Jakarta (ANTARA) - Rentetan pengungkapan kasus tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum mewarnai awal tahun 2025. Kasus-kasus kelas kakap satu per satu diungkap, dengan nilai barang bukti yang terbilang fantastis.
Sebut saja kasus korupsi PT Timah yang merugikan negara sebesar Rp 300 triliun, kasus tata kelola minyak mentah Pertamina Rp 193 triliun, hingga kasus PT Duta Palma Group yang mencapai Rp 104 triliun.
Istilah “Liga Korupsi Indonesia” pun mengemuka, yang menggambarkan betapa masif dan sistemiknya praktik korupsi di berbagai sektor esensial.
Namun, di sisi lain pengungkapan demi pengungkapan tersebut mengindikasikan besarnya komitmen aparat penegak hukum, baik Polri, KPK, maupun Kejaksaan, terhadap upaya pemberantasan praktik rasuah.
Hal itu senada dengan pekik Presiden Prabowo Subianto dalam setiap pidato kenegaraan yang menyatakan perang terbuka terhadap korupsi. Pernyataan yang kini telah diinterpretasikan pada poin ke tujuh Asta Cita menuju Indonesia Maju.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Parulian Aritonang memandang pengungkapan skandal korupsi bernilai triliunan itu tak sebatas "glorifikasi", tetapi menjadi oksigen untuk memompa harapan dan optimisme dalam penegakan hukum di tanah air.
Kinerja aparat penegak hukum yang selama ini dinilainya hanya untuk menggugurkan tugas semata, kini membawa tampilan baru di etalase, yang diharapkan mampu membangkitkan kepercayaan publik di tengah merosotnya indeks pembangunan hukum di Indonesia.
"Kondisi situasi saat ini membawa angin segar. Saya pun melihat ini sebagai potensi yang baik untuk masa pemerintahan sekarang dimulai dengan hal yang baik di mana keinginan untuk mengungkap tindak pidana itu sangat besar", kata Parulian.
Upaya Pengembalian Kerugian Negara
Besarnya komitmen aparat penegak hukum dalam membongkar praktik culas korupsi diharapkan selaras dengan upaya pengembalian kerugian negara.
Hal ini didasari oleh prinsip bahwa tindak pidana korupsi selain hukum pidana, juga mengakibatkan kerugian keuangan negara yang harus dipulihkan demi kepentingan publik yang lebih luas.
Pemerintah telah menetapkan mekanisme pengembalian harta hasil korupsi tersebut melalui sejumlah Undang-Undang. Salah satunya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 mengenai pembayaran uang pengganti dan mekanisme lelang.
Dalam dua tahun terakhir, triliunan rupiah uang rakyat hasil tindak pidana korupsi telah dikembalikan ke kas negara dari hasil pengungkapan aparat penegak hukum, baik Komisi Pemberantasan Korupsi maupun Kejaksaan.
Merunut dari data Direktorat Lelang DJKN Kementerian Keuangan, pada tahun 2023 kerugian keuangan negara hasil korupsi yang berhasil dikembalikan sebesar Rp44,34 triliun. Kemudian, nilainya meningkat di tahun 2024 mencapai Rp48 triliun. Dari jumlah itu Rp2,95 triliun di antaranya dikembalikan melalui mekanisme lelang.
Direktur Lelang DJKN Tavianto Noegroho menyatakan bahwa barang sitaan hasil korupsi yang dapat dilelang pada dasarnya meliputi semua jenis benda, baik berwujud atau tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang secara hukum dan sosial ekonomi dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh subjek hukum yang memenuhi kriteria.
Adapun kriteria tersebut di antaranya; Pertama, dalam proses penyidikan terdapat persetujuan dari tersangka. Namun, persetujuan tersebut tidak mutlak karena penyidik memiliki hak subjektif untuk memastikan bahwa barang yang dimaksud harus dilelang karena merugikan negara, bisa berbahaya bagi orang lain, dan rentan rusak.
