Jakarta (ANTARA) - Sebuah fakta memprihatinkan dari data yang dipublikasi oleh National Center for Missing and Explioted Children (NCMEC) menyebutkan sebanyak 5.566.015 konten pornografi di dunia digital melibatkan anak-anak Indonesia sebagai korban.
Data yang disampaikan oleh NCMEC menempatkan Indonesia masuk peringkat empat secara internasional, dan peringkat dua dalam regional ASEAN.
Sementara itu, mengacu pada data dari Kabareskrim dan Kemensos, terdapat 5,5 juta temuan kasus pornografi pada anak.
Meski demikian, jumlah tersebut tidak mencerminkan kondisi nyata di lapangan karena ada banyak korban yang sengaja menutupi perbuatannya dan tidak mau melapor, lantaran hal tersebut dianggap sebagai aib.
Kasus-kasus yang muncul adalah terkait dengan pelecehan dan eksploitasi seksual baik perempuan maupun anak secara online hingga penyebaran konten intim non-konsensual. Korban rata-rata berusia 12-14 tahun, namun ditenggarai tidak menutup kemungkinan anak-anak dari jenjang PAUD dan kelompok disabilitas juga terlibat.
Keterikatan anak-anak dan remaja saat ini pada dunia digital, khususnya melalui pemakaian gawai sudah menjadi fenomena yang terjadi hampir di seluruh dunia. Di Indonesia penggunaan gawai bahkan sudah menyerbu hingga pelosok desa.
Pemandangan anak yang asyik dengan gawai sudah tidak asing lagi, mulai dari balita hingga remaja yang di keliling layar ponsel pintar, tablet, dan video game terpikat oleh daya pikat teknologi dengan aplikasi warna-warni.
Namun sayangnya, pemanfaatan teknologi digital masih sebatas untuk kepentingan hiburan mulai bermain game hingga bermedsos tanpa pemahaman yang cukup tentang literasi berinternet. Kondisi tersebut diperparah dengan ketidakpahaman orang tua dan orang dewasa di sekitarnya akan bahaya dengan membiarkan anak-anak berselancar tanpa pengawasan memadai.
Perempuan dan anak khususnya, diharapkan bisa lebih waspada dalam memanfaatkan teknologi digital sebab internet dan media sosial saat ini menjadi sarana bagi munculnya tindakan kekerasan dan eksploitasi yang semakin beragam jenis dan intensitasnya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Bintang Puspayoga menilai kasus kekerasan berbasis gender secara online tersebut merupakan salah satu bentuk kekerasan online yang mudah terjadi, bisa dialami oleh siapapun, namun sangat minim solusi yang berkeadilan.
Pemanfaatan teknologi digital yang tidak diimbangi dengan literasi digital yang baik akan berdampak fatal sehingga masyarakat perlu mengetahui kaidah hukum dan kaidah etik dalam penggunaannya.
Terlebih, dengan beragam persoalan yang belakangan muncul seperti anak dan remaja yang kecanduan gawai, judi online, pinjaman online, pornografi, kekerasan di keluarga, perceraian yang meningkat dipicu dan difasilitasi oleh keberadaan digital yang digunakan dengan tidak bijak.
Pengasuhan
Anak-anak yang kecanduan gawai sering kali menunjukkan gejala seperti mudah tersinggung, prestasi akademis yang buruk, dan penarikan diri dari pergaulan yang menyebabkan orang tua menjadi khawatir sekaligus kewalahan dengan fenomena tersebut.
Anak-anak dan remaja yang terpapar gawai mengalami kebosanan karena kehilangan kontak dengan alam dan teman sebaya. Anak dan remaja kecanduan seolah terkurung dengan penemuan kehidupan modern itu dengan terjebak terus menatap layar yang berlebihan.
Terkait dengan fenomena penggunaan gawai di kalangan anak-anak, Dana Anak Perserikatan Bangsa-bangsa (UNICEF) menyoroti tentang pentingnya "basic parenting" yang wajib dijalankan orang tua untuk melindungi anaknya di era digital.
Spesialis Perlindungan Anak UNICEF Indonesia Astrid Gonzaga mengatakan "basic parenting", merupakan teknik pengasuhan anak yang mengutamakan kedekatan hubungan antara orang tua dan anak sebagai dasar hubungan di dalam keluarga.
