Jakarta (ANTARA) - Penghentian pasokan gas Rusia melalui Ukraina per 1 Januari 2025 menandai babak baru dalam lanskap energi dan geopolitik Eropa.
Peristiwa ini terjadi setelah berakhirnya perjanjian transit lima tahun antara Moskow dan Kiev. Sebelumnya, setiap tahun memungkinkan pengangkutan 40 miliar meter kubik gas Rusia melalui Ukraina.
Keputusan Ukraina untuk tidak memperpanjang kesepakatan itu, yang dianggap sebagai langkah untuk melindungi kepentingan keamanan nasional, membawa dampak besar bagi Rusia dan Uni Eropa.
Selama beberapa dasawarsa, Rusia menjadi pemasok utama gas alam bagi Eropa, memenuhi sekitar 35 persen kebutuhan energi benua itu pada puncaknya.
Namun, angka tersebut terus turun seiring dengan eskalasi konflik antara Rusia dan Ukraina sejak pencaplokan Krimea pada 2014, yang semakin diperburuk oleh perang skala penuh Moskow dan Kiev pada Februari 2022.
Menjelang akhir 2024, pangsa pasar Rusia di Eropa turun drastis menjadi sekitar delapan persen.
Kendati belum ada pernyataan resmi dari Kremlin, kehilangan transit gas melalui Ukraina merupakan pukulan telak bagi Rusia. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut penghentian ini sebagai salah satu kekalahan terbesar Moskow.
Ketika Vladimir Putin pertama kali menjabat sebagai Presiden Rusia lebih dari 25 tahun lalu, transit gas tahunan melalui Ukraina mencapai lebih dari 130 miliar meter kubik. Kini, angka tersebut menjadi nol.
Dampak geopolitik dan ekonomi
Di sisi lain, penghentian ini juga memberikan tantangan besar bagi Uni Eropa, terutama negara-negara yang sebelumnya sangat bergantung pada gas Rusia, seperti Slovakia, Austria, Italia, dan Republik Ceko.
Perdana Menteri Slovakia, Robert Fico menyatakan bahwa penghentian transit gas ini memiliki dampak drastis bagi Uni Eropa, bukan hanya untuk Rusia.
Bahkan anggota Parlemen Eropa, Lubos Blaha menyatakan Slovakia tidak boleh mendukung upaya Ukraina untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) maupun Uni Eropa setelah Kiev secara sepihak menghentikan transit gas melalui negara tersebut.
"Saya percaya sudah jelas bahwa Slovakia tidak akan pernah mendukung keanggotaan Ukraina di NATO maupun Uni Eropa. Sebuah negara yang secara ekonomi merugikan Slovakia dan seluruh Uni Eropa serta membuat keputusan dengan cara yang arogan, dan tanpa mempertimbangkan pihak lain tidak memiliki tempat di Uni Eropa," kata Blaha menambahkan.
Blaha juga menegaskan Slovakia telah berbuat banyak untuk Ukraina, termasuk memberikan bantuan kemanusiaan dan membantu para migran.
"Kami tidak meminta apa pun dari Ukraina, hanya agar mereka mempertimbangkan kepentingan ekonomi kami dan tidak memutus pasokan gas kepada kami," tambahnya.
Selain itu, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban juga menyatakan penolakan Uni Eropa terhadap gas alam Rusia telah membahayakan pertumbuhan ekonomi blok tersebut, sehingga memaksa Uni Eropa untuk fokus pada infrastruktur energi mereka sendiri.
"Produktivitas Uni Eropa tumbuh dengan laju yang lebih lambat dibandingkan pesaing kami, dan pangsa kami dalam perdagangan global terus menurun," kata Orban dalam suatu sidang pleno Parlemen Eropa awal Oktober 2024.
"Perusahaan-perusahaan Uni Eropa membayar dua hingga tiga kali lebih banyak untuk harga energi dibandingkan dengan Amerika Serikat, dan ini mencapai empat hingga lima kali lebih tinggi untuk gas alam," ucap Orban lagi.
"Mengurangi ketergantungan pada energi Rusia telah mengancam pertumbuhan PDB Uni Eropa, dan sekarang kami perlu fokus pada dukungan energi serta membangun infrastruktur untuk gas alam cair (LNG)," papar Orban menuntaskan pernyataannya.
Penghentian pasokan gas melalui Ukraina tidak hanya menimbulkan dampak ekonomi pada Rusia tetapi juga memukul Ukraina yang kehilangan pendapatan dari biaya transit gas. Diperkirakan, Ukraina kehilangan ratusan juta dolar per tahun akibat penghentian tersebut.
Selain itu, langkah ini menambah ketegangan geopolitik antara Rusia dan Uni Eropa. Hubungan antara kedua pihak telah memburuk sejak aneksasi Krimea oleh Rusia pada 2014 dan semakin diperburuk oleh perang yang masih berlangsung di Ukraina hingga saat ini.
Penghentian pasokan gas ini menciptakan lanskap geopolitik dan energi yang semakin kompleks di Eropa.