Jakarta (ANTARA) - Perubahan Kantor Komunikasi Kepresidenan (KKK) menjadi Badan Komunikasi Pemerintah (BKP) diharapkan bukan sekadar pergantian label birokratis, tetapi langkah strategis untuk memperkuat arsitektur strategi komunikasi pemerintahan dalam menghadapi dinamika politik, sosial, dan teknologi yang kian kompleks.
Keberhasilan transformasi ini bergantung pada eksekusi presisi, koordinasi lintas sektoral yang solid, dan kemampuan menjawab tantangan problem komunikasi pemerintahan.
Ini menandakan pergeseran paradigma dari pendekatan sentralistik pada posisi seorang presiden ke orientasi lebih holistik, yakni mencakup seluruh ekosistem pemerintahan.
Perubahan diharapkan memperluas cakupan, peningkatan koordinasi, dan restrukturisasi organisasi, bukan sekadar kosmetik administratif, tetapi kebutuhan mendesak untuk menyatukan narasi pemerintah di tengah fragmentasi informasi dan polarisasi opini publik.
Perluasan cakupan menunjukkan ambisi untuk menjadikan badan ini sebagai pusat gravitasi komunikasi pemerintah, tidak hanya menangani kebijakan strategis presiden, tetapi juga mengorkestrasi pesan dari berbagai kementerian lembaga.
Era baru polarisasi komunikasi publik.
Di era “post truth”, di mana fakta mudah dikooptasi opini publik, perlu keberadaan entitas yang mampu menyatukan narasi lintas sektoral menjadi krusial. Namun, tanpa otoritas yang jelas dan mekanisme koordinasi yang kuat, ambisi ini berisiko terjebak dalam labirin birokrasi.
Peningkatan koordinasi mudah diucapkan, tetapi penuh tantangan. Koordinasi lintas kementerian sering kali menjadi titik lemah pemerintahan Indonesia, ditandai dengan ego sektoral dan inkonsistensi pesan. Badan Komunikasi Pemerintah harus mampu menjadi konduktor yang memastikan harmoni narasi, bukan sekadar penyalur informasi yang pasif, dalam ruang media sosial yang kerap mendistorsi fakta. Karena itu perlu langkah visioner dan dalam struktur yang ramping, bukan malah sebuah birokrasi yang memperlambat kepekaan dan respons terhadap isu - isu kritis.
Pakar Komunikasi Pemerintahan Joel Netshitenzhe menyatakan, komunikasi pemerintah harus didasarkan pada program dan strategi komunikasi yang terpadu. Maka jika restrukturisasi organisasi, dilakukan dengan tepat, dapat menjadi katalis untuk efisiensi, sekaligus membangun komunikasi pemerintah terpadu, kredibel dan akuntabel.
Otoritas yang diperluas
Badan Komunikasi Pemerintah harus diberikan otoritas cukup untuk menavigasi ekosistem komunikasi lintas lembaga melalui “hub nasional" yang memungkinkan kolaborasi dapat dilakukan, sehingga perangkat komunikasi pada kementerian lembaga lebih efektif. Sesuai peran sebagai pengelolaan komunikasi pemerintahan, penyebarluasan informasi, dan penanganan krisis komunikasi.
Pengelolaan komunikasi pemerintahan menuntut kemampuan untuk merumuskan narasi yang koheren dan resonan dengan publik. Dalam konteks Indonesia, di mana keberagaman sosial dan budaya sering kali memunculkan interpretasi beragam terhadap kebijakan, badan ini harus mampu merangkai pesan inklusif namun tetap tegas.
*) Dr. Eko Wahyuanto, dosen Sekolah Tinggi Multimedia ST-MMTC Komdigi Yogyakarta
