Depok (ANTARA) - Kepala Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Dr. Ida Ruwaida mengatakan bahwa pandemi COVID-19 yang berkepanjangan bisa menimbulkan "keletihan sosial", yang membuat masyarakat kurang responsif terhadap kampanye pemerintah.
"'Keletihan sosial' ini berbahaya karena masyarakat menjadi semakin skeptis terhadap kebijakan pemerintah, kurang responsif terhadap pesan yang disampaikan dalam kampanye publik, dan kurang peduli pada protokol kesehatan," kata Ida sebagaimana dikutip dalam siaran pers universitas, Kamis.
Baca juga: Ini 17 rekomendasi akademisi UI hadapi lonjakan kasus COVID-19
Dalam acara diskusi mengenai "keletihan sosial" pada masa pandemi COVID-19, ia mengatakan, setelah beberapa fase pembatasan sosial, terlihat indikasi menurunnya kepedulian masyarakat, antara lain terhadap penerapan protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari.
Ida mengemukakan bahwa kerumunan di tempat hiburan, acara sosial, dan kegiatan politik merupakan penanda jelas dari kondisi "keletihan sosial".
Baca juga: Akademisi UI membahas aspek hukum vaksin COVID-19
Alih-alih semakin waspada, menurut dia, masyarakat mulai menerima hidup di tengah pandemi namun dengan perilaku yang tidak berbeda dengan sebelum pandemi.
"Kondisi ini adalah fenomena global yang terjadi di hampir semua belahan dunia. Contoh di Amerika Serikat, survei Gallup pada awal tahun 2021 menunjukkan semakin sedikit orang yang mewaspadai virus ini," kata Ida.
Baca juga: Akademisi UI teliti minat beli masyarakat di masa pandemi COVID-19
Ia mengatakan, pendekatan baru yang bersifat multi-disiplin diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut.
Ahli dan praktisi di bidang sosiologi, kesehatan masyarakat, komunikasi, dan pemerintahan, menurut dia, mesti dilibatkan dalam upaya menemukan solusi untuk meningkatkan efektivitas pengendalian penularan COVID-19.
Akademisi UI: "Keletihan Sosial" timbulkan masyarakat kurang responsif
Kamis, 25 Februari 2021 16:31 WIB
Keletihan sosial' ini berbahaya karena masyarakat menjadi semakin skeptis terhadap kebijakan pemerintah, kurang responsif terhadap pesan yang disampaikan dalam kampanye publik, dan kurang peduli pada protokol kesehatan.