Kalau di Eropah ada Ikan Salmon, ikan penghuni laut yang bermigrasi ke hulu sungai, jika akan memijah (melepaskan telur) diistilahkan ikan anadromus, maka di Indonesia ada Ikan Sidat (Anguilla), semacam belut yang bersirip, badan pipih memanjang, kepala seperti Ikan Lele bersungut dua, panjang bisa mencapai 2-3 m.
Ikan Sidat berpola migrasi katadromus, maknanya sebagian besar hidupnya di perairan tawar seperti sungai, namun jika akan memijah, melakukan ruaya ke perairan laut dalam tropis.
Sidat hanya memijah sekali (semelparity), setelah memijah akan mati.
Jalur migrasi Salmon di sungai menjadi perhatian utama, manakala di sungai akan dibuat bendungan. Untuk tidak memutus siklus hidup Salmon, maka dibuatlah bendungan bertangga. Demikianlah negeri maju mengartikulasikan kepekaan terhadap kelestarian sumberdaya hayati.
Bagaimana halnya dengan di Indonesia, pedulikah kita terhadap keberadaan Sidat yang diidentifikasi banyak ditemukan di perairan Poso, Manado, Sorong, Pelabuhan Ratu, dll ? Indonesia merumahi sedikitnya 5 jenis Sidat (Anguilla bicolor, A. marmorata, A. borneensis, A. celebesensis, dan A. nebulosa) dari 15 spesies Sidat di dunia.
Elver Sidat di Muara Sungai
Telur yang telah dibuahi di laut dalam, berkembang menjadi preleptocephali lalu leptocephali, selanjutnya menjadi elver (benih Sidat) transparan hingga kuning (glass eel) dan terbawa pasang ke muara sungai, berkembang menjadi sidat dewasa (yellow eel), selanjutnya berubah menjadi Sidat matang gonad (silver eel).
Leptocephali ditemukan di muara sungai yang bermuara ke laut dalam seperti: pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, pantai timur Kalimantan, pantai timur Sulawesi, dll. Hampir tidak pernah ditemukan di sungai yang bermuara di laut dangkal paparan Sunda (Kottelat et al. 1993).
Migrasi dipengaruhi oleh suhu dan intensitas cahaya (Horallstad dan Vollestad, 1985). Kedatangan juvenil Sidat di estuaria dipengaruhi oleh salinitas, debit air sungai, bau air tawar, dan suhu. Elver yang sedang beruaya ke sungai memiliki kadar thyroid tinggi dan menghindari air bersalinitas tinggi sehingga bermigrasi ke arah datangnya air tawar (Budimawan, 2003).
Aktivitas Sidat meningkat pada malam hari, jumlah elver yang tertangkap pada malam hari lebih banyak daripada siang hari. Di muara Sungai Cimandiri, Pelabuhan Ratu, elver (impun) cenderung memilih habitat bersalinitas rendah dengan kekeruhan (turbiditas) tinggi. Salinitas dan turbiditas merupakan parameter yang paling berpengaruh terhadap kelimpahan. Kelimpahan elver yang paling tinggi terjadi pada bulan gelap (Sriati, 2003), sekitar Juni. Sidat tidak melakukan migrasi pada bulan purnama (Haraldstad, 1985).
Pembesaran Sidat
Kebutuhan Sidat, yang di Betawi disebut Moa, di Sunda disebut Lubang, dan di Sulawesi disebut Sugili, di pasar internasional mencapai 300.000 ton/tahun. Separo dari permintaan tersebut diserap oleh pasar Jepang. Sekitar 60 ribu ton diimpor dari China. Jepang berharap bisa mengimpor lebih banyak Sidat dari Indonesia.
Oleh karena itu, perusahaan Jepang gencar merintis kemitraan dalam upaya pengadaan Sidat ini. Selain itu, pasar domestik pun mulai menggeliat.
Konon Sidat dapat meningkatkan intelegensia dan tinggi badan. Sidat memiliki kandungan DHA (Docosa Hexaenoic Acid), yang dibutuhkan saat pertumbuhan otak anak, sekitar 1.337 mg/100 gram, Salmon 820 mg/100 gram, dan Mackerel 742 mg/100 gram.
Unagi, sebutan Ikan Sidat bagi bangsa Jepang, adalah pangan kelas atas, yang sangat digemari. Perlu merogoh kocek Rp 300.000/kg untuk dapat mencicipi lezatnya Sidat, terutama jenis Marmorata. Sidat Bicolor sekitar Rp 150.000/kg.
