Sejak baheula atau zaman dahulu kala, tradisi Kawalu atau bulan larangan bagi masyarakat suku Badui Dalam di Kabupaten Lebak, Banten, datang setiap tahun untuk masa tiga bulan berturut-turut.
Untuk tahun ini, ritual Kawalu telah tiba sejak 24 Januari lalu, untuk kurun waktu selama tiga bulan penuh hingga 24 April 2023. Tiga hari berturut-turut sebelum Kawalu tiba, masyarakat Badui Dalam bergotong royong membersihkan lingkungan sebagai persiapan diri dan masyarakat dalam menjalani ritual Kawalu.
Masyarakat etnis Badui Dalam selama tiga bulan tersebut menjalani penyucian diri. Suku Badui menganut aliran kepercayaan Sunda Wiwitan.
Ritual Kawalu berdasarkan kesepakatan tangtu tilu (pemimpin adat). Penetapan Kawalu berdasarkan petuah Tetua Adat Tangtu Tilu Jaro Tujuh Lembaga Adat Desa Kanekes dan masyarakat Badui Dalam.
Bagi masyarakat Badui yang berpenduduk 16.000 jiwa dan tersebar di 68 perkampungan itu, Kawalu merupakan kewajiban setiap tahun, baik laki-laki, perempuan, kalangan muda hingga orang tua.
Ritual Kawalu juga berisi ungkapan rasa syukur kepada Sang Maha Kuasa atas anugerah alam. Kehidupan masyarakat Badui hanya mengandalkan penghasilan ekonomi dan ketahanan pangan seperti padi, pisang, jagung, jahe, kencur, endog tiwu, sayur-sayuran, dan cabai.
Oleh karena itu, selama ritual itu berlangsung, wisatawan hanya boleh mendatangi permukiman masyarakat Badui Luar atau Badui penamping.
Tetua adat Badui sekaligus Kepala Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Jaro Saija minta wisatawan mematuhi larangan itu, tidak memasuki kawasan perkampungan Badui Dalam.
Untuk tahun ini, ritual Kawalu telah tiba sejak 24 Januari lalu, untuk kurun waktu selama tiga bulan penuh hingga 24 April 2023. Tiga hari berturut-turut sebelum Kawalu tiba, masyarakat Badui Dalam bergotong royong membersihkan lingkungan sebagai persiapan diri dan masyarakat dalam menjalani ritual Kawalu.
Masyarakat etnis Badui Dalam selama tiga bulan tersebut menjalani penyucian diri. Suku Badui menganut aliran kepercayaan Sunda Wiwitan.
Ritual Kawalu berdasarkan kesepakatan tangtu tilu (pemimpin adat). Penetapan Kawalu berdasarkan petuah Tetua Adat Tangtu Tilu Jaro Tujuh Lembaga Adat Desa Kanekes dan masyarakat Badui Dalam.
Jaro Tangtu 12 Saidi Yunior mengatakan dirinya sebagai jaro tanggungan 12 atau sebagai peneguh iman. Puasa seperti pada umumnya dengan tidak makan dan minum,dimulai pukul 17.00 WIB dan kembali berakhir pukul 17.00 WIB keesokan harinya.
Pelaksanaan puasa cukup hanya satu hari dalam setiap bulan dari tiga bulan menjalin Kawaulu. Jadi selama tiga bulan Kawalu, masyarkat berpuasa tiga kali dengan masing-masing satu kali pada setiap bulan dalam kurun waktu tersebut. Jaro Tangtu 12 Saidi Yunior mengajak seluruh masyarakat Badui menjalani puasa Kawalu.
Puasa hari pertama itu dilakukan tanggal 17 bulan Kasa atau disebut Kawalu Tembey yakni Kawalu pertama. Selanjutnya, pada bulan kedua dilakukan tanggal 18 bulan Karo atau disebut Kawalu Tengah, sedangkan pada bulan ketiga dilaksanakan tanggal 17 bulan Katilu atau disebut Kawalu Tutug.
Pelaksanaan puasa cukup hanya satu hari dalam setiap bulan dari tiga bulan menjalin Kawaulu. Jadi selama tiga bulan Kawalu, masyarkat berpuasa tiga kali dengan masing-masing satu kali pada setiap bulan dalam kurun waktu tersebut. Jaro Tangtu 12 Saidi Yunior mengajak seluruh masyarakat Badui menjalani puasa Kawalu.
Puasa hari pertama itu dilakukan tanggal 17 bulan Kasa atau disebut Kawalu Tembey yakni Kawalu pertama. Selanjutnya, pada bulan kedua dilakukan tanggal 18 bulan Karo atau disebut Kawalu Tengah, sedangkan pada bulan ketiga dilaksanakan tanggal 17 bulan Katilu atau disebut Kawalu Tutug.
