Ambon (ANTARA) - Setiap pukul 05.30 WIT, Lukas Batlayeri, mahasiswa Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Maluku, memulai rutinitas hariannya.
Tak seperti kebanyakan mahasiswa yang memulai hari dengan membaca buku atau melihat jadwal perkuliahan, anak muda yang kerap disapa Luki itu, selepas subuh langsung bergegas menuju lapangan rumput di dekat kampusnya.
Mengenakan sepatu bot, lengkap dengan arit di tangannya, Luki memacu sepeda motornya menuju lapangan tempat ia mengikat sapi-sapi yang digembala.
Bagi lingkungan sekitar, sosok Luki memang dikenal sebagai gembala sapi. Sudah lebih dari 4 tahun ia merawat dan menggembala ternak tersebut.
Bukan satu atau dua ekor, hampir 30 sapi dirawat Luki setiap harinya. Kesibukan Luki bertambah setiap menjelang dan sesudah Hari Raya Idul Adha.
Mulai dari memindahkan sapi, memberikan pakan, minum, dan hingga memandikan sapi-sapi milik dosen di kampus Hotumesse tersebut. Interaksi intens dengan sapi-sapi itulah yang menjadikan Luki mengenal karakter satu per satu fauna tersebut.
Kisah Luki menggembala sapi kurban di kampus Unpatti bermula pada 2018, sejak ia duduk di semester V kuliah di Fakultas Matematika dan IPA (MIPA).
Baca juga: Ramiza, mahasiswa Vokasi UI raih beasiswa IISMAVO di Jerman
Pekerjaan itu diperoleh berawal dari seorang dosen Unpatti yang sedang mencari tenaga untuk menggembalakan sapi-sapinya. Luki lalu dikenalkan oleh seorang kawan kepada dosen tersebut.
Awalnya, sapi-sapi yang digembala dapat dihitung dengan jari. Seiring dengan waktu, sapi bertambah banyak. Namun, kala itu penggembala sebelumnya malah pulang kampung. Luki pun diterima bekerja sebagai gembala dan dipercaya memelihara sapi yang berjumlah puluhan ekor.
"Awalnya dari teman yang perkenalkan saya ke dosen. Karena sapi makin banyak, sedangkan yang jaga pulang kampung, akhirnya dosen tersebut menghubungi saya untuk merawat sapi-sapi tersebut," ujarnya.
Sejak saat itu, setiap pagi dan sore, Luki menarik sapi-sapi menuju lapangan dengan rumput yang masih segar untuk diberi pakan di lingkungan kampus Unpatti.
Luki mengakui sempat merasa gengsi pada beberapa pekan awal memulai menggembala sapi-sapi di lingkungan kampus Unpatti.
Apalagi Luki juga dikenal sebagai mahasiswa MIPA Biologi yang cukup menonjol di antara teman-teman seangkatannya.
Baca juga: Putri Anindya Ravinta berhasil raih juara pertama mahasiswa berprestasi UI
Namun, setelah terbiasa dengan pekerjaan itu, Luki pun melenyapkan gengsi dan rasa malu. Yang penting, ia dapat membiayai sendiri kebutuhan hidup dan uang kuliahnya di Kota Ambon, yang jauh dari kedua orang tuanya ini.
"Awalnya memang ada rasa malu dan gengsi, apalagi kalau pakai celana pendek tarik-tarik sapi, lalu melintas rombongan mahasiswa," katanya.
Ia bisa mengenyahkan rasa malu. Apalagi kuliah sambil cari kerja--tidak hanya mengharapkan uang dari orang tua--saat ini jadi kebutuhan ketika ia sudah berada di semester akhir.
Menurut Luki, tak dibutuhkan keahlian khusus dalam menggembala sapi-sapi tersebut setiap harinya.
Pasalnya, sapi-sapi itu tergolong jinak dan ia pun sudah sangat mengenal karakter setiap sapi yang dirawatnya.
Tidak perlu keahlian khusus karena sapi-sapi ini bukan sapi liar, hanya sudah beda pemilik, sehingga ia tinggal menyesuaikan saja dengan karakter sapi-sapi.
Selama mencintai pekerjaannya, menurut Luki, maka orang tersebut akan menikmati setiap rutinitas pekerjaan yang dilakukan.
"Kalau mengerjakan sesuatu yang kita cintai, maka kita akan menikmati pekerjaan itu setiap harinya," ujarnya.
Dari menggembala sapi-sapi tersebut, Luki diupah mulai dari Rp100 ribu hingga Rp150 ribu setiap minggunya. Jumlah itu di luar uang makan harian yang diberikan oleh pemilik sapi.
Baca juga: Shakira Amirah terpilih sebagai mahasiswa berprestasi UI tahun 2023
Karena dinilai bekerja bagus, ia bahkan dihadiahi sepeda motor bekas oleh pemilik sapi.
Adapun upah yang diterima dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya kuliah, sebagian ditabung, serta dikirimkan ke orang tuanya di kampung.
Menjelang Idul Adha 2023, permintaan sapi kurban makin banyak dan Luki pun mendapatkan bagian dari setiap penjualan sapi.
Satu ekor sapi dibanderol mulai dari Rp7 juta hingga Rp 17 juta, tergantung usia, berat, dan ukuran. Harga tersebut bisa berubah pada Hari Raya Idul Adha
Meskipun seorang Nasrani, Luki mengaku menggembalakan sapi--termasuk sapi untuk kurban--merupakan hal yang menyenangkan sekaligus bisa menunjukkan toleransi kepada sesama.
Ulis Batlayeri, sahabatnya semasa kecil, mengungkapkan sosok Luki sejak dulu memang rajin di kampungnya di Desa Latdalam, Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
"Dia memang dari kecil suka bekerja. Paling rajin kalau disuruh bekerja. Apa pun pekerjaan itu," kata Ulis Batlayeri.
Tak hanya itu, di perkuliahan pun Luki dikenal sebagai mahasiswa semester akhir yang aktif dan paling menonjol di angkatannya.
Ilmu dan pengetahuan Biologi yang diterima di bangku kuliah cukup membantu Luki dalam merawat sapi-sapi tersebut.
Karena aktif di kampus, hampir seluruh mahasiswa angkatan dalam 5 tahun terakhir di Fakultas MIPA Unpatti, mengenal sosok Luki.
Menurut dosen pembimbingnya, Luki merupakan mahasiswa humoris, komunikatif, serta responsif dalam perkuliahan.
"Anaknya sangat aktif dan suka membuat teman-temannya tertawa," kata La Idi, dosen MIPA Unpatti.
Luki yang aktif sebagai anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) Unpatti itu juga dikenal sebagai pesilat berprestasi. Ia pernah mewakili Maluku pada ajang Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNas) 2019 di Jakarta.
Berkat kegigihannya, Luki tinggal selangkah lagi diwisuda di Kampus Biru itu.
Luki, si pengembala sapi itu sebentar lagi diwisuda di Unpatti
Oleh Ode Dedy Lion Abdul Azis Senin, 3 Juli 2023 6:15 WIB