Jakarta (ANTARA) - Pemerintah kembali meniupkan semangat swasembada beras dengan keyakinan yang kuat.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa Indonesia sudah berada di jalur yang tepat untuk mewujudkan kembali proklamasi swasembada beras.
Ketika berbicara di hadapan sivitas akademika Universitas Hasanuddin Makassar, ia bahkan menyampaikan optimisme bahwa dalam tiga bulan ke depan Indonesia bisa mengumumkan pencapaian itu.
Optimisme ini diperkuat dengan pernyataannya di Palembang, Sumatra Selatan, pada awal September 2025 bahwa hingga akhir tahun ini tidak ada rencana impor beras.
Tahun lalu jumlahnya mencapai sekitar 4,5 juta ton. Namun kini, dengan cadangan beras nasional sekitar 4 juta ton, angka tertinggi dalam 57 tahun terakhir, Indonesia dapat berdiri tegak tanpa impor.
Perbandingan dengan tahun lalu yang hanya menyisakan 2 juta ton cadangan menunjukkan adanya peningkatan signifikan. Inilah yang menjadi dasar optimisme bahwa pada 2025 ini Indonesia mampu bertahan dengan produksi dalam negeri.
Meski produksi beras pada 2024 mengalami penurunan sebesar 1,54 persen menjadi 30,62 juta ton, stok yang cukup besar membuat posisi Indonesia tetap aman.
Kementerian Pertanian memperkirakan kebutuhan beras nasional tahun 2025 sebesar 30,97 juta ton dengan kapasitas produksi 32,29 juta ton.
Jika prediksi ini terealisasi, surplus produksi bisa mencapai 1 juta ton. Surplus ini bukan sekadar angka, melainkan sinyal kuat bahwa Indonesia bisa kembali memproklamasikan diri sebagai negara yang swasembada beras.
Langkah Nyata
Strategi yang ditempuh pemerintah bukan hanya pada sisi retorika, melainkan langkah nyata. Salah satunya adalah program pompanisasi yang menargetkan pembukaan satu juta hektare sawah baru.
Dengan teknologi pompa yang efektif, lahan yang semula tidak produktif bisa dimanfaatkan untuk menambah produksi beras nasional.
Optimalisasi lahan rawa juga menjadi fokus, mengingat potensi besar yang selama ini belum tergarap maksimal.
Ditambah lagi dengan program cetak sawah baru, perbaikan irigasi, serta pengelolaan lahan potensial di wilayah strategis seperti Merauke, Papua Selatan, yang dapat menyumbang signifikan pada peningkatan produktivitas.
Pemerintah meluncurkan berbagai terobosan cerdas. Pencetakan sawah baru seluas 3 juta hektare dalam lima tahun ke depan adalah langkah besar yang memerlukan sinergi lintas sektor.
Modernisasi pertanian dengan mekanisasi dan pemanfaatan teknologi digital mendorong efisiensi serta meningkatkan daya tarik bagi generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian.
Perbaikan tata niaga pupuk dengan peningkatan volume pupuk bersubsidi hingga 9,5 juta ton di tahun 2025 dan pemangkasan birokrasi distribusi menjadi bukti nyata upaya mendukung petani secara langsung.
Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah kering panen yang ditetapkan Rp6.500 per kilogram juga menjadi instrumen penting untuk memastikan petani mendapatkan keuntungan yang layak.
Kolaborasi lintas sektor, antara pemerintah, petani, kelompok tani, hingga perusahaan penggilingan beras, semakin mempercepat proses penyerapan dan meningkatkan stabilitas produksi.
Langkah-langkah tersebut menunjukkan bahwa swasembada bukanlah slogan kosong. Namun, jalan menuju swasembada tetap menghadapi tantangan.
Perubahan iklim, fluktuasi cuaca ekstrem, hingga persoalan manajemen air dapat memengaruhi hasil produksi. Oleh karena itu, strategi adaptasi terhadap perubahan iklim, penerapan teknologi irigasi hemat air, serta sistem peringatan dini cuaca menjadi faktor krusial yang harus terus diperkuat.
*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.
