Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Jawa Barat mengungkapkan bahwa Jabar masih mengalami kesenjangan antara rumah terbangun dengan rumah yang dibutuhkan masyarakat (backlog perumahan) sebanyak 2,8 juta unit pada 2023.
Kadisperkim Jawa Barat Indra Maha mengungkapkan bahwa angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yakni 2022, di mana backlog perumahan adalah sebanyak 2,2 juta.
"Peningkatan itu mungkin karena ada pertambahan jumlah KK dan juga ada ketentuan dari Bappenas bahwa yang terhitung rumah adalah yang layak huni," kata Indra di Gedung Sate Bandung, Selasa.
Dengan kebutuhan tersebut, Indra mengatakan bahwa pihaknya terbantu dengan berbagai proyek perumahan, terutama yang menyediakan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) seperti yang dibangun oleh Perumnas di Paseh, Kabupaten Bandung.
Baca juga: Apersi Jabar III dorong pemda intensifkan sosialisasi izin perumahan satu pintu
"Perumnas ini dengan jumlah yang akan dibangun sebanyak 2.800 unit dengan 1.400 nya untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Jadi kami tentunya sangat menyambut baik apa yang dilakukan Perumnas dalam mengisi kekurangan-kekurangan yang ada di Jawa Barat ini," ucap Indra.
Meski demikian, Indra mengingatkan beberapa hal yang harus diperhatikan mulai dari pengelolaan sampah, pengelolaan limbah, hingga legalitas lahan.
Untuk pengelolaan sampah, walau dalam kawasan Perumahan Samesta Pasadana itu disebutkan akan dibangun TPS 3R (reduce, recycle, reuse), dia mengingatkan sampah dari kawasan itu harus dikelola dengan baik dan selesai di sana mengingat potensi yang ada sangat tinggi.
"Saya membayangkan kalau satu rumah diisi empat orang saja, artinya sudah sekitar 10.000 orang kalau dikalikan jumlah sampah per orang 0,5 kg, artinya lima ton per hari. Jadi diharapkan sebetulnya sampah ini kalau bisa terkelola dengan baik di kawasan dan tidak ada yang keluar," kata Indra.
Kemudian, terkait air limbah dari kegiatan mandi, cuci, kakus di perumahan seluas 41 hektare itu mengikuti kaidah dan aturan yang ada.
"Kami berharap sudah diatur airnya baik yang grey water, maupun black water. Lahannya 41 hektare pasti sudah mengikuti kaidah tata ruang artinya tidak berbenturan. Ini memastikan, mudah-mudahan jadi percontohan pengembang lain," ucapnya.
Permasalahan yang juga harus diperhatikan, kata Indra, adalah masalah legalitas lahan, dan dampak pembangunan skala besar yang biasanya berdampak pada masyarakat sekitarnya.
"Kami yakin tidak akan ada masalah. Kalaupun ada, saya harap itu bisa diselesaikan. Dan tentu yang dijanjikan harus terealisasi," tuturnya.
Sementara itu, Project Director Perum Perumnas Bandung 2 Aditiya Prio Singgih, di lokasi yang sama, mengungkapkan bahwa proyek Samesta Pasadana di sekitar Majalaya-Cicalengka itu, sesuai dengan rencana tata ruang di Kabupaten Bandung.
Dengan skema pembiayaan subsidi fasilitas likuiditas pembayaran perumahan (FLPP), kata Aditya, 50 persen unit dari perumahan yang memiliki luas 41 hektare yang diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (mbr) sebanyak 1.400 unit rumah.
"Kemudian pengelolaan sampah menggunakan TPS3R sehingga pengelolaannya bisa dilakukan bersama, dan memberi nilai tambah. Kemudian dibangun embung atau kolam retensi untuk penampungan sementara dengan konsep Zero run off Jadi diharapkan apa yang sudah kita kembangkan di sana tidak membebani ke lingkungan, harapannya ke depan kami menjadi acuan developer swasta dalam mengembangkan bagaimana menyediakan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah," ucapnya.
Dengan pembangunan hunian di area tersebut, Aditiya berharap sektor ekonomi di kawasan itu dan Bandung secara umum juga meningkat.
"Pada akhirnya sektor ekonomi pun bergerak Ketika nanti akses sudah mulai terbuka dengan melalui Simpang susun Majalaya dan pintu tol Majalaya, Saya yakin area sana jauh akan lebih meningkat untuk ekonominya dan membuat ekonomi Bandung Raya merata," tuturnya.
