Nusa Dua, Bali, 15/11 (ANTARA) - Upaya Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) "mematri damai" di Laut China Selatan yang rawan konflik karena adanya klaim tumpang-tindih oleh enam negara terhadap kawasan yang diyakini kaya minyak itu terus berlanjut.
Bahkan, Kelompok Kerja Pejabat Senior ASEAN untuk masalah Kode Prilaku Regional Para Pihak di Laut China Selatan (WG ASEAN SOM on CoC) telah pun melakukan pertemuan pertamanya guna membahas proses penyusunan CoC di Bali, Minggu (13/11).
Pertemuan kelompok kerja SOM ASEAN tentang CoC ini agaknya merupakan tindak lanjut dari keberhasilan ASEAN dan China menyepakati apa yang disebut "Panduan Penerapan Deklarasi Prilaku Para Pihak di Laut China Selatan" di Bali Juli 2011.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua ASEAN 2011 dalam pidatonya di depan para delegasi ASEAN dan China di Bali Juli lalu itu juga mengingatkan perlunya segera mengidentifikasi elemen-elemen CoC itu sendiri.
"Semua pihak harus bergerak ke fase berikutnya, yakni mengidentifikasi elemen-elemen CoC," kata Presiden Yudhoyono ketika itu.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) sebagai rangkaian dari kegiatan KTT ke-19 ASEAN hari Minggu (13/11) itu, para pejabat senior itu membahas apa dan bagaimana proses penyusunan CoC tersebut.
Menurut Direktur Politik dan Keamanan ASEAN Kementerian Luar Negeri Ade Padmo Sarwono seusai pertemuan kelompok kerja Laut China Selatan yang berlangsung tertutup di ruang Kintamani 6 BNDCC itu, pertemuan tersebut baru sekadar "brainstorming".
Para wakil Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Kamboja, Myanmar dan Vietnam yang bertemu itu baru sekadar bertukar fikiran dan belum sampai menyinggung soal "proyek" atau pun hal-hal teknis dalam CoC, katanya.
Terlepas dari bagaimana hasil pembahasan akhir WG ASEAN SOM on CoC ini, keberhasilan menyusun kode prilaku bagi para pihak di kawasan laut dengan gugus Kepulauan Paracel dan Spratly yang diyakini kaya sumber alam ini agaknya dinanti banyak negara.
Pada Juli lalu, ASEAN dan China sendiri telah pun menyepakati "Panduan Penerapan Deklarasi Prilaku Para Pihak di Laut China Selatan".
Kesepakatan yang ASEAN dan China dalam pertemuan di Bali Juli 2011 itu dilukiskan Wakil Menteri Luar Negeri Vietnam, Pham Guang Vinh, sebagai "awal yang penting dan baik" bagi semua pihak yang terlibat.
"Ini adalah awal yang penting dan baik bagi kami untuk bekerja bersama melanjutkan dialog dan kerja sama guna lebih mendorong stabilitas dan kepercayaan di kawasan," kata Vinh seperti dikutip situs resmi ASEAN.
Wakil Menlu China Liu Zhenmin juga mengungkapkan sentimen positif yang senada dengan mitranya dari Vietnam, negara yang ikut mengklaim kedaulatan atas wilayah Laut China Selatan di samping China, Taiwan, Malaysia, Brunei Darussalam dan Filipina, ini.
Liu Zhenmin mengatakan, dokumen kesepakatan itu merupakan tonggak penting bagi kerja sama negaranya dengan ASEAN dan "kami (China) memiliki masa depan yang cerah dan kami pun menanti kerja sama mendatang."
Harapan awal
Kemajuan yang dicapai ASEAN dan China Juli 2011 itu agaknya memunculkan harapan awal bagi terwujudnya resolusi damai di kawasan rawan konflik tersebut sembilan tahun setelah disetujuinya Deklarasi Kamboja pada 4 November 2002.