Jepang mengimpor Sidat dari China dan Vietnam dengan jumlah yang terus bertambah, namun sukar dipenuhi karena pencemaran lingkungan akibat pertumbuhan industri di kedua negara tersebut.
Perusahaan Jepang Asama Industry dan PT. Suri Tani Pemuka, bermitra untuk memproduksi Sidat di BLU Pandu Karawang. Via kerjasama ini, Sidat bisa diekspor langsung ke Jepang.
Selain itu, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB juga menjalin kerjasama penelitian Sidat dengan PT Java Suisan Indah di Stasiun Lapang Kelautan (SLK) Pelabuhan Ratu.
Sejumlah nelayan di Pelabuhan Ratu memasarkan benih Sidat seharga Rp 150.000/kg berisi sekitar 5000 benih. Pembelinya berasal dari Taiwan, Korea Selatan, China, Vietnam, dan Jepang, selain pembeli lokal. Jadi Sidat yang dibesarkan di negara-negara tersebut, bibitnya berasal dari Indonesia.
Hingga saat ini, Sidat belum berhasil dipijahkan di kolam. Jadi pembesaran Sidat, mengandalkan pasokan benih dari alam, yang ditangkap di muara sungai.
Sidat ukuran konsumsi berbobot >200 gr/ekor, dihasilkan dari proses pembesaran Sidat berukuran berat 10 gr/ekor.
Mahalnya Sidat karena pembesaran berbiaya tinggi. Makanan utama berupa pelet berprotein tinggi dilengkapi dengan potongan keong. Oleh karena itu, tidak banyak petani ikan yang berusaha pada pembesaran Sidat.
Sidat dapat dibesarkan di kolam tanah berdinding bambu, kolam beton, dan karamba jaring apung. Sidat termasuk karnivora pemakan cacing, potongan keong, cacahan bekicot, dan pelet. Sidat lebih menyukai makan di dasar kolam (bottom feeder). Pembesaran Sidat berdurasi 7 - 8 bulan. Panen bertahap dapat dimulai pada bulan keempat masa pemeliharaan.
Ruaya Sidat dan Kondisi Lingkungan
Pada tahun 2012, PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) unit kesatu di Pelabuhan Ratu, yang lokasinya tidak jauh dari muara Sungai Cimandiri, mulai beroperasi, disusul unit kedua dengan kapasitas 350 megawatt, dan unit ketiga, pada 2013. PLTU membutuhkan air yang dipanaskan menjadi uap dan digunakan untuk menggerakan turbin. Air panas penggerak turbin yang suhunya lebih panas ini dibuang secara berkala ke laut.
Di sisi lain PerMenLH No 24/2009 tentang Panduan Penilaian Amdal mengamanahkan bahwa kegiatan industri tidak mengganggu entitas ekologis dengan spesies kunci yang berperan penting secara ekologis dan ekonomi.
Keberadaan populasi benih Sidat yang berlimpah di muara Sungai Cimandiri, niscaya telah menjadi salah satu fokus utama dalam kajian Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) PLTU ini. Pengaruh beroperasinya PLTU terhadap populasi elver Sidat seyogyanya telah dipertimbangkan dengan cermat sebagai dampak penting hipotetik.
Air buangan PLTU yang relatif panas kemungkinan dapat merubah suhu air ambien, mempengaruhi aroma air tawar, mempengaruhi salinitas, dan mempengaruhi nilai kekeruhan, di sekitar muara Sungai Cimandiri. Keberadaan cahaya di kompleks PLTU pada malam hari kemungkinan juga berpengaruh terhadap kuantitas pencahayaan di sekitar muara Sungai Cimandiri.
Variabel-variabel lingkungan tersebut merupakan parameter yang dapat mempengaruhi migrasi Elver Sidat ke muara sungai. Sidat merupakan species kunci yang memiliki peran ekologis dalam rangka preservasi keberadaan hewan akuatik yang unik karena ikan ini melakukan migrasi dalam silkus hidupnya. Juga memiliki peran ekonomis karena harga komoditi ikan ini sangat mahal dan menjadi salah satu mata pencaharian andalan nelayan di sekitar muara Sungai Cimandiri.
*) Penulis adalah dosen pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB
ilustrasi: fpik.ipb.ac.id