Jakarta (ANTARA) - Mengapa disebut jilid 1? Karena besar kemungkinan akan ada jilid 2 dan seterusnya.
Begitulah tampaknya dalam berbagai obrolan mengenai kinerja pemerintahan Kabinet Merah Putih pimpinan Presiden Prabowo Subianto periode 2024-2029.
Presiden pun telah berkali-kali mewanti-wanti bila ada jajarannya di birokrasi yang ndableg, apalagi tersangkut korupsi, maling, pasti dicopot.
Reshuffle atau perombakan kabinet kerap menjadi momentum menarik untuk didiskusikan.
Perubahan susunan kabinet atau pergantian menteri dapat dimaknai sebagai bagian dari dinamika politik, respons terhadap tantangan yang berkembang, atau koreksi atas kebijakan yang berjalan kurang optimal.
Di luar hak prerogatif Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, sebenarnya masih teka-teki mengapa Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengundurkan diri setelah hanya seumur jagung atau sekitar empat bulan sejak dilantik Oktober tahun lalu, dan pelantikam menteri penggantinya yang cepat dilakukan.
Baca juga: "Reshuffle" kabinet merupakan hak prerogratif presiden
Namun dilihat dari empat bulan dia memimpin Kementerian baru itu, sudah diterpa isu sensitif berupa tunjangan kinerja dosen aparatur sipil negara yang belum dibayarkan sejak beberapa tahun terakhir ini.
Bukan berarti Satrio tidak berupaya menyelesaikan masalah itu, namun terjadi guncangan pula dari para pegawai di kementeriannya ketika ada pemecatan sepihak sehingga didemonstrasi pegawainya.
Satryo Soemantri Brodjonegoro menyampaikan dirinya mengundurkan diri dari jabatan yang dipegangnya saat ini.
Itu pun yang terjadi saat Presiden Prabowo mengganti Satryo Soemantri Brodjonegoro dan mengangkat Brian Yuliarto sebagai penggantinya.
Ini tentu menimbulkan berbagai reaksi. Meski masyarakat sudah mulai terbiasa dengan pergantian serupa mengingat reshuffle kerap juga dilakukan pada pemerintah yang telah lampau-lampau.
Namun, alih-alih melihatnya sebagai tindakan mendadak atau kontroversial, hal ini bisa dipandang sebagai langkah strategis yang dilakukan pada saat yang tepat.
Meskipun juga Satryo Soemantri Brodjonegoro sempat mengaku bahwa reshuffle dilakukan setelah ia menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya itu.
Memang dalam konteks pemerintahan yang efektif, seorang menteri tidak hanya bertugas menjalankan kebijakan, tetapi juga harus mampu mengomunikasikan dan menerjemahkan visi presiden dengan baik.
Syahganda Nainggolan dari Lembaga Kajian Sabang Merauke Circle berpendapat, pergantian menteri yang dilakukan oleh Presiden Prabowo sudah tepat waktu.
Selain untuk memperkuat dan mendisiplinkan pemerintahan, reshuffle kabinet juga berfungsi untuk meningkatkan kinerja, efektivitas dan efisiensi pemerintahan.
Syahganda menilai ketidaksepahaman dalam komunikasi kebijakan dapat memicu resistensi dari publik, seperti yang terjadi dalam kasus kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal), pemotongan beasiswa, dan dampak pada tunjangan kinerja dosen.
Dalam hal ini, ia menilai ada yang belum selaras dalam penyampaian esensi dari refocusing anggaran yang dilakukan pemerintah sehingga reshuffle perlu dilakukan.
Syahganda berpendapat Presiden Prabowo masih perlu lebih banyak lagi menjelaskan ide-ide pembangunannya kepada publik sehingga diperlukan jajaran menteri di kabinet yang mampu menjabarkan apa yang dimaui Presiden.
Menurut dia, konsolidasi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan berorientasi rakyat saat ini berlangsung intensif.
Prabowo tampak sempat menghadapi kesulitan dalam menjelaskan ide-ide besarnya kepada kelas menengah, seperti mahasiswa. Sehingga, dia membutuhkan menteri yang kompatibel pada arus yang deras.
Ketika kebijakan tidak dikomunikasikan dengan baik, dampak yang timbul bisa menjadi eskalatif, seperti unjuk rasa mahasiswa yang akhirnya mengkritik pemerintah secara luas.
Dikurangi?