Deklarasi tentang Prilaku Para Pihak di Laut China Selatan yang ditandatangani Utusan Khusus dan Wakil Menlu China Wang Yi dan para Menlu dari 10 negara anggota ASEAN di Kamboja tahun 2002 itu sendiri menegaskan komitmen kedua pihak.
Deklarasi Kamboja tersebut antara lain memuat komitmen para pihak untuk menyelesaikan berbagai sengketa kawasan dan yurisdiksi antarnegara secara damai tanpa ancaman maupun "penggunaan kekuatan" (militer) berdasarkan prinsip hukum internasional.
Deklarasi 2002 itu juga membuka peluang bagi terbangunnya kerja sama dalam berbagai kegiatan, seperti pemeliharaan lingkungan bahari, riset kelautan, keselamatan navigasi dan komunikasi di laut serta operasi pencarian dan penyelamatan.
Para pihak yang berkepentingan dengan Laut China Selatan itu pun dimungkinkan bekerja sama dalam memerangi kejahatan lintas-batas, seperti perdagangan narkoba, pembajakan, perompakan bersenjata, dan perdagangan senjata ilegal.
Dalam Deklarasi Kamboja sembilan tahun lalu itu juga ditegaskan pentingnya pengadopsian "kode prilaku di Laut China Selatan" bagi mendukung upaya memelihara perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Kembali ke persoalan kesepakatan ASEAN-China tentang "Panduan Penerapan Deklarasi Prilaku Para Pihak di Laut China Selatan" di Bali Juli lalu itu, sejumlah pihak melihatnya sebagai langkah awal yang memunculkan harapan sekaligus pekerjaan rumah lanjutan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua ASEAN 2011 telah mengingatkan perlunya segera mengidentifikasi elemen-elemen CoC tersebut.
Kemajuan yang dibuat ASEAN dan China di Bali Juli 2011 itu disambut banyak negara yang berkepentingan langsung dengan stabilitas dan perdamaian di Laut China Selatan, termasuk Amerika Serikat (AS).
Bagi AS, terpeliharanya perdamaian dan stabilitas, kebebasan navigasi, akses terbuka terhadap wilayah maritim Asia, dan penghormatan terhadap hukum internasional di Laut China Selatan merupakan bagian dari kepentingan nasionalnya.
"Kami menentang ancaman maupun penggunaan kekuatan oleh pihak pengklaim manapun di Laut China Selatan untuk mendukung klaimnya atau pengaruhnya dengan kegiatan ekonomi resmi," kata Menlu Hillary Clinton dalam satu pernyataan 22 Juli lalu.
Menurut Menlu AS itu, kesepakatan ASEAN-China tentang implementasi panduan untuk memfasilitasi langkah-langkah pembangunan kepercayaan dan "proyek-proyek bersama" di kawasan yang diperkirakan Beijing mengandung cadangan minyak sebesar 213 miliar barel itu merupakan langkah awal bagi tersusunnya kode prilaku (CoC).
Pencapaian yang disebut Menlu Hillary Clinton sebagai "langkah awal penting menuju tercapainya CoC" itu juga membuktikan bahwa kemajuan bisa dicapai lewat dialog dan diplomasi multilateral."Kami (AS) menanti kemajuan berikutnya," katanya.
Pembahasan tentang apa dan bagaimana "kode prilaku" bagi para pihak di Laut China Selatan itu sudah diawali WG ASEAN SOM on CoC dalam pertemuan pertama mereka yang menjadi rangkaian kegiatan KTT ke-19 ASEAN dan KTT ke-enam Asia Timur di Bali ini.
Perjalanan waktu yang agaknya mengantar langkah awal "mematri damai" di kawasan rawan konflik Laut China Selatan dari KTT ke-19 ASEAN di Bali itu menuju perumusan CoC yang dapat diterima baik ASEAN dan China.
KTT ASEAN "Mematri Damai" Di Laut China Selatan Oleh Rahmad Nasution
Selasa, 15 November 2011 16:57 WIB
ktt-asean-mematri-damai-di-laut-china-selatan-oleh-rahmad-nasution