Sampit (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menyebut hampir setiap hari menerima laporan dari warga terkait kemunculan buaya.
“Laporan kemunculan buaya dalam satu minggu terakhir hampir setiap hari kami terima. Utamanya, satwa itu muncul untuk mencari makan,” kata Komandan BKSDA Resor Sampit Muriansyah di Sampit, Rabu.
Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan perilaku pada satwa tersebut. Jika dulu buaya sering muncul pada periode tertentu, seperti pergantian musim yang identik dengan masa kawin dan bertelur buaya, tetapi sekarang tidak lagi demikian.
Muriansyah menjelaskan, kondisi tersebut berkaitan dengan kerusakan habitat yang berdampak pada berkurangnya pakan alami buaya, seperti ikan, babi, monyet, lutung, bekantan, rusa dan lainnya.
Pakan alami yang sulit didapat mendorong buaya dengan insting mencari makan atau mangsa berpindah ke daerah baru, termasuk perairan di kawasan permukiman, sehingga tak heran kemunculan buaya yang terlihat oleh manusia pun menjadi lebih sering.
Baca juga: BKSDA Sampit evakuasi seekor lutung yang tersengat listrik
Baca juga: Lagi, Buaya terkam nenek di Sampit hingga tangannya putus
Apalagi, ada beberapa perilaku manusia yang dapat mengundang kedatangan buaya dan hal itu masih sering dilakukan, seperti memelihara ternak di sekitar sungai, membuang bangkai ke sungai, dan membuang sampah rumah tangga ke sungai yang mengundang satwa seperti biawak dan kera yang menjadi pakan alami buaya.
“Musim kawin itu memang salah satu faktor, tapi faktor utama kemunculan buaya di perairan di permukiman itu adalah mencari makan. Makanya, dalam banyak kesempatan kami mengimbau masyarakat untuk menghindari tindakan yang bisa mengundang kedatangan buaya,” jelasnya.
Ia melanjutkan, dalam sepekan terakhir pihaknya menerima sejumlah laporan kemunculan buaya di perairan Sungai Mentaya Kecamatan Teluk Sampit, Pulau Hanaut, Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Seranau, Kota Besi, dan Cempaga.
Sementara itu, berdasarkan data pihaknya sejak 2010 hingga April 2025 tercatat ada 52 kasus konflik antara buaya dan manusia yang terjadi di Kotim. Sembilan korban di antaranya meninggal dunia, sedangkan yang lainnya mengalami luka ringan hingga berat.
Ia menyadari masih banyak masyarakat di Kotim yang bergantung pada sungai untuk aktivitas sehari-hari, seperti mencuci, mandi, kakus hingga mencari ikan. Untuk itu, tidak mungkin sepenuhnya melarang masyarakat untuk turun ke sungai.
Namun, dengan meningkatnya kemunculan buaya di perairan sekitar permukiman, ia mengimbau masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas di sungai, terutama pada malam hari atau kondisi gelap.