Kedua, apabila proses pidana sudah memasuki tahap pelimpahan berkas ke pengadilan, maka lelang terlebih dahulu harus meminta izin menjual dari Majelis Hakim yang menyidangkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Ketiga, apabila proses pidana telah memutuskan barang sitaan tersebut dirampas, maka ekskutor dalam hal ini penyidik atau penuntut umum mengajukan permohonan lelang ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang saat ini berjumlah 71 unit dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Seluruh tahapan lelang dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian, masyarakat dapat berpartisipasi dalam lelang dengan keyakinan bahwa proses lelang berjalan secara terbuka dan berkeadilan.
Peran Rumah Penyimpanan Barang Sitaan
Pencapaian optimal dalam upaya mengembalikan kerugian keuangan negara dari hasil lelang tidak lepas dari keberpihakan pemerintah dalam menghadirkan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan dan Rampasan (Rupbasan) yang representatif.
Rupbasan menjadi elemen penting untuk mengamankan, mengelola, dan merawat barang-barang sitaan agar tidak mengalami penurunan nilai atau depresiasi.
Pengelolaan barang bukti yang efektif dan transparan tersebut juga menjadi bagian penatausahaan barang rampasan negara yang dilakukan oleh Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (Labuksi) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini dilakukan sebagai upaya optimalisasi asset recovery melalui fungsi Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan yang KPK miliki.
Fungsi utamanya itu ada dua; Pertama, bagaimana mengamankan barang-barang yang disita dalam perkara yang ditangani oleh KPK untuk kepentingan pembuktian. Yang kedua, bagaimana mengoptimalkan Asset Recovery yaitu dengan perawatan yang maksimal. Jadi, tidak hanya menyimpan, kita juga mengamankan dan juga merawat.
Rupbasan KPK yang terletak di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur itu memiliki beberapa segmentasi gedung dan dilengkapi dengan fasilitas super canggih. Sistem keamanan dirancang menggunakan teknologi Electromagnetic Lock and Card Reader dan Intellegent Key, Marpho Wave, serta kamera pengawas yang beroperasi selama 24 jam.
Fasilitas untuk merawat barang sitaan juga tak kalah canggih. Terdapat mesin pencuci kendaraan otomatis yang dapat membersihkan roda empat hanya dengan satu kali pijatan tombol.
Suhu udara dan tingkat kelembaban di tiap-tiap ruangan diatur sedemikian rupa agar barang-barang yang masuk ke dalam kategori Luxury Goods tidak berjamur dan mengalami kerusakan.
Berbagai upaya dan perlakuan terhadap barang sitaan hasil korupsi di Rupbasan KPK, berkorelasi dengan raihan jumlah aset dan kerugian keuangan negara yang berhasil dipulihkan, yakni sebesar Rp 739 miliar pada tahun 2024. Dari jumlah tersebut, Rp 43 miliar di antaranya berasal dari proses lelang melalui mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP.
Optimalisasi peran Badan Pemulihan Aset Kejagung
Manifestasi dalam memeriangi tindak pidana korupsi saat ini mulai mengalami pergeseran dari pemberian hukuman kepada pelaku kejahatan, menjadi upaya untuk memulihkan aset negara yang hilang karena kejahatan rasuah.
Dengan merampas hasil kejahatan, maka para "pencuri berdasi" diharapkan akan hilang motivasi untuk melakukan perbuatannya, dan di saat yang bersamaan negara dapat kembali menguasai kekayaannya.
Kejaksaan Agung Republik Indonesia sebagai lembaga penegak hukum dan keadilan negara menyadari betul bahwa pemulihan aset menjadi strategi mutakhir untuk memberantas tindak pidana korupsi.
Untuk itu, Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan Agung dibentuk sebagai bagian dari organ struktur Korps Adhyaksa sekaligus menjadi titik sentral dalam upaya mewujudkan penegakkan hukum yang berorientasi pada pemulihan keuangan serta perekonomian negara.
Berbekal Peraturan Presiden (PP) Nomor 15 tahun 2024 mengenai organisasi dan tata kerja Kejaksaan Republik Indonesia, BPA hadir dengan segala tugas dan wewenangnya dalam menyelenggarakan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara.
"Keberadaan BPA ini menjadi sangat penting sebagai komitmen terhadap pemberantasan korupsi yang berorientasi pada pemulihan keuangan negara", kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar.
Dalam upaya memaksimalkan perannya, satuan kerja BPA mