Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis diperkirakan melemah dan masih dibayangi sentimen rencana perpanjangan kebijakan berbagi beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) hingga 2022.
Pada pukul 10.15 WIB rupiah melemah 55 poin atau 0,37 persen menjadi Rp14.800 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.745 per dolar AS.
"Dalam jangka pendek burden sharing akan menjadi katalis negatif untuk rupiah. Tapi untuk jangka panjang saya berharap ini akan positif untuk ekonomi Indonesia agar dapat pulih lebih cepat," kata Analis Pasar Uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto di Jakarta, Kamis.
Menurut Rully, pasar memang melihat bahwa prospek ekonomi ke depan masih penuh ketidakpastian meski aktivitas ekonomi sudah mulai bergerak secara gradual.
Berbagai kebijakan, lanjutnya, memang dibutuhkan untuk mendorong ekonomi agar dapat pulih dengan cepat dari resesi ekonomi
Baca juga: Harga emas anjlok 34,2 dolar AS dipicu kenaikan dolar dan pemulihan ekonomi
"Namun memang dalam jangka pendek diperlukan kebijakan yang di luar kebiasaan, antara lain dengan burden sharing BI-Kemenkeu ini," ujarnya.
Sementara itu dari eksternal memang ada pengaruh penguatan dolar AS setelah kemarin data ketenagakerjaannya masih di bawah ekspektasi, tapi memang masih menunjukkan tren positif
"Selain itu indeks PMI manufaktur AS juga lebih baik dari ekspektasi," kata Rully.
Pada Rabu (1/9) rupiah ditutup melemah 172 poin atau 1,18 persen menjadi Rp14.745 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.573 per dolar AS.
Sementara itu kurs tengah Bank Indonesia pada Rabu menunjukkan, rupiah melemah menjadi Rp14.818 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.804 per dolar AS.
Kurs Rupiah diperkirakan masih dibayangi sentimen "burden sharing"
Kamis, 3 September 2020 10:47 WIB
Pada pukul 10.15 WIB rupiah melemah 55 poin atau 0,37 persen menjadi Rp14.800 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.745 per dolar AS.