Basic parenting melibatkan orang tua dengan memberi contoh kebiasaan teknologi yang sehat dengan memberikan prioritas interaksi tatap muka, menciptakan zona bebas teknologi di rumah, seperti di meja makan atau ruang keluarga untuk meningkatkan ikatan dan komunikasi keluarga.
Selain itu, orang tua dan orang dewasa di sekeliling anak terlibat dalam pengawasan mengatur waktu dan batasan pilihan menu berselancar di dunia maya sebagai bagian dari pola asah asih asuh di era digital.
Pentingnya menjaga anak di era digital juga berkaca dari semakin meningkatnya kasus kekerasan di ruang siber kepada anak. Dalam studi UNICEF pada 2022 tercatat bahwa setengah juta anak pernah dilaporkan menjadi korban perlakuan salah atau eksploitasi di ranah daring. Bahkan dari 56 persen pengalaman berbahaya itu tidak pernah terungkap atau dilaporkan.
Dalam evaluasi UNICEF bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pada 2023 terkait kebiasaan anak mengakses gadget dari tiga wilayah di Indonesia yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan diketahui anak-anak di tiga wilayah tersebut memiliki kebiasaan mengakses gadget lima jam dalam sehari dan akses itu diberikan di dalam rumah.
Upaya parenting menjadi hal penting untuk menjaga sejauh mana orang tua dengan rutin berkomunikasi dengan baik, mengetahui aktivitas anak saat di rumah dan menjadi pendengar untuk anak-anak.
Selain pentingnya peran orang tua, saat ini beragam program pemerintah mulai dari layanan akses pelaporan kekerasan terhadap anak dan perempuan hingga menghadirkan regulasi yang tepat turut memainkan peranan penting dalam menjaga keselamatan anak di ranah digital.
Perlindungan
Perkembangan teknologi ini dapat berdampak positif dan negatif tergantung dari pemanfaatannya dan harus diimbangi dengan literasi digital yang baik agar keluarga jauh dari masalah.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menyiapkan beberapa langkah sebagai cara untuk menghapuskan eksistensi pornografi anak di ruang digital Indonesia mulai dari menyiapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) khusus untuk perlindungan anak di ruang digital hingga memberikan literasi digital pada orang tua menyiapkan keselamatan anak saat mengakses gawai.
Kemenkominfo pada tahun 2024 ini mengusulkan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan (RPP) untuk "Child Online Protection", yang merupakan turunan dari UU ITE sebagai wujud negara berkomitmen melindungi anak di ruang digital.
Aturan itu nantinya bakal menjadi payung hukum untuk anak-anak yang menjadi korban dari kekerasan di ruang digital maupun pornografi anak.
Langkah selanjutnya yang digencarkan Kementerian Kominfo dalam melindungi anak-anak dari pornografi di ruang digital ialah dengan memperkuat literasi digital bagi para orang tua untuk bisa melindungi anaknya saat mengakses gawai yang terhubung ke internet.
Literasi digital pada orang tua di era digital dinilai penting untuk menyadarkan bahwa di ruang digital pun orang tua perlu mendampingi dan menemani anaknya agar anak tidak menjadi korban kejahatan di ruang siber.
Kemenkominfo saat ini membuat program-program literasi digital yang terus dikampanyekan dan disosialisasikan supaya orang tua-orang tua di era digital paham dan sadar bahwa anak-anak bisa "tracking" konsumsi kontennya di media sosial.
Masyarakat juga bisa melakukan pelaporan lewat berbagai kanal komunikasi yang tersedia untuk terhubung dengan Kementerian Kominfo misalnya seperti melalui kanal situs web aduankonten.id.
Dalam hal memerangi kasus pornografi anak, Kementerian Kominfo menjadi salah satu kementerian yang dilibatkan dalam satuan tugas (satgas) besutan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) untuk menangani permasalahan pornografi secara online yang membuat anak-anak di bawah umur menjadi korban.
Selain Kementerian Kominfo, dalam satgas ini kementerian lain juga dilibatkan di antaranya: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek); Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA); Kementerian Agama; Kementerian Sosial; Polri; KPAI; Kementerian Hukum dan HAM; Kejaksaan Agung; LPSK; dan PPATK.
Pemanfaatan internet sebagai bagian dari pemanfaatan teknologi informasi sudah menjadi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua dan orang dewasa perlu berpartisipasi aktif memastikan anak-anak dalam kondisi baik dan terlindungi dari kekerasan di ranah daring.
Menerapkan asah asih asuh pada anak di ranah digital
Oleh Zita Meirina Senin, 22 Juli 2024 23:14 WIB