Jakarta (Antaranews Bogor) - Polemik tentang "Quick Count" (QC) atau hitung cepat perlu segera diselesaikan secara transparan, apalagi dalam beberapa hari ini masyarakat Indonesia sempat dibingungkan dengan hasil QC lembaga survei.
Hitung cepat lembaga survei, yang kemudian menghasilkan "pemenang" berbeda antara dua pasangan capres-cawapres yang bersaing pada pemilu, yakni pasangan nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla, pada 9 Juli 2014.
Penyelesaian secara transparan itu dibutuhkan bukan hanya untuk "mendinginkan" konstelasi politik yang sedang sangat panas, melainkan juga untuk mencerdaskan anak bangsa secara hakiki serta mencegah "kenakalan" berikutnya di masa datang.
Perlu disadari bahwa metoda QC adalah merupakan "advanced-statistic", yang belum tentu pula dikuasai dengan baik oleh kaum akademisi pun; di mana saat ini sudah tampak dari komentar-komentar yang muncul selama ini belum memberikan pencerahan yang optimal.
Para ahli statistik sosial perlu memberikan pencerahan kepada masyarakat apa sesungguhnya metoda QC yang mereka maksudkan dan mereka pakai selama ini.
Apakah QC sebagai suatu metoda "advanced-statistic" atau QC sebagai "merek-dagang" saja.
Perlu disadari bahwa dalam konteks "advanced-statistic", kepresisian hasil "Quick Count" (QC) atau hitung adalah bukan dipengaruhi oleh intensitas sampling, melainkan akan sangat ditentukan oleh "nilai rujukan" yang akan digunakan untuk mengagregasi dan mengoreksi nilai akhir.
Sehingga, diskusi mempermasalahkan intensitas sampling adalah hanya menggambarkan tidak masifnya pemahaman kita bersama tentang metoda yang bersifat "advanced" tersebut.
Pada konteks "advanced statistic", metoda QC umum dipakai oleh para rimbawan dalam menaksir tegakan hutan (baik untuk variabel yang terkait Indeks Nilai Penting maupun untuk menaksir volume tegakan) di suatu wilayah.
Dalam menerapkan QC sebagai "advanced statistic" maka ada satu syarat yang harus terpenuhi lebih dahulu, yaitu sudah tersedianya "Nilai Rujukan" dari variabel yang akan diduga dari suatu populasi yang sangat besar itu.
Dalam konteks menaksir varibel tegakan hutan di suatu wilayah maka salah satu "nilai-rujukan" yang biasa untuk dipakai, misalnya, adalah "Tabel Volume" dari suatu ekosistem yang berdekatan atau berkarakteristik sama dengan populasi yang akan diduga.
Nilai rujukan inilah yang akan dipakai untuk menjadi koefisien penentu dalam mengagregasi nilai dugaan untuk populasi-besar yang sedang di pelajari; dan sekaligus menjadi faktor koreksi.
Di Amerika dan Eropa, metoda QC --sebagai suatu metoda "advanced statistic"-- memang sudah umum dipakai dalam aspek sosial.
Hal ini adalah sejalan dengan telah dipetakannya pola perilaku dan sikap sosial masyarakat mereka selama puluhan tahun, bahkan ratusan tahun, termasuk sikap politik masyarakat.
Pola perilaku dan politik tersebutlah yang menjadi "nilai rujukan" mereka dalam memakai metoda QC saat pemilu; sehingga hasil QC mereka menjadi presisi, valid dan terpercaya.
Semangat untuk menggunakan metoda QC dalam kehidupan sosial kita adalah suatu hal yang akan sangat berguna dan diperlukan dalam perjalanan bangsa kita ke depan, namun transparansi serta kejujuran penggunaanya perlu kita tegakan bersama secara disiplin.
Pertanyaan penting
Untuk itu, empat pertanyaan penting berikut kiranya perlu diberikan jawabannya oleh para "pelaku QC" saat ini, yaitu:
Pertama, apa yang mereka maksudkan dengan QC? Apakah "advanced statistic" atau hanya merek dagang?
Kedua, jika "advanced statistic", maka apa "nilai rujukan" yang mereka pakai. Bagaimana cara mereka dalam mendapatkan "nilai-rujukan" tersebut.
Ketiga, strategi apa yang mereka gunakan dalam mengambil contoh, misalnya "multistage-sampling" kah, "stratifikasi-sampling" kah, "cluster- sampling" kah, atau metoda lainnya.
Keempat, rumus apa yang mereka pakai dalam mengaggregasi nilai akhir yang sedang mereka duga.
Jika QC yang dimaksudkan ternyata adalah hanya "merek dagang" maka ada dua pertanyaan penting yang harus dijawab, yaitu: pertama, proses apa yang mereka lakukan untuk mengontrol "standard-error" yang diinginkan.
Sedangkan kedua, bagaimana mereka memetakan heterogenitas populasi.
Melalui enam pertanyaan penting tersebut, maka kita semua bisa mengerti posisi QC yang sedang dipolemikkan dan menjadi masalah saat ini tersebut; sehingga kemudian kita semua bisa menjadi paham duduk perkara sebenarnya serta bisa pula menghindari perpecahan bangsa.
*) Penulis adalah salah satu pendiri Perhimpunan Nasionalis Indonesia (Pernasindo), saat ini Ketua Program Studi Pascasarjana Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan Fakultas Kehutanan IPB
Ahli statistik perlu beri pencerahan "quick count"
Selasa, 15 Juli 2014 9:50 WIB