Keluarga besar Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah saat ini sedang dibingungkan dengan penangkapan Tubagus Chaery Wardana alias Wawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga terlibat suap dalam sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Lebak.
Wawan, yang merupakan adik kandung Atut, diduga berkepentingan untuk memenangkan pasangan Amir Hamzah-Kasmin dalam Pilkada Kabupaten Lebak.
Ketika pasangan tersebut dinyatakan kalah dari pasangan Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi, Tubagus diduga menyiapkan suap untuk Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar agar perkaranya dimenangkan.
Wawan, yang juga suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, memberikan uang senilai Rp1 miliar dalam bentuk lembaran 100 ribu dan 50 ribu dalam tas travel biru kepada pengacara Susi Tur Andayani lewat seseorang dengan inisial F di Apartemen Aston Jakarta.
Susi kemudian membawa uang tersebut ke kediaman orang tuanya di Tebet, Jakarta, untuk nantinya diserahkan kepada Akil.
Pada kasus tersebut, KPK sudah menetapkan Wawan, Susi dan Akil sebagai tersangka pemberi dan penerima suap.
Selain kasus sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, KPK juga menetapkan Akil sebagai tersangka suap Pemilukada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah bersama anggota DPR Chairun Nisa, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha Cornelis Nhalau.
Akil Mochtar tertangkap tangan oleh KPK menerima suap dalam kasus sengketa Pilkada dua daerah itu pada Kamis (3/10) dini hari di rumahnya, Komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Pengacara senior Adnan Buyung Nasution yang ditunjuk sebagai kuasa hukum Wawan mengatakan Susi Tur Andayani disebut sebagai pengacara ulung yang sering memenangi kasus di Mahkamah Konstitusi.
"Susi perkaranya selalu menang di MK. Itu yang dipikir keluarga Wawan kalau orang itu dekat dengan MK. Wawan juga mengatakan Susi dekat dengan Ketua MK nonaktif Akil Mochtar," kata Adnan Buyung Nasution.
Terkait dengan dugaan suap yang melibatkan Wawan, Adnan mengaku belum bisa menjelaskan apakah Amir Hamzah meminjam uang pada Wawan agar memenangi sengketa di MK.
Adnan mengatakan Wawan juga belum mengungkapkan uang Rp1 miliar itu berasal dari mana. Dalam kabar yang beredar, disebut-sebut bahwa kakak Wawan, Ratu Atut yang memberi perintah agar pasangan calon bupati dan wakil bupati yang sesama dari Golkar dengan Ratu Atut bisa menang.
Terkait kabar bahwa suap itu atas perintah dan uang dari Atut, Adnan mengaku belum tahu. "Belum. Saya belum tahu," ujarnya
                 Adakan "istighatsah"
Setelah beberapa hari "menghilang" pascapenangkapan Wawan, Ratu Atut akhirnya muncul pada acara "istighatsah" (doa bersama) hari ulang tahun (HUT) ke-13 Provinsi Banten pada Senin (7/10).
"Kami meminta masyarakat Banten mendoakan saya, beserta keluarga besar saya, termasuk adik tercinta Tubagus Chaery Wardana," kata Ratu Atut Chosiyah.
Atut juga memohon maaf pada masyarakat Banten atas ketidakhadirannya pada beberapa kegiatan di Provinsi Banten seperti peresmian RSUD Banten, Sidang Paripurna HUT Banten dan HUT TNI.
Karena itu, dirinya menyelenggarakan istighatsah untuk mengucapkan rasa syukur pada Allah SWT."Semoga kami diberikan kemudahan dan kelancaran atas musibah yang menimpa adik kami," ujarnya.
Meskipun sempat tampil di depan publik Banten, tetapi Atut masih sulit untuk dikonfirmasi mengenai kasus suap yang diduga melibatkan adiknya itu.
Pun ketika dia datang ke KPK pada Jumat (11/10) untuk memberikan keterangan terkait kasus tersebut, dia tidak banyak memberikan keterangan kepada wartawan.
Atut yang mengenakan jilbab hitam dan batik warna ungu dengan celana hitam datang sekitar pukul 13.30 WIB. Dia hanya melempar senyum dan langsung masuk ke dalam gedung KPK tanpa berkomentar apapun kepada wartawan yang telah menunggunya.
Begitu pula usai dia memberikan keterangan kepada KPK, dia masih enggan memberikan konfirmasi kepada wartawan. Dia hanya mengucapkan sepotong kata "terima kasih" usai menjalani pemeriksaan selama delapan jam.
"Saya diperiksa untuk STA (Susi Tur Andayani, Red), terima kasih ya," ujarnya.
Atut lantas bergegas masuk ke dalam mobil Mitsubishi Pajero berwarna hitam dengan nomor polisi B 22 AAH. Dia tidak menanggapi satu pun pertanyaan wartawan yang telah menantinya sejak siang.
Ratu Atut hanya bungkam seraya melempar tersenyum dengan wajah tampak kelelahan.
      Â
                       Dinasti politik
Sudah menjadi rahasia umum, Atut memang "berhasil" membangun dinasti politik di Banten.
Ada sejumlah anggota keluarga Atut yang menduduki jabatan politis di Provinsi Banten, Kabupaten/Kota di Banten dan tingkat pusat.
Hikmat Tomet, suami Atut, menjadi anggota Komisi V DPR. Sedangkan Andhika Hazrumy (anak pertama Atut) sebagai anggota DPD dari Provinsi Banten, Ade Rosi Khairunnisa (Istri Andhika) menjadi Wakil Ketua DPRD Kota Serang.
