnis di antara pelaku usaha AMDK," kata Algooth saat dihubungi di Jakarta, Minggu (1/6).
Menurut dia, unggahan tersebut tersebar luas di platform seperti Instagram, TikTok, dan X, yang secara serempak menyebut dugaan peredaran galon palsu Le Minerale di wilayah Bekasi. Ia menyatakan ada ratusan akun yang terlibat secara terkoordinasi dalam narasi ini.
Padahal, merujuk pada keterangan kepolisian, kasus yang ditangani merupakan dugaan penyalahgunaan izin oleh pemilik depot air minum isi ulang. Dalam penggerebekan, polisi menyita sejumlah barang bukti seperti galon dan tutup dari berbagai merek air kemasan, termasuk Le Minerale dan Aqua.
"Barang bukti kasus ini mencakup galon dan segel sejumlah brand AMDK ternama, tapi yang diributkan kawanan buzzer itu hanya Le Minerale. Ini aneh," ujarnya.
Algooth juga menyoroti kesamaan narasi dalam pemberitaan yang menyudutkan Le Minerale, yang menurutnya mencurigakan dari sisi analisis semiotika karena isi beritanya cenderung seragam.
Sebelumnya, dalam konferensi pers pada Jumat (23/5), Kepolisian Resor Metro Bekasi mengumumkan penetapan tersangka terhadap seorang pria berinisial SST (40), pemilik usaha depot air minum curah yang diduga menjual produk air tidak sesuai standar keamanan.
Kapolres Metro Bekasi Komisaris Mustofa menyampaikan bahwa tersangka memproses air tanah mentah sehingga menyerupai air galon bermerek, yang dinilai sebagai bentuk penipuan terhadap konsumen.
Pelaku dijerat Pasal 8 ayat (1) huruf a, d, dan e juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 140 juncto Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Pengamat hukum dan perlindungan konsumen, Fendy Ariyanto, menilai bahwa aspek hukum utama dalam kasus ini adalah pelanggaran izin usaha dan standar keamanan produk.
“Pasal yang digunakan lebih menekankan pada perlindungan konsumen dan keamanan pangan, bukan pelanggaran merek. Bila terbukti, pelaku dapat dijatuhi sanksi pidana karena menyesatkan konsumen,” ujarnya, Sabtu (31/5).
Hasil penelusuran di lapangan menunjukkan bahwa depot tersebut beroperasi di sebuah ruko kontrakan di Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi. Ketua RT setempat, Empud (55), mengaku sempat menanyakan usaha tersebut, dan pemiliknya mengaku sebagai pengelola depot isi ulang.
Sementara itu, warga sekitar menyebut galon isi ulang dari depot tersebut pernah dijual ke para pekerja bangunan dan sopir truk di sekitar wilayah Burangkeng. Namun sebagian warga menyatakan jarang mengisi ulang air di tempat tersebut.
Isu galon palsu muncul di media sosial, pakar duga ada persaingan bisnis
Senin, 2 Juni 2025 20:24 WIB

Kapolres Metro Bekasi Komisaris Pol. Mustofa memeriksa tutup palsu galon hasil pengungkapan pemalsu air siap minum di Mapolres Metro Bekasi, Jumat. (ANTARA/Pradita Kurniawan Syah)