Sukabumi (Antara) - Temuan batu tulis berhuruf diduga Palawa di Sungai Cipalasari, Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi, ternyata bukan merupakan benda cagar budaya karena dibuat oleh seorang guru SDN V setempat.
Ternyata batu tulis tersebut dibuat oleh seorang guru SDN V Kalapanunggal bernama Kamaludin yang saat ini usianya 62 tahun, tujuan ia membuat tulisan tersebut dengan cara mengukir batu yakni untuk mengenalkan dan mengajarkan bahasa Sansekerta kepada muridnya waktu itu.
"Tulisan yang diukir di batu itu saya buat pada Mei 1976 dan ada enam batu yang diukir oleh saya ini sebagai alat praktek untuk murid-murid saya, karena untuk ke museum membutuhkan biaya yang besar apalagi kami ini dulu akses kendaraan cukup sulit," aku Kamaludin kepada wartawan, Rabu.
Ia mengatakan, saat dirinya sengaja mengukir batu dengan huruf Dewa Nagari (India Kuno) tujuan lainnya agar murid-muridnya cepat paham dengan Bahasa Sansekerta. Selain itu, awal mula dirinya mengukir di batu yang terdapat di aliran Sungai Cipalasari, Desa Panyindangan tersebut dengan cara mengajak jalan-jalan muridnya sebanyak 10 orang khususnya untuk membiasakan bersilaturahmi ke rumah muridnya.
Karena saat itu kebanyakan rumah muridnya berada di sekitar aliran sungai maka dirinya memiliki ide untuk mengenalkan sekaligus mempraktekkan Bahasa Sansekerta dengan cara mengukir batu. Cara ini ternyata efektif dan para murid pun cepat paham karena dalam mengajar ke muridnya. Kamaludin mengajarnya dengan cara pendekatan seperti memasak di aliran sungai dan lain-lain.
"Ada enam batu yang saya ukir di batu dengan huruf Dewa Nagari, keenamnya ada di daerah Panyidangan, Manglad, Nangka Koneng, Batu Gajah, Gunung Malang dan Cisaah. Bahkan di Batu Gajah selain bentuk huruf juga saya juga menggambar belalai gajah dan mata sehingga batu tersebut jadi serupa Gajah," tambah Kamaludin yang merupakan lulusan Sekolah Pendidikan Guru Negeri (SPGN) Kota Sukabumi pada 1970.
Kamaludin mengatakan bunyi arti tulisan yang diukirnya di batu tersebut yakni aja jiwamah (hari ini kita hidup bersama), atra raksati (disini saling menjaga), ada pacatah (agar tidak jatuh), yada dawatha tada patatha (kapan kalian hilang/lari/mati), tatra tjarathah (maka kesana kalian berjalan) dan wayajanti (disana tempat keselamatan).
Selain, kata pensiunan guru ini, selain dirinya yang memahat juga diikuti oleh murid-muridnya, setelah ditulis pakai kapur di batu tersebut kemudian secara bergantian muridnya mengukir tulisan tersebut sehingga menyerupai benda cagar budaya batu tulis seperti yang di Bogor.
Namun, dirinya tidak ada maksud untuk membuat gempar masyarakat, karena pada saat itu media praktek yang tepat dengan cara mengenalkan langsung kepada muridnya dengan belajar di alam terbuka.
"Saya berharap ukiran huruf Dewa Nagari di atas batu yang dibuat murid saya ini bisa bermanfaat dan yang saya tahu batu ini juga bukan batu zaman purbakala dan jika pemerintah setempat mau menjadi aset pariwisata silahkan saja," kata Kamaludin yang juga pernah mengenyam kuliah jurusan Sejarah D1 Pendidikan Guru Sekolah Lajutan Pertama (PGSLTP).
Temuan batu tulis di Sukabumi ternyata buatan guru sejarah
Rabu, 24 Juli 2013 13:35 WIB
"Tulisan yang diukir di batu itu saya buat pada Mei 1976 dan ada enam batu yang diukir oleh saya ini sebagai alat praktek untuk murid-murid saya,..."