Karawang, 15/4 (Antara) - Posisi konsumen dalam setiap transaksi jual-beli itu seperti raja, karena untuk mendapatkan barang berkualitas dan sesuai keinginannya, terdapat "tameng" yang melindungi.
Pemerintah berusaha agar konsumen benar-benar mendapatkan haknya saat bertransaksi, dengan membuat ketentuan perundang-undangan, yakni Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Seiring dengan itu, dibentuk Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), untuk "membumihanguskan" pelaku usaha atau penjual yang nakal.
Ketua LPKSM Linkar Karawang Eddy Djunaedy kepada Antara, mengatakan, konsumen tidak hanya harus tahu tentang kewajibannya. Hak-hak konsumen juga harus diketahui, agar tidak menjadi korban pelaku usaha nakal.
Sebab, secara kasat mata masih cukup banyak pelaku usaha nakal yang ada di Karawang. Pelaku usaha atau penjual nakal masih "bergentayangan" untuk meraih keuntungan besar dengan mengesampingkan hak-hak konsumen yang sebenarnya sudah dilindungi undang-undang.
"Konsumen harus pintar dan cerdas, agar mendapatkan barang berkualitas serta tidak dibodohi pelaku usaha," katanya, di Karawang, Sabtu.
Kondisi riil di daerahnya saat ini, para konsumen kurang kritis saat melakukan transaksi jual beli. Mereka juga kurang teliti saat bertransaksi dan mudah terpengaruh dengan tayangan iklan. Sehingga berdampak terhadap rendahnya kualitas barang yang dibelinya.
Sebagai contoh, kata dia, konsumen tidak mau memprotes pelaku usaha jika menemukan barang yang dibelinya tidak sesuai dengan ukuran berat yang ditentukan. Kondisi itu umumnya terjadi pada pembelian gas elpiji ukuran 3 kilogram bersubsidi di pasaran.
Para konsumen juga banyak yang tidak mau mengembalikan jika barang yang dibelinya cacat kemasannya, tidak protes jika pengembalian uang diganti dengan permen, dan lain-lain.
Ia menilai, kondisi konsumen saat ini umumnya belum memahami tentang hak-haknya. Mereka hanya memahami sebatas kewajibannya sebagai konsumen. Padahal konsumen mempunyai hak untuk protes kepada pelaku usaha, jika barang yang dibelinya tidak sesuai dengan kualitas atau cacat.
"Dalam ketentuannya, hak konsumen saat bertransaksi tidak hanya membayar, tetapi juga melakukan pengecekan terhadap barang yang dibelinya. Itu yang harus dipahami agar konsumen bisa cerdas," katanya.
Menurut Eddy, kurang kritisnya konsumen di Karawang akibat minimnya sosialisasi tentang perlindungan konsumen yang dilakukan pemerintah daerah setempat.
Para konsumen di daerahnya harus ditingkatkan daya kritis dan kecerdasannya terkait dengan hak-hak mereka yang telah ditentukan dalam perundang-undangan yang berlaku. Sehingga mereka tidak melulu menjadi korban pelaku usaha atau pedagang nakal.
Tetapi pandangan LPKSM Linkar Karawang mengenai kondisi riil konsumen dimentahkan Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi setempat.
Kepala Bidang Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi setempat Ikuten Sitepu menilai sikap para konsumen di daerahnya cukup kritis dan cerdas setiap melakukan transaksi.
Di antara bukti cukup cerdasnya para konsumen di Karawang saat bertransaksi ialah, mereka melaporkan pelanggaran hak atau keganjilan transaksi kepada LPKSM yang ada di Karawang.
Ia menilai hal tersebut menjadi ukuran kecerdasan konsumen, sebab peran LPKSM dalam melindungi konsumen benar-benar dimanfaatkan dalam menyelesaikan sengketa jual-beli.
Dalam ketentuannya, kata dia, sengketa jual-beli yang diindikasikan merugikan konsumen bisa dilaporkan ke LPKSM. Selanjutnya, jika tidak bisa tuntaskan permasalahan itu di tingkat LPKSM, maka bisa melalui sidang di BPSK setempat.