Selama ritual Kawalu, masyarakat Badui meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dijauhkan dari marabahaya dan mendatangkan keberkahan dan hidup makmur, sejahtera, dan sehat. Mereka juga berdoa, agar bangsa dan negara aman, damai, dan sejahtera.
Bagi masyarakat Badui yang berpenduduk 16.000 jiwa dan tersebar di 68 perkampungan itu, Kawalu merupakan kewajiban setiap tahun, baik laki-laki, perempuan, kalangan muda hingga orang tua.
Ritual Kawalu juga berisi ungkapan rasa syukur kepada Sang Maha Kuasa atas anugerah alam. Kehidupan masyarakat Badui hanya mengandalkan penghasilan ekonomi dan ketahanan pangan seperti padi, pisang, jagung, jahe, kencur, endog tiwu, sayur-sayuran, dan cabai.
Upacara suci itu hanya dipusatkan di tiga kampung tangtu atau Badui Dalam dengan tiga Puun yakni Cibeo, Cikeusik, dan Cikertawana.
Upacara Kawalu bertempat di bale, tak jauh dari tempat tinggal puun/pemangku adat. Masyarakat berkumpul dan memenuhi bale itu.
Upacara Kawalu bertempat di bale, tak jauh dari tempat tinggal puun/pemangku adat. Masyarakat berkumpul dan memenuhi bale itu.
Setiap kampung dipimpin oleh puun dan dibantu oleh para Jaro Tujuh dan Baresan Palawari sebagai panitia pelaksana.
Pejabat boleh, wisatawan no way
Selama masa menjalani Kawalu, Badui Dalam tertutup bagi pendatang dari luar namun ada pengecualian.
Pejabat boleh, wisatawan no way
Selama masa menjalani Kawalu, Badui Dalam tertutup bagi pendatang dari luar namun ada pengecualian.
Pejabat daerah dan pejabat negara diizinkan masuk ke kawasan Badui Dalam, tetapi dibatasi hanya lima orang.
Sementara bagi wisatawan atau pendatang dari masyarakat biasa, dilarang masuk perkampungan suku Badui Dalam, seperti ke Kampung Cibeo, Cikawartana, dan Cikeusik, sebab, selama masyarakat Badui Dalam menjalani ritual Kawalu, diperlukan ketenangan dan keheningan suasana.
Baca juga: Wisatawan ramaikan kawasan pemukiman Badui pada akhir pekan
Sementara bagi wisatawan atau pendatang dari masyarakat biasa, dilarang masuk perkampungan suku Badui Dalam, seperti ke Kampung Cibeo, Cikawartana, dan Cikeusik, sebab, selama masyarakat Badui Dalam menjalani ritual Kawalu, diperlukan ketenangan dan keheningan suasana.
Baca juga: Wisatawan ramaikan kawasan pemukiman Badui pada akhir pekan
Oleh karena itu, selama ritual itu berlangsung, wisatawan hanya boleh mendatangi permukiman masyarakat Badui Luar atau Badui penamping.
Tetua adat Badui sekaligus Kepala Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Jaro Saija minta wisatawan mematuhi larangan itu, tidak memasuki kawasan perkampungan Badui Dalam.
Seba
Setelah menjalani Kawalu selama tiga bulan, warga Badui akan merayakan acara Seba Badui. Mereka membawa hasil bumi, seperti ketan, beras, pisang, gula aren, sirih, sayuran, dan berbagai macam hasil bumi lain, untuk diserahkan kepada Bupati Lebak dan Gubernur Banten.
Setelah menjalani Kawalu selama tiga bulan, warga Badui akan merayakan acara Seba Badui. Mereka membawa hasil bumi, seperti ketan, beras, pisang, gula aren, sirih, sayuran, dan berbagai macam hasil bumi lain, untuk diserahkan kepada Bupati Lebak dan Gubernur Banten.
Kegiatan Seba Badui bersilaturahmi bersama Bupati Lebak dan Gubernur Banten itu juga akan diikuti masyarakat Badui Dalam. Mereka akan berjalan kaki ke Rangkasbitung dan Kota Serang sejauh kurang lebih 160 kilometer pergi-pulang.
Bagi masyarakat Badui, ke mana pun pergi harus berjalan kaki karena dilarang naik atau menumpang kendaraan roda dua maupun roda empat, namun untuk warga Badui Luar boleh naik kendaraan.
Baca juga: Pelaku UMKM kebanjiran pesanan setelah Presiden Jokowi memakai busana adat Badui
Baca juga: Perajin kain tenun tradisional Badui kembali bangkit setelah permintaan meningkat
Bagi masyarakat Badui, ke mana pun pergi harus berjalan kaki karena dilarang naik atau menumpang kendaraan roda dua maupun roda empat, namun untuk warga Badui Luar boleh naik kendaraan.
Baca juga: Pelaku UMKM kebanjiran pesanan setelah Presiden Jokowi memakai busana adat Badui
Baca juga: Perajin kain tenun tradisional Badui kembali bangkit setelah permintaan meningkat