Selain itu, Heryani (ibu tiri Atut) menjabat Wakil Bupati Pandeglang, Ratu Tatu Chassanah (adik kandung Atut) menjadi Wakil Bupati Serang, Tubagus Chaerul Jaman (adik tiri Atut) menjabat sebagai Wali Kota Serang serta Airin Rachmi Diany (istri Wawan) yaitu Wali Kota Tangerang Selatan.
Atut juga masih berupaya menempatkan anak keduanya Andiara Aprilia Hikmat beserta suaminya, Tanto Warsono Arban menjadi calon anggota DPR pada Pemilu Legislatif 2014.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Dahnil Anzar mengatakan masyarakat Banten perlu mewaspadai munculnya dinasti lain yang berkuasa apabila dinasti Ratu Atut Chosiyah tumbang di provinsi tersebut.
"Saat ini di Banten tidak hanya ada Dinasti Atut. Ada dinasti-dinasti lain yang juga menguasai kabupaten/kota di Banten, antara lain Lebak, Kabupaten Tangerang dan Cilegon," katanya.
Dahnil mengatakan dari beberapa dinasti yang ada di Banten itu, memang baru Dinasti Atut yang berhasil berkembang dengan luar biasa.
Keberhasilan Dinasti Atut lebih berkembang dibanding dinasti lainnya adalah pola pembinaan yang dilakukan keluarga Gubernur Banten itu.
Menurut Dahnil, Dinasti Atut berhasil membina lingkungannya dengan baik. Ulama, kelompok budaya dan aparat penegak hukum berhasil dibina Atut dengan baik. Dengan pembinaan yang baik itu, wajar apabila tidak banyak elemen masyarakat Banten yang berani bersuara negatif tentang kekuasaan Atut.
"Pembinaan yang baik terhadap lingkungan itu yang membedakan Dinasti Atut dengan dinasti lainnya di Banten," tuturnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Monitoring Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas mengatakan tidak masalah dinasti mana pun yang berkuasa asalkan menggunakan APBD untuk kepentingan masyarakat Banten.
"Yang terjadi saat ini adalah ada kesenjangan antara besarnya APBD dengan kondisi infrastruktur di Banten. Kalau penguasa baru pengganti Atut bisa lebih baik, bagi ICW tidak ada masalah," katanya.
Â
                     Kuasai proyek
Firdaus mengatakan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menguasai sedikitnya 175 proyek pengadaan barang/jasa Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Pemerintah Provinsi Banten di provinsi tersebut.
"Secara keseluruhan pada Kementerian PU dan Pemprov Banten diduga perusahaan yang dikendalikan langsung oleh Atut cs dan jaringannya mendapat 175 proyek dengan total nilai kontrak Rp1,148 triliun. Itu baru dari Kementerian PU dan Pemprov Banten, belum kementerian/lembaga lain dan kabupaten/kota di Banten," katanya.
Firdaus mengatakan dari hasil penelurusan ICW, ada dua modus yang digunakan Atut untuk mendapatkan proyek pengadaan barang/jasa di Banten, yaitu melalui perusahaan yang dikuasai keluarga Atut secara langsung atau perusahaan lain yang menjadi bagian kartel Atut.
Menurut Firdaus, perusahaan yang dikuasai keluarga Atut secara langsung berhasil mendapatkan 52 proyek di Kementerian PU dan Pemprov Banten dengan total nilai kontrak Rp723,333 miliar.
Rinciannya, proyek Kementerian PU selama 2008-2013 setidaknya tercatat 33 proyek yang dimenangkan dengan total nilai kontrak Rp478,728 miliar dan proyek Pemprov Banten selama 2011-2013 setidaknya ada 19 proyek yang dimenangkan dengan total nilai kontrak Rp244,604 miliar.
"Selain melalui perusahaan yang dikuasai keluarga Atut secara langsung, ternyata pada 2012 setidaknya 24 perusahaan yang diduga bagian dari kartel Atut mendapatkan 110 proyek Pemprov Banten dengan total nilai kontrak Rp346,287 miliar," tuturnya.
Sedangkan proyek di lingkungan Kementerian PU, selama 2011-2013 perusahaan kartel tersebut mendapatkan 13 proyek dengan total nilai Rp78,794 miliar.
"Itu menunjukkan gurita bisnis Atut menguasai proyek pengadaan barang/jasa yang ada di Banten. Rezim politik memang selalu identik dengan kekuasaan dan uang," katanya.
Juru Bicara Masyarakat Transparansi (Mata) Banten Oman Abdurrahman mengatakan keluarga Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menguasai Provinsi Banten dari hulu hingga hilir secara sistematis.
"Mulai dari perencanaan APBD hingga tender proyek pengadaan barang/jasa, keluarga Atut pasti berperan. Eksekutif, legislatif dan birokrasi dikuasai keluarga Atut," katanya.
Oman mengatakan sudah menjadi rahasia umum bahwa pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), terutama yang berperan dalam tender pengadaan barang/jasa, di Banten pasti diisi oleh orang-orang Atut.
Karena itu, Oman mengatakan tidak heran apabila orang-orang yang berseberangan dengan Atut di birokrasi pasti akan tersingkir atau dilokalisir menjadi staf ahli gubernur.
"Mungkin selama ini kita berpikir staf ahli adalah orang-orang pintar yang bertugas memberikan saran dan masukan kepada gubernur. Namun, jabatan staf ahli sebenarnya adalah tempat parkir untuk orang-orang buangan," katanya.
Karena menguasai perencanaan dan penggunaan APBD dari hulu ke hilir, Oman mengatakan tidak heran apabila perusahaan-perusahaan milik keluarga Atut atau yang menjadi bagian dari kartel Atut selalu memenangkan tender pengadaan barang/jasa.
(Antara)
Menguak Bisnis Dinasti Politik di Banten
Minggu, 13 Oktober 2013 16:54 WIB