Jakarta (ANTARA) - Di bawah terik matahari tropis,
Di tengah geliat ekonomi global yang fluktuatif, komoditas kelapa Indonesia justru menunjukkan tren positif. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan signifikan nilai dan volume ekspor kelapa dalam tiga tahun terakhir.
Pada 2022, ekspor kelapa Indonesia mencapai 65,6 juta dolar AS. Nilai ekspor itu naik sekitar 14,82 persen menjadi 75,33 juta dolar AS pada 2023, dan terus meroket hingga 50,78 persen menjadi 113,59 juta pada 2024.
Kenaikan ini mencerminkan permintaan global yang terus meningkat, sekaligus menunjukkan daya saing kelapa Indonesia di pasar dunia.
Sementara hingga April 2025 ini, nilai ekspor kelapa berkode HS 08011200 atau kelapa di dalam kulit (endocarp) sudah mencapai 62,63 juta dolar AS, dengan China mendominasi permintaan kelapa Indonesia dengan nilai impor mencapai 57,24 juta pada Januari-April 2025.
Tren konsumsi di China yang tinggi karena permintaan tinggi dari industri olahan di sana.Faktor utama tingginya permintaan dari Negeri Tirai Bambu ini adalah meningkatnya konsumsi produk olahan berbasis kelapa, seperti santan kelapa sebagai campuran kopi, es krim rasa kelapa, makanan ringan yang terbuat dari kelapa hingga bahan produk kosmetik.
Eksportir terbesar lainnya yakni Vietnam dan Thailand, meski nilainya jauh lebih kecil, juga menunjukkan tren positif. Vietnam mengimpor kelapa Indonesia senilai 2,06 juta dolar AS, sementara Thailand 299,43 ribu dolar AS. Kedua negara ini juga menggunakan kelapa Indonesia sebagai bahan baku industri makanan.
Dengan dorongan pemerintah melalui berbagai program strategis, kelapa Indonesia kini tak hanya menjadi kebanggaan lokal, tetapi juga primadona di pasar internasional.
Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi kelapa dalam negeri. Data BPS mencatat bahwa produksi kelapa Indonesia pada 2022 mencapai 2,87 juta ton, meningkat sedikit menjadi 2,89 juta ton pada 2023, dan tetap stabil di angka yang sama pada 2024, dengan sebagian besar berasal dari petani rakyat.
Stagnasi ini menjadi perhatian pemerintah, terutama ketika permintaan global terus meningkat. Banyak petani kelapa di Indonesia masih bergelut dengan masalah klasik seperti pohon kelapa yang menua yang menyebabkan produktivitas stagnan.
Menyadari tantangan tersebut, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp750 miliar pada 2025 untuk program revitalisasi perkebunan kelapa. Langkah ini meliputi pemberian bibit unggul, penambahan luas tanam baru, pelatihan petani untuk meningkatkan produktivitas, dan pengadaan alat modern untuk mendukung pengelolaan perkebunan.
Dengan tingginya permintaan ekspor kelapa, pemerintah pun tengah berupaya untuk melakukan hilirisasi, mengingat saat ini sebagian besar kelapa Indonesia diekspor dalam bentuk mentah. Dengan hilirisasi maka nilai tambah jauh lebih besar jika diolah menjadi produk turunan seperti minyak kelapa, santan, atau tepung kelapa.
Ke depan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi raja kelapa dunia. Dengan luas perkebunan mencapai sekitar 3,33 juta hektar, Indonesia menjadi salah satu produsen komoditas kelapa terbesar di dunia. Indonesia memiliki fondasi yang kuat untuk mendominasi pasar global.
Dengan langkah-langkah ini, Indonesia tidak hanya menjadi salah satu pengekspor kelapa terbesar, tetapi juga menjadi pusat industri kelapa global yang berdaya saing.
Indonesia sebagai raja kelapa dunia bukan lagi sekadar angan, tetapi sebuah kenyataan yang dapat diraih dalam waktu dekat.