Berdasarkan data dan informasi yang diterima, jika dirata-ratakan terdapat sekitar 200 kasus sengketa konsumen yang ditangani LPKSM dan BPSK di Karawang.
Ia mengakui untuk membentuk konsumen yang cerdas dan kritis, tidak hanya tugas pemerintah. Tetapi juga menjadi tugas LPKSM dan BPKS BPSK yang telah terbentuk.
Ikuten mengakui keberadaan sejumlah LPKSM di daerahnya cukup positif dan berperan dalam meningkatkan kecerdasaran dan daya kritis konsumen dalam bertransaksi.
"Saat ini sejumlah LPKSM yang berada di Karawang cukup aktif dalam membantu pemerintah daerah untuk mencerdaskan konsumen. Ke depan diharapkan peran LPKSM terus ditingkatkan," kata dia.
Hingga kini, terdapat 10 LPKSM yang tercatat dan terdaftar di Karawang. Tetapi dari 10 LPKSM itu, terdapat enam LPKSM yang aktif memberi pendampingan kepada konsumen yang merasa dilanggar hak-haknya oleh pelaku usaha.
Dalam rangka meningkatkan kecerdasan konsumen terkait dengan hak-haknya saat bertransaksi, Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi Karawang terus menyosialisasikan mengenai ketentuan perundangan-undangan tentang perlindungan konsumen.
"Sosialisasi tentang undang undang perlindungan konsumen masih terus kami lakukan. Sehingga pelaku usaha tidak bisa berbuat sewenang-wenang saat bertransaksi," katanya.
Untuk melindungi konsumen, sepanjang tahun 2012 pihaknya telah melakukan berbagai kegiatan selain sosialisasi mengenai hak-hak konsumen.
Kegiatan-kegiatan tersebut ialah melakukan peningkatan pengawasan peredaran barang dan jasa, meningkatkan pengawasan barang beredar dalam keadaan terbungkus, serta melakukan pelayanan tera ulang.
Optimalisasi tera ulang
Pemerintah Kabupaten Karawang melalui Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi setempat tengah mematangkan persiapan berupa peralatan dan sumber daya manusia menyusul akan dilimpahkannya kewenangan tera ulang dari Provinsi Jawa Barat ke pemerintah kabupaten.
"Pada tahun (2013) ini targetnya, kewenangan tera ulang alat UTTP (alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya) dialihkan ke kabupaten. Jadi perlu dimatangkan persiapannya," kata Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi Karawang Hanafi, kepada Antara.
Dikatakannya, dari sisi sumber daya manusia pihaknya sudah melakukan persiapan sampai disiapkan pula ahli tera yang nantinya bertugas sebagai pengamat tera.
Begitu juga dengan berbagai peralatan yang diperlukan termasuk laboratorium, kini tengah dipersiapkan menjelang dialihkannya kewenenangan tera ulang UTTP dari awalnya wewenang Provinsi Jabar menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota.
Dengan adanya peralihan kewenangan tera ulang UTTP itu, kata dia, maka akan terjadi peningkatan kegiatan tera ulang.
Sebab sesuai dengan ketentuan berlaku, setiap UTTP wajib ditera ulang, seperti pihak SPBU wajib melakukan tera ulang per enam bulan dan untuk timbangan di pasar wajib melakukan tera ulang setiap tahunnya.
Kewajiban tera ulang sendiri tecantum dalam Undang Undang Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Selain itu, juga diperlukan untuk melindungi konsumen dari kecurangan alat ukur, alat meter atau alat timbangan.
"Jika kewenangan pelimpahan kegiatan tera ulang itu sudah kami terima, kami menargetkan Karawang menjadi daerah tertib ukur," kata dia.
Target tersebut dinilai bisa tercapai dengan melakukan penjadwalan kegiatan tera ulang alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya, dimulai dari pasar-pasar tradisional hingga ke perusahaan-perusahaan yang umumnya memiliki alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya.
Ia optimistis pendapatan asli daerah yang diperoleh dari Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi Karawang bisa mengalami peningkatan signifikan jika sudah menerima pelimpahan kewenangan kegiatan tera ulang dari pemerintah provinsi.
