Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengatakan, kenaikan harga telur ayam yang mencapai Rp32.000 per kilogram masih dalam batas toleransi.
“Harga telur naik masih dalam batas yang bisa ditolerir, harga telur saat ini Rp32.000 per kilogram,” ujar Isy dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut, lanjut Isy, sejalan dengan harga acuan yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk telur ayam sebesar Rp27.000 sampai Rp28.000 per kilogram. Isy juga mengakui harga telur di beberapa di daerah di Jawa Timur memang masih mahal.
Baca juga: Wamendag Jerry Sambuaga akui terjadi fluktuasi harga telur
Baca juga: Harga telur di Bekasi stabil setelah Idul Fitri 1444 H
Ia menyebut kenaikan ini terjadi disebabkan harga pakan yang cukup tinggi, sementara pada waktu yang sama kenaikan harga telur tidak memberikan profit bagi peternak.
“Ada bantuan yang dilakukan secara rapel saat itu sehingga persediaan telur menurun dan mengakibatkan harga naik tajam dan drastis,” paparnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menuturkan, pemerintah telah menambah jumlah indukan ayam petelur agar bisa memproduksi telur lebih banyak sehingga harga stabil.
Menurut Zulkifli, dalam dua pekan ke depan harga telur akan stabil lantaran indukan ayam telah bertelur.
"Untuk stabil perlu waktu lagi. Karena indukannya kan enggak cepat jadi (bertelur) sehingga perlu waktu kira-kira, ini sekarang sudah tiga minggu mungkin dua minggu lagi," ujar Zulkifli.
Baca juga: Harga telur di Bekasi naik jelang Ramadhan
Beberapa waktu lalu harga telur ayam di sejumlah daerah baik. Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), secara nasional rata-rata harga telur dibandrol Rp32.600 per kilogram.
Zulkifli menjelaskan, kenaikan harga komoditas telur terjadi akibat beberapa faktor. Salah satunya adalah lantaran banyak indukan ayam petelur yang dipotong untuk dijual saat Lebaran.
Induk ayam yang seharusnya memproduksi telur pun akhirnya menghilang. Hal ini kemudian menyebabkan produksi telur menipis sehingga berpengaruh pada harga jual di pasaran.