Jakarta, (Antara Megapolitan) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) akan hadir dalam pertemuan tingkat tinggi terkait perkembangan sektor kelapa sawit Indonesia dalam forum resmi di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat.
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono dijadwalkan menjadi pembicara pada 6 September 2017 untuk menjelaskan sikap dan posisi dunia usaha terkait isu-isu keberlanjutan di sektor pendulang devisa negara terbesar tersebut.
"Selain berbicara secara resmi di PBB, kami juga akan melakukan sejumlah informal meeting dengan para pemangku kepentingan selama kunjungan ke Amerika Serikat ini," kata Joko melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu.
Kehadiran Gapki dalam pertemuan tingkat tinggi di PBB ini adalah atas undangan Program Pembangunan PBB (UNDP) yang menggagas diskusi tentang isu keberlanjutan di sejumlah sektor ekonomi di negara berkembang.
Selain Gapki, UNDP juga mengundang perwakilan pemerintah Republik Indonesia dalam forum tersebut. Selain Indonesia, juga ada perwakilan pemerintah dan dunia usaha dari Brazil dan Liberia.
.
Joko mengatakan dengan sumbangan devisa mencapai 18,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp240 triliun, kelapa sawit menjadi sektor strategis Indonesia. Selain itu, sektor kelapa sawit menyerap lebih dari lima juta tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah-wilayah pinggiran.
"Kami setuju bahwa tata kelola perkebunan kelapa sawit harus berkelanjutan. Di sinilah kita duduk bersama di PBB ini, seperti apa keberlanjutan sektor kelapa sawit yang ingin kita capai bersama," ungkapnya.
Terkait kebakaran lahan, Joko menegaskan koordinasi telah dilakukan oleh pemerintah dan dunia sepanjang tahun ini. Hasilnya, tidak ada lagi laporan adanya titik api dari dalam konsesi perusahaan. Seluruh anggota Gapki juga ikut membantu memadamkan api di luar konsesi perusahaan.
Selama ini, negara-negara Uni Eropa dan Amerika menyoroti tata kelola perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Namun, permintaan minyak sawit dari kedua wilayah tersebut terus meningkat. Pada semester I tahun 2017, ekspor ke Uni Eropa mencapai 2,7 juta ton atau meningkat 42 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,9 juta ton.