"Untuk pasar internasional, produknya masih terbatas pada produk non-perishable dan olahan. Potensi pertanian organik sangat besar, sehingga harus kita garap dengan baik," ujarnya.
Baca juga: Salah satu hotel di Nusa Dua Bali penuhi kebutuhan dapur dari kebun hidroponik sendiri
Berdasarkan data statistik pertanian organik Indonesia pada tahun 2019, permintaan produk organik terbesar adalah sayuran yang mencapai 23 persen dan beras sekitar 21 persen, diikuti produk lainnya mulai dari buah-buahan, telur, susu, dan sebagainya.
Di luar negeri, permintaan konsumen terhadap produk pertanian organik juga terbilang tinggi.
Berdasarkan Asosiasi Perdagangan Organik (OTA), konsumsi produk organik di Amerika Serikat dan Eropa terus mengalami peningkatan dalam satu dekade terakhir.
Baca juga: Kementan gaungkan genta organik, TNI-AD dukung pembangunan pertanian
Pada 2008, penjualan makanan organik di Amerika Serikat tercatat sebanyak 20 miliar dolar AS dan meningkat menjadi sekitar 57 miliar dolar AS pada tahun 2021.
Sedangkan di Eropa, angka penjualan makanan organik sebesar 24 miliar dolar AS pada 2008 dan melesat menjadi 58 miliar dolar AS pada tahun 2021.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Holtikultura dan Perkebunan BRIN, Agus Kardinan menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang melahirkan sistem pertanian organik, yaitu tumbuhnya kesadaran manusia terhadap lingkungan, protes residu bahan beracun pada produk pertanian, dan peluang pasar.
Baca juga: DPRD Kota Bogor rancang Perda Sistem Pertanian Organik
Baca juga: DPRD Kota Bogor rancang Perda Sistem Pertanian Organik
"Pertanian organik merupakan perpaduan dari tiga pilar pertanian masa depan, yaitu ekonomi (daya saing dan pendapatan), sosial (lapangan kerja dan kesehatan), dan lingkungan (biodiversitas dan pencemaran)," kata Kardinan.