Jakarta (ANTARA) - Pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB menandai sebuah babak penting dalam peran Indonesia di kancah global.
Dengan menekankan nilai persaudaraan dunia, pengentasan kemiskinan, dan pembebasan Palestina dari penjajahan Israel, Indonesia menunjukkan sikap yang jelas terhadap berbagai persoalan kemanusiaan yang menjadi sorotan internasional.
Pidato Prabowo di sidang umum PBB ini bukan hanya sebuah pernyataan diplomasi, melainkan juga sinyal bahwa Indonesia ingin menegaskan posisinya sebagai negara yang mampu berkontribusi dalam penyelesaian konflik global.
Kepala Negara menempatkan Indonesia sejajar dengan pemimpin-pemimpin besar dunia, memperlihatkan konsistensi politik luar negeri yang berpihak pada perdamaian dan solidaritas.
Pidato Prabowo itu, sekaligus mengingatkan pada pentingnya menghidupkan kembali peran PBB yang sempat dianggap melemah akibat tarik-menarik kepentingan kekuatan besar.
Solidaritas terhadap Palestina menjadi simbol kuat bahwa dunia masih memiliki hati nurani. Momentum inilah yang memberi ruang bagi Indonesia untuk terlibat lebih aktif, bukan sekadar sebagai pengamat, tetapi sebagai penggerak perubahan yang nyata.
Pidato Prabowo di sidang umum PBB juga membuka refleksi penting tentang bagaimana seharusnya peran Indonesia di masa depan.
Sejak era awal kemerdekaan, politik luar negeri Indonesia selalu menegaskan prinsip bebas aktif, yaitu tidak berpihak secara buta pada blok manapun, tetapi juga tidak berdiam diri ketika ketidakadilan terjadi.
Prinsip inilah yang membuat Indonesia dihormati dalam banyak forum internasional, karena sikapnya dianggap konsisten dan memiliki dasar moral.
Namun, dalam praktiknya, politik bebas aktif kadang hanya berhenti pada pernyataan normatif. Kini, dengan momentum yang diciptakan di PBB, Indonesia bisa mengaktualisasikan prinsip itu dalam bentuk keterlibatan lebih konkret.
PBB akan kembali menjadi sentral dalam tata kelola dunia jika mampu menjawab tantangan zaman. Peran Amerika Serikat yang sering menentukan arah kebijakan global tidak lagi absolut, sementara negara-negara lain mulai menunjukkan keberanian untuk mengambil posisi berbeda.
Dalam situasi ini, PBB membutuhkan figur dan kepemimpinan yang mampu merangkul perbedaan, memperkuat solidaritas, serta mengembalikan kepercayaan negara-negara anggota terhadap lembaga internasional tersebut.
Kepemimpinan baru akan menjadi kunci untuk menghidupkan kembali fungsi PBB sebagai lembaga penengah yang benar-benar bisa menghadirkan solusi, bukan sekadar forum diplomasi kosong.
Indonesia memiliki peluang besar untuk mengambil bagian dalam proses tersebut. Selain karena posisi geopolitik yang strategis di kawasan Indo-Pasifik, Indonesia juga dikenal sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dengan populasi Muslim terbesar.
Dua faktor ini membuat Indonesia memiliki legitimasi moral untuk bersuara dalam isu-isu global yang sering kali bersinggungan dengan kepentingan dunia Islam sekaligus dunia internasional.
Keaktifan Indonesia dalam mendukung Palestina, kiprah dalam misi perdamaian PBB di berbagai negara, serta komitmen menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara adalah modal berharga yang bisa diperhitungkan dunia.
Pengalaman itu menunjukkan bahwa Indonesia tidak kekurangan figur dengan kredibilitas internasional, jika suatu saat diperlukan untuk mengisi posisi kunci dalam organisasi global.
Namun, jauh lebih penting dari sekadar nama adalah bagaimana Indonesia menggunakan peluang ini untuk meneguhkan posisinya di panggung global.
*) Syanganda Nainggolan adalah Ketua Dewan Direktur GREAT Institute
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pidato Prabowo di PBB, solidaritas Palestina dan diplomasi gaya baru
