Jakarta (ANTARA) - Wacana untuk memulangkan 600 orang anggota ISIS asal Indonesia terus menguat- Hal tersebut juga didorong oleh beberapa tokoh politik yang justru lebih berpihak kepada pelaku teror daripada korban teror.
Pembelaan kepada 600 anggota ISIS asal Indonesia, apapun motif dan kepentingannya, sangat menyikiti hati masyarakat, yang sudah berkali-kali menjadi korban terorisme. Lebih menyakitkan lagi tentu saja jika pembelaan dan pernyataan tersebut dikeluarkan oleh pemerintah yang tugas utamanya seharusnya adalah memberantas terorisme, bukan menyiapkan bibit dan ladang bagi terorisme.
Kritik keras juga harus disampaikan kepada aktivisi atau lembaga yang berdalih isu kemanusiaan dan HAM mendorong 600 orang angggota ISIS asal Indonesia tersebut dipulangkan. Pembelaan terhadap anggota organisasi teroris musuh dunia justru sangat aneh jika terus disuarakan sementara pembelaan terhadap korban terorisme yang dampaknya adalah kematian, cacat seumur hidur, trauma dan lainnya lebih sepi terdengar.
Propaganda untuk memulangkan 600 anggota ISIS asal Indonesia ini juga patut diwaspadai adalah sebuah agenda khusus dari pihak tertentu. Para pengungsi terutama yang berasal dari Indonesia tersebar di tiga kamp yaitu di Al Roj, Al Hol, dan Ainisa. Mengurus dan membiayai pengungsian ini tentu tidak mudah dan tidak murah. Tentu saja cara-cara seperti propaganda isu kemanusiaan dan HAM menjadi masuk akal agar negara-negara yang menjadi asal dari anggota ISIS tersebut tergerak untuk mengurus pengungsi sehingga beban bagi kamp pengungsian menjadi lebih ringan. Hal tersebut juga berarti memindahkan sumber ancaman dari Timur Tengah ke Indonesia.
Kunci utama dari wacana pemulangan 600 anggota ISIS asal Indonesia ini adalah pemerintah. Dengan memperhatikan UU No 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan serta UU No 5 Tahun 2018 tentang antiterosime, tentu saja opsi memulangkan 600 anggota ISIS asal Indonesia adalah bukan suatu pilihan.
Pemerintah perlu memperhatikan dan mencatat dengan baik bahwa kepergian anggota ISIS tersebut dari Indonesia ke Timur Tengah adalah atas kesadaran sendiri, mereka berbaiat (sumpah setia) kepada organisasi teroris yang sudah dinyatakan terlarang, bahkan sebagian dari mereka sudah angkat senjata berperang untuk organisasi tersebut. Tidak sedikit pula yang menjual segala harta bendanya karena tekad yang sudah kuat untuk hidup selamanya bergabung dengan ISIS di Timur Tengah. Jika status WNI masih dilekatkan kepada mereka tentu saja sangat aneh dan terkesan mencari gara-gara.
Sandiwara dari anggota ISIS asal Indonesia yang merasa menjadi korban, dipaksa, dijanjikan sesuatu sehingga berangkat ke Timur Tengah tidak perlu dianggap serius. Model play victim tersebut terjadi karena ISIS kalah di Timur Tengah. Beda cerita jika ISIS menang, cacian kepada pemerintah dan ajakan kepada masyarakat lain untuk mengikuti jejak mereka tentu akan lebih viral. Keberangkatan yang dilakukan diam-diam bahkan melalui jalur gelap sama saja dengan siap menerima kosekuensi apapun yang terjadi tanpa melibatkan pemerintah.
Akhirnya, jika memang permasalahan terorisme di dalam negeri sudah tuntas diberantas, korban-korbannya dapat hidup lebih baik dan sejahtera dijamin oleh pemerintah, maka jika masih kurang kerjaan memulangkan anggota ISIS asal Indonesia bisa menjadi program tambahan. Namun sebaliknya jika terorisme masih menjadi ancaman serius bagi negara dan korban-korbannya masih belum diperhatikan dengan baik, memulangkan anggota ISIS asal Indonesia adalah suatu pilihan yang menambah luka para korban terorisme.
Dari banyak aspek, seperti keutuhan NKRI, aspek keamanan warga negara, bahkan aspek ekonomi, pilihan memulangkan 600 orang anggota ISIS asal Indonesia sebaiknya tidak dilakukan. Kecuali jika memang ada kepentingan lain yang dibungkus dengan kemasan kemanusiaan dan HAM, yang lebih berpihak pada pelaku terorisme daripada korban terorisme. (10/*).
*) Stanislaus Riyanta, Analis Intelijen dan Terorisme.
Pemulagan 600 Anggota ISIS Adalah Keberpihakan Kepada Pelaku Terorisme
Kamis, 13 Februari 2020 16:16 WIB
Jika terorisme masih menjadi ancaman serius bagi negara dan korban-korbannya masih belum diperhatikan dengan baik, memulangkan anggota ISIS asal Indonesia adalah suatu pilihan yang menambah luka para korban terorisme.