Jakarta, (Antara Megapolitan) - Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang perdana pengujian Pasal 296 Dan Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dimohonkan terdakwa mucikari prostitusi artis, Robby Abbas, Selasa.
Dalam jadwal yang diumumkan, sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini akan diselenggarakan pada Selasa pukul 15.00 WIB.
Kuasa Hukum Robby Abbas dari Kantor Hukum Heru Widodo Law Office, dalam permohonannya yang dipublikasi di website MK, menyatakan pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan berlakunya Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP.
Pasal 296 KUHP berbunyi "Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah".
Pasal 506 berbunyi: "Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun".
Robby Abbas saat ini menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan oleh Jaksa Penuntut Umum didakwa dengan dakwaan kesatu: dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan¿, serta dakwaan kedua: menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian".
Pemohon mengajukan permohonan ini karena sebagai terdakwa tunggal didakwa berdasarkan Pasal 256 dan Pasal 506 KUHP, sedangkan pihak yang menghubungi pemohon untuk dicarikan artis penyedia jasa prostitusi dan kemudian menggunakan jasa artis tersebut dengan memberikan imbalan jasa sejumlah uang tidak dikenakan sanksi pidana dan hanya dijadikan saksi saja.
Menurut pemohon, Pasal 256 juncto Pasal 506 KUHP hanya dapat dikenakan kepada seseorang atau subjek hukum yang menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul atau seks komersial saja, sedangkan terhadap pihak lain yang terlibat dalam tindakan tersebut seperti pekerja seks komersial dan pihak yang mendapatkan kenikmatan seksual dengan memberikan imbalan tidak dikenakan hukuman pemidanaan.
Pemohon menilai pemberlakuan ketentuan tersebut tidak mencerminkan beberapa norma pembentuk hukum positif di Indonesia, seperti hukum adat, hukum agama dan hukum nasional.
Untuk itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 296 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "Barang siapa dengan sengaja melakukan pencabulan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa, atau menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan atau pidana denda berdasarkan kepatutan".
Pemohon juga meminta MK menyatakan Pasal 506 KUHP bertentangan dengan UUD1945 sepanjang tidak dimaknai "Barang siapa melakukan pencabulan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa atau menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.