Kadisperkim Jawa Barat Indra Maha mengungkapkan bahwa angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yakni 2022, di mana backlog perumahan adalah sebanyak 2,2 juta.
"Peningkatan itu mungkin karena ada pertambahan jumlah KK dan juga ada ketentuan dari Bappenas bahwa yang terhitung rumah adalah yang layak huni," kata Indra di Gedung Sate Bandung, Selasa.
Dengan kebutuhan tersebut, Indra mengatakan bahwa pihaknya terbantu dengan berbagai proyek perumahan, terutama yang menyediakan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) seperti yang dibangun oleh Perumnas di Paseh, Kabupaten Bandung.
Baca juga: Apersi Jabar III dorong pemda intensifkan sosialisasi izin perumahan satu pintu
"Perumnas ini dengan jumlah yang akan dibangun sebanyak 2.800 unit dengan 1.400 nya untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Jadi kami tentunya sangat menyambut baik apa yang dilakukan Perumnas dalam mengisi kekurangan-kekurangan yang ada di Jawa Barat ini," ucap Indra.
Meski demikian, Indra mengingatkan beberapa hal yang harus diperhatikan mulai dari pengelolaan sampah, pengelolaan limbah, hingga legalitas lahan.
Untuk pengelolaan sampah, walau dalam kawasan Perumahan Samesta Pasadana itu disebutkan akan dibangun TPS 3R (reduce, recycle, reuse), dia mengingatkan sampah dari kawasan itu harus dikelola dengan baik dan selesai di sana mengingat potensi yang ada sangat tinggi.
"Saya membayangkan kalau satu rumah diisi empat orang saja, artinya sudah sekitar 10.000 orang kalau dikalikan jumlah sampah per orang 0,5 kg, artinya lima ton per hari. Jadi diharapkan sebetulnya sampah ini kalau bisa terkelola dengan baik di kawasan dan tidak ada yang keluar," kata Indra.
Kemudian, terkait air limbah dari kegiatan mandi, cuci, kakus di perumahan seluas 41 hektare itu mengikuti kaidah dan aturan yang ada.
"Kami berharap sudah diatur airnya baik yang grey water, maupun black water. Lahannya 41 hektare pasti sudah mengikuti kaidah tata ruang artinya tidak berbenturan. Ini memastikan, mudah-mudahan jadi percontohan pengembang lain," ucapnya.
Permasalahan yang juga harus diperhatikan, kata Indra, adalah masalah legalitas lahan, dan dampak pembangunan skala besar yang biasanya berdampak pada masyarakat sekitarnya.
"Kami yakin tidak akan ada masalah. Kalaupun ada, saya harap itu bisa diselesaikan. Dan tentu yang dijanjikan harus terealisasi," tuturnya.
Sementara itu, Project Director Perum Perumnas Bandung 2 Aditiya Prio Singgih, di lokasi yang sama, mengungkapkan bahwa proyek Samesta Pasadana di sekitar Majalaya-Cicalengka itu, sesuai dengan rencana tata ruang di Kabupaten Bandung.
Dengan skema pembiayaan subsidi fasilitas likuiditas pembayaran perumahan (FLPP), kata Aditya, 50 persen unit dari perumahan yang memiliki luas 41 hektare yang diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (mbr) sebanyak 1.400 unit rumah.
"Kemudian pengelolaan sampah menggunakan TPS3R sehingga pengelolaannya bisa dilakukan bersama, dan memberi nilai tambah. Kemudian dibangun embung atau kolam retensi untuk penampungan sementara dengan konsep Zero run off Jadi diharapkan apa yang sudah kita kembangkan di sana tidak membebani ke lingkungan, harapannya ke depan kami menjadi acuan developer swasta dalam mengembangkan bagaimana menyediakan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah," ucapnya.
Dengan pembangunan hunian di area tersebut, Aditiya berharap sektor ekonomi di kawasan itu dan Bandung secara umum juga meningkat.
"Pada akhirnya sektor ekonomi pun bergerak Ketika nanti akses sudah mulai terbuka dengan melalui Simpang susun Majalaya dan pintu tol Majalaya, Saya yakin area sana jauh akan lebih meningkat untuk ekonominya dan membuat ekonomi Bandung Raya merata," tuturnya.