Jakarta (ANTARA) - Dewan Pimpinan Nasional Jamkeswatch KSPI yang selama ini keras mengkritisi tentang Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2024 khususnya tentang Pengaturan Kelas Rawat Inap Standar dan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional selama 6 bulan bagi pekerja yang di PHK sepihak oleh perusahaan, melakukan audiensi dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pada Selasa, 6 Agustus 2024.
Dalam pertemuan tersebut Jamkeswatch meminta penjelasan kepada Ketua dan jajaran Pimpinan DJSN RI tentang Kelas Rawat Inap Standar yang saat ini sedang di ujicobakan dibeberapa Rumah Sakit hingga berlaku secara serentak akhir Juni 2025 diseluruh Indonesia dan juga tentang Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional bagi pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dari Perusahaan, yang selama ini langsung dihentikan iurannya oleh Pengusaha.
"Kami setuju kelas yang distandarkan itu adalah masing-masing dari kelas yang ada selama ini, baik kelas 1, 2, dan 3 disemua Rumah Sakit diseluruh Indonesia layanannya baik medis maupun non medis distandarkan, bukan melakukan peleburan kelas, yang banyak mudharatnya bagi masyarakat, terutama para pekerja, peserta yang selama ini paling patuh membayar iuran." Kata Daryus selaku Direktur Eksekutif Jamkeswatch
Kami khawatir program KRIS akan menjadikan iuran yang memberatkan bagi masyarakat tidak mampu, memberatkan pemerintah daerah membayar iuran KIS PBI bagi warganya, menyulitkan pasien mendapatkan kamar rawat inap, adanya permainan kamar rawat inap untuk pasien bisa mendapatkan kamar rawat inap dengan cara topup, banyaknya Rumah Sakit yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, sehingga masyarakat tambah sulit mengakses layanan kesehatan. Lanjut Daryus.
Baca juga: Jamkeswatch tolak Kelas Rawat Inap Standar (KRIS)
"Selain KRIS masalah lainnya adalah Ratusan bahkan ribuan pekerja yang selama ini mengalami PHK di perusahaannya mengalami nonaktif kepesertaan JKN-KIS nya, karena perusahaan langsung menghentikan iurannya melalui sistem Elektronik Data Badan Usaha (E-dabu) yang selama ini digunakan oleh perusahaan untuk mengelola administrasi JKN-KIS pekerjanya, meskipun dalam peraturan presiden tersebut pasal 27 ayat (3) "Dalam hal perselisihan PHK masih dalam proses penyelesaian, Pemberi Kerja dan Pekerja tetap melaksanakan kewajiban membayar Iuran sampai dengan adanya putusan PHK yang berkekuatan hukum tetap, dan juga ayat (3a) "Dalam hal Pemberi Kerja tidak membayarkan Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tunggakan Iuran wajib dibayarkan oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan dan Pekerja tetap memperoleh hak
Manfaat pelayanan kesehatan" Kata Budi Lahmudi Deputi Direktur Hukum dan Anggaran Jamkeswatch.
"Selain kedua masalah diatas Jamkeswatch juga menyampaikan banyaknya masalah pelayanan kesehatan yang dialami oleh masyarakat saat berobat di Rumah Sakit, baik soal iur biaya, maupun kelambatan penanganan, juga masih banyak Rumah Sakit yang memaksakan pasien untuk menginstal Aplikasi Mobile JKN, dengan alasan untuk melakukan rujukan online, pada aplikasi diatas." Kata Rahmad Rosadi, Deputy Direktur Media dan Propaganda Jamkeswatch.
Dari semua permasalahan yang disampaikan oleh Jamkeswatch, para pimpinan DJSN RI menyampaikan terima kasih atas kerja-kerja, dan masukan dari Relawan Jamkeswatch.
"Semua persoalan yang disampaikan oleh Jamkeswatch adalah masukan yang sangat berharga untuk bekal DJSN terus memperbaiki Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di Indonesia, DJSN akan tindaklanjuti masukan -masukan dari Jamkeswatch dan berjanji akan melibatkan teman-teman Jamkeswatch dalam pembahasan-pembahasan aturan kedepannya." drg. Agus Suprapto, M.Kes, Ketua DJSN
Baca juga: Jamkeswatch desak hentikan pembahasan RUU Kesehatan
"Setiap manusia memiliki titik buta, dimana manusia tidak dapat melihat semua permasalahan yang terjadi disekitarnya, namun masukan dari Jamkeswatch bisa memberikan kami informasi yang lebih lengkap tentang implementasi program JKN KIS yang terjadi selama ini di lapangan." Kata dr.Asih Eka Putri Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN
Soal kelas rawat inap standar dr.Asih menyampaikan bahwa nantinya hanya akan ada kelas satu kelas yang semuanya standar sesuai 12 kriteria yang telah ditetapkan, agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang sama, dan terkait tarif nanti akan dicarikan formula yang tepat agar semua masyarakat mampu membayar iurannya masing-masing, dan DJSN akan melibatkan unsur Jamkeswatch dalam diskusi tersebut.
DJSN akan mendorong dan meminta kepada BPJS Kesehatan untuk bisa menarik pengelolaan E-dabu yang selama ini dikelola oleh perusahaan menjadi pengelolaan BPJS Kesehatan agar perusahaan tidak bisa sepihak memutus iuran pekerja yang masih berselisih PHK nya di PHI sampai dengan mendapatkan keputusan inkrah dari pengadilan." Ujarnya
Senada dengan Ketua DJSN dan Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN, Andy William Sinaga, MH Wakil Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN menyampaikan "Lembaga sprti Jamkes Watch KSPI ini sangat diperlukan oleh DJSN guna memberikan kontribusi pemikiran dalam mengawasi pelaksanaan implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) terutama untuk kalangan Pekerja dan keluarganya. Masukan Jamkeswatch tentang rencana implementasi kamar rawat inap standard diperlukan DJSN untuk menyusun kebijakan manfaat, tarif dan iuran JKN sebagai amanah Perpres 59 Tahun 2024".
DJSN akan libatkan Jamkeswatch bahas aturan turunan KRIS
Rabu, 7 Agustus 2024 6:56 WIB