Pada Rabu 12 Februari lalu, ada pernyataan dari Satryo bahwa sejumlah anggaran beasiswa yang dikelola Kemdiktisaintek berpotensi dikurangi menyusul adanya imbauan efisiensi anggaran pemerintah.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Rabu (12/2) Satryo Soemantri Brodjonegoro memaparkan sejumlah anggaran beasiswa yang dipangkas, di antaranya adalah beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik), beasiswa Kerja Sama Negara Berkembang (KNB), serta beasiswa dosen dan tenaga kependidikan.
"Beasiswa ada KIP kuliah, pagu awalnya Rp14,698 triliun, kemudian efisiensi oleh Ditjen Anggaran (Kemenkeu) sebesar Rp1,31 triliun, (besarnya) 9 persen. Kami usulkan kembali supaya tetap pada pagu semula, yaitu Rp14,698 triliun, karena ini termasuk kategori yang tidak kena efisiensi," kata Satryo.
Kemudian, pada program BPI dan Beasiswa Adik, Satryo menjelaskan efisiensi anggarannya sebesar 10 persen dari pagu awal sejumlah masing-masing Rp194 miliar dan Rp213 miliar.
Adapun pada Beasiswa KNB serta dosen dan tenaga kependidikan, lanjut dia, efisiensi anggarannya sebesar 25 persen dari pagu awal sejumlah masing-masing Rp85 miliar dan Rp236 miliar.
Komponen anggaran yang sama juga mencantumkan terkait gaji dan tunjangan pegawai, serta tunjangan dosen non-PNS.
Untuk tunjangan dosen non-PNS, ungkap Satryo, terdapat efisiensi sebesar 25 persen dari total Rp2,7 triliun. Namun demikian, tidak terdapat pemangkasan dalam hal gaji dan tunjangan pegawai.
Terkait hal ini, Menteri Satryo mengatakan pihaknya mengupayakan agar efisiensi anggaran dalam bidang ini dinolkan, karena dinilai krusial.
"Kami usulkan ini tidak terkena efisiensi, maka kami usulkan kembali supaya tidak ada efisiensi, sehingga pemotongannya itu nol persen," ujarnya.
Satryo juga mengingatkan kepada Komisi X DPR RI untuk memasukkan tunjangan kinerja (tukin) dosen ASN sebesar Rp2,5 triliun ke dalam rencana anggaran tambahan, sebab hal ini sudah mendapatkan lampu hijau dari Kementerian Keuangan.
"Sehingga untuk komponen ini, gaji, tunjangan, dan beasiswa, itu pagu yang kami usulkan yaitu pagu semula sebesar Rp31,645 triliun," ucap Satryo.
Secara keseluruhan, Menteri Satryo mengungkapkan efisiensi anggaran Kemdiktisaintek yang diajukan oleh Kementerian Keuangan berjumlah Rp14,3 triliun.
Namun demikian, Kemdiktisaintek mengupayakan agar efisiensi anggaran hanya sebesar Rp6,78 triliun agar kegiatan di lingkup Kemdiktisaintek tetap berjalan lancar.
"Dengan posisi ini saya berharap bapak ibu Komisi X bisa memperjuangkan supaya pemotongan tidak Rp14,3 triliun tetapi menjadi hanya Rp6,78 triliun," tutur Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Prof Satryo juga menyebutkan terdapat kemungkinan terjadinya kenaikan uang kuliah yang ditimbulkan dari efisiensi anggaran pemerintah.
Dua hari kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani di parlemen memastikan tak ada pengurangan beasiswa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa tidak akan ada pemotongan dan pengurangan anggaran beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah Tahun Anggaran 2025.
“Mengenai berita munculnya Kartu Indonesia Pintar (KIP), kami tegaskan beasiswa KIP tidak dilakukan pemotongan atau pengurangan,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (14/2).
Ia menjelaskan saat ini jumlah penerima beasiswa KIP Kuliah untuk Tahun Anggaran 2025 adalah 1.040.192 mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah dengan nilai total 14,70 triliun.
“Anggaran itu tidak terkena pemotongan dan kurangi,” ujar Sri Mulyani
Ia memastikan bahwa para mahasiswa yang menerima KIP Kuliah dapat meneruskan program belajar seperti biasanya.
Ia melanjutkan, beasiswa lain yang sedang berjalan saat ini, di antaranya sebanyak 40.030 beasiswa penerima Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kemendikti-Saintek.
Pada Rabu pagi tadi, Satryo sebenarnya mengeluarkan pernyataan pers tertulis dari kementeriannya.
Satryo Soemantri Brodjonegoro memastikan efisiensi anggaran pemerintah tidak akan mengganggu anggaran beasiswa seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah.