Sebab, kata dia, potensi pendapatan asli daerah dari kegiatan tera ulang di Karawang cukup besar. Sesuai hitung-hitungan, bisa diatas Rp40 miliar potensi pendapatan dari tera ulang di daerah tersebut.
Ketua LPKSM Linkar Karawang Eddy Djunaedy menilai peralihan kewenangan tera ulang dari provinsi menjadi pemerintah daerah itu cukup bagus.
Tetapi Pemkab Karawang perlu melakukan berbagai persiapan, agar peralihan kewenangan tera ulang itu berdampak baik dan tidak merugikan konsumen.
Di antara persiapan yang perlu dilakukan itu ialah tenaga atau sumber daya manusia, peralatan, laboratorium, sosialisasi, dan lain-lain. Kemudian yang terpenting, pengawasan di lapangan bisa meningkat dengan adanya peralihan kewenangan tera ulang tersebut.
Menurut dia, selama ini kegiatan tera ulang alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang dilakukan Balai Kemetrologian Karawang yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat masih belum optimal, sehingga merugikan konsumen.
Diperkirakan hanya 25-30 persen dari total alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang ditera ulang di Karawang setiap tahun oleh Balai Kemetrologian Karawang.
Kondisi itu terjadi karena selama ini wewenang kegiatan tera ulang masih ditangani Balai Kemetrologian Karawang dari pemerintah provinsi Jabar. Wilayah kerja Balai Kemetrologian Karawang itu sendiri mencakup lima kabupaten/kota.
Kelima kabupaten/kota tersebut ialah Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Subang dan Kota Bekasi. Dengan begitu, maka cukup banyak alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya di Karawang yang tidak bisa ditera ulang.
Sementara sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal, kegiatan tera ulang itu wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk melindungi konsumen dari segala bentuk kecurangan pelaku usaha melalui alat ukur, alat meter atau alat timbangan.
Atas kondisi kurang optimalnya kegiatan tera ulang yang dilakukan Pemprov Jabar, Eddy mengaku mendukung rencana peralihan wewenang kegiatan tera ulang, dari awalnya wewenang pemerintah provinsi menjadi wewenang pemerintah kabupaten.
Konsumen cerdas
Menjadi konsumen cerdas dan kritis kini menjadi satu-satunya pilihan agar tidak menjadi korban pelaku usaha atau pedagang yang nakal.
Ketua DPRD Karawang Tono Bahtiar meminta pihak pemerintah daerah setempat meningkatkan sosialisasi terkait hak-hak konsumen yang harus didapatkan. Sehingga, konsumen tidak merugi dalam bertransaksi setelah menunaikan kewajibannya.
"Dalam ketentuan perundang-undangan sudah ditegaskan, konsumen harus dilindungi dari segala bentuk kecurangan pelaku usaha. Itu pula yang harus diawasi secara bersama-sama," katanya.
Ia juga berharap agar para pelaku usaha benar-benar menghormati konsumen, dengan tidak mengambil keuntungan dengan cara membodoh-bodohi konsumen. Sehingga konsumen tidak mengalami kerugian yang cukup besar.
Menjadi konsumen yang cerdas dan kritis tidak hanya mendapatkan keuntungan dengan mendapatkan barang berkualitas dan sesuai keinginan. Tetapi juga dapat melindungi diri sendiri dan keluarga, saat barang yang dibeli itu berkaitan dengan keselamatan nyawa.
"Saya kira sederhana, menjadi konsumen cerdas dan kritis harus mengetahu hak dan kewajibannya. Untuk mengetahui itu, sudah diatur dalam perundang-undangan. Jadi saya kira, masyarakat harus giat pula membaca perundang-undangan tentang perlindungan konsumen," katanya.
Upaya meningkatkan kecerdasan konsumen itu juga perlu dibarengi dengan tindakan nyata pemerintah pusat dan daerah, dibantu dengan pengawasan dari LPKSM, yakni dengan melakukan pengawasan barang-barang yang beredar di pasaran.
Ali Khumaini
Mencerdaskan Konsumen Akan "Menghanguskan" Pelaku Usaha Nakal
Senin, 15 April 2013 14:23 WIB
mencerdaskan-konsumen-akan-menghanguskan-pelaku-usaha-nakal-