Seiring kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, "gadget" seakan-akan menjadi kebutuhan hidup. Padahal sebenarnya, "gadget" diciptakan untuk membantu kehidupan manusia untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, hiburan dan sarana komunikasi. Tapi efek negatif "gadget" tak bisa dihindari, karena "gadget" telah beredar di kalangan remaja, bahkan anak-anak.
Masalah yang muncul di antaranya masalah sosial, budaya, kesehatan dan tumbuh kembang anak. Efek negatif pengunaan "gadget" terhadap perkembangan anak adalah perubahan perilaku, karena anak lebih sensitif menirukan apa yang dilihat dan didengarnya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, menjelaskan, dari tahun ke tahun persentase anak yang terlibat tindakan kejahatan terus meningkat. Pada 2013, 16 persen terjadi kasus kejahatan seksual, dan pada 2014 menjadi 26 persen. Diperkirakan pada tahun ini terjadi peningkatan kejahatan yang dilakukan anak.
Semua masalah itu tidak lain akibat kesalahan anak dalam menyikapi kehadiran "gadget" di kehidupan mereka. Orang tua berperan penting untuk membimbing anak agar mampu menggunakan "gadget" sebagaimana mestinya. Bimbingan yang diberikan berupa batasan waktu dalam penggunaan "gadget", menanamkan nilai moral, nilai keagamaan dan bimbingan kepada anak untuk menggunakan "gadget" ke arah yang lebih positif.
Sulthonul Mubarok dan empat Mahasiswa dari Program Studi Teknik Komputer IPB, yakni M Faisal Akbar, Imawan Bangkit Setiaji, Kukuh Satrio Wibowo dan Yudha Hendrawan mencoba memecahkan masalah tersebut dengan membuat aplikasi pengawas "gadget" anak atau yang disebut dengan nama "Awasgan".
"Aplikasi ini akan sangat membantu orang tua untuk mengawasi dan membina anak menggunakan "gadget"," kata dia.
Awasgan akan melakukan pemantauan terhadap "gadget" dengan "auto capture", yakni otomatis melakukan "screenshot" dan "record" terhadap layar "gadget" ketika membuka aplikasi, dokumen, SMS hingga menerima panggilan telpon.
Data hasil pemantauan tersebut akan disimpan dalam memori "internal" sementara dan akan di "upload" secara otomatis ke "could drive" (media penyimpanan awan) ketika sedang "online" atau terhubung internet. Hasilnya,
Awasgan akan memberikan laporan kepada orang tua secara jelas tentang aktivitas yang dilakukan oleh anaknya terhadap "gadget"-nya.
Kelebihan aplikasi ini adalah tidak menampilkan notifikasi dan tampilan ketika melakukan "capture", "upload" dan tidak menunjukkan "icon" aplikasi pada layar "gadget". Aplikasi tersebut diletakkan di dalam pengaturan "gadget", sehingga si-anak tidak merasa diawasi ketat oleh orang tuanya.
Untuk saat ini aplikasi tersebut masih dalam tahap pengembangan, sehingga masih perlu penambahan fungsi yang lebih lengkap. Selain itu, masih perlu dilakukan pengujian aplikasi yang sudah dibuat hingga akhirnya aplikasi tersebut mulai diedarkan ke masyarakat luas.
Sulthonul dan kawan-kawannya berharap Awasgan dapat menjadi sebuah perusahaan "startup" aplikasi dengan layanan "sofware as a service" dan menerapkan model bisnis berlangganan dan model bisnis premium. (at/zul)