"Pendidikan adalah hak semua warga negara, tidak ada pemotongan alokasi anggaran pendidikan tinggi untuk beasiswa dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah," kata Menteri Satryo melalui keterangan di Jakarta, Rabu.
Mendiktisaintek menegaskan efisiensi anggaran tidak mengganggu anggaran untuk pendidikan tinggi, sehingga hal ini tidak akan berdampak kepada kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
"Dalam melakukan efisiensi tidak ada pemotongan anggaran pendidikan tinggi untuk beasiswa dan KIP Kuliah, sehingga UKT tidak naik," ucap Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Bila demikian adanya, maka teka-teki mengapa Satryo mengundurkan diri dan cepat dilantik penggantinya ya memang begitu adanya.
Pelajaran berharga
Belajar dari reshuffle ini, ada pelajaran berharga bagi para pejabat publik, khususnya dalam mengelola komunikasi kebijakan.
Pemerintah bukan hanya perlu membuat kebijakan yang pro-rakyat, tetapi juga harus memastikan bahwa kebijakan tersebut diterima dengan baik oleh masyarakat.
Sebagai contoh, pada masa pemerintahan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani berupaya mengelola berbagai kebijakan fiskal yang menantang, seperti pengurangan subsidi energi, dengan pendekatan komunikasi yang strategis.
Ia menggunakan pendekatan berbasis data dan secara aktif berdialog dengan berbagai pihak untuk membangun pemahaman yang lebih baik.
Dengan komunikasi yang efektif, kebijakan yang pada awalnya berpotensi menimbulkan resistensi pada akhirnya dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat.
Belajar dari negara lain, pada 13 Februari 2020, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, merombak kabinetnya secara signifikan untuk kesempatan pertama sejak pemilihan umum Desember 2019.
Perombakan ini dianggap sebagai upaya Johnson untuk memusatkan kekuasaan di Downing Street dan memastikan bahwa kabinetnya sejalan dengan visinya pasca-Brexit.
Secara keseluruhan, reshuffle kabinet 2020 di bawah kepemimpinan Boris Johnson menandai fase baru dalam pemerintahannya, dengan penekanan pada loyalitas dan keselarasan visi di antara anggota kabinet.
Sebagai bagian dari refleksi atas reshuffle ini,
Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dalam perumusan dan implementasi kebijakan.
Ketika kebijakan dirancang dengan pendekatan partisipatif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, penerimaan masyarakat akan lebih baik.
Kemudian, strategi komunikasi juga harus lebih adaptif terhadap perubahan zaman. Dengan meningkatnya peran media baru termasuk media sosial dalam membentuk opini publik, pemerintah perlu memanfaatkan kanal digital secara optimal untuk menyampaikan pesan-pesan kebijakan dengan cara yang lebih mudah dipahami dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Selain itu, reshuffle ini juga menjadi momentum bagi Presiden Prabowo untuk semakin memperkuat konsolidasi pemerintahannya.
Dalam beberapa bulan pertama kepemimpinannya, ia masih menghadapi tantangan dalam menyampaikan gagasan-gagasan besar kepada kelompok kelas menengah, termasuk mahasiswa dan akademisi.
Oleh karena itu, pemilihan menteri yang tidak hanya kompeten dalam bidangnya, tetapi juga memiliki kapasitas komunikasi yang kuat, menjadi aspek yang sangat penting.
Seorang menteri yang baik bukan hanya mereka yang memiliki pemahaman teknis yang kuat, tetapi juga yang mampu menjembatani kebijakan dengan kebutuhan masyarakat.
Dalam sejarah pemerintahan Indonesia, ada banyak contoh menteri yang berhasil menjalankan tugasnya dengan baik karena kemampuan komunikasi yang mumpuni.
Beberapa menteri dalam masa jabatannya mampu membangun kedekatan emosional dengan masyarakat melalui aksi-aksi nyata di lapangan sesuai dengan peran kementerian dan visi pemimpin. Pendekatan seperti inilah yang seharusnya menjadi perhatian bagi setiap menteri dalam kabinet.
Dengan adanya reshuffle ini, publik juga diharapkan tidak sekadar melihatnya sebagai peristiwa politik semata, tetapi lebih jauh, sebagai bagian dari proses penyempurnaan tata kelola pemerintahan.
Baca juga: Brian Yuliarto dan di balik pengunduran diri Satryo
Baca juga: Ini profil Brian Yuliarto, peraih Habibie Prize yang jadi Mendiktisaintek