Jakarta (ANTARA) - Literasi dan inklusi keuangan adalah dua komponen penting dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Literasi keuangan mengacu pada pemahaman dan pengetahuan individu tentang produk dan layanan keuangan, sementara inklusi keuangan berkaitan dengan akses dan penggunaan layanan keuangan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Di Indonesia, meskipun telah terjadi peningkatan dalam kedua aspek ini, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai inklusi keuangan yang menyeluruh.
Ketika masyarakat memiliki tingkat literasi keuangan yang baik, mereka cenderung memiliki kebiasaan menabung dan berinvestasi yang lebih baik. Hal ini berkontribusi pada stabilitas ekonomi nasional karena mengurangi ketergantungan pada utang dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi krisis ekonomi.
Dengan meningkatkan literasi keuangan, masyarakat dapat lebih kritis dalam mengevaluasi tawaran keuangan dan menghindari jebakan yang dapat merugikan mereka secara finansial
Pemerintah Indonesia menargetkan inklusi keuangan sebesar 90 persen pada tahun 2025 dan 98 persen pada tahun 2045. Upaya ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya literasi dan inklusi keuangan akan mempercepat pencapaian target ini.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), indeks literasi keuangan penduduk Indonesia mencapai 65,43 persen, sementara indeks inklusi keuangan berada pada angka 75,02 persen.
Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan dibandingkan survei sebelumnya pada tahun 2022, di mana indeks literasi keuangan tercatat sebesar 49,68 persen.
Namun, meskipun terjadi peningkatan dalam literasi keuangan, terdapat penurunan pada indeks inklusi keuangan dari 85,10 persen pada tahun 2022 menjadi 75,02 persen pada tahun 2024. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan meningkat, akses dan penggunaan layanan keuangan masih memerlukan perhatian khusus. Untuk mengatasi tantangan ini, OJK dan BPS berencana menyelenggarakan SNLIK 2025 dengan target mencapai tingkat inklusi keuangan sebesar 90 persen.
Secara keseluruhan, meskipun terdapat tantangan dalam meningkatkan inklusi keuangan, upaya kolaboratif antara pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Faktor lain yang mempengaruhi adalah perbedaan tingkat literasi dan inklusi keuangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan, serta antara kelompok gender. Misalnya, pada tahun 2022, indeks literasi keuangan perempuan mencapai 50,33 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang sebesar 49,05 persen. Namun, indeks inklusi keuangan laki-laki lebih tinggi, yaitu 86,28 persen, dibandingkan perempuan yang sebesar 83,88 persen.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan strategi komprehensif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi
Baca juga: OJK perkuat komitmen tingkatkan literasi keuangan
Baca juga: Jatim minta masyarakat waspadai keuangan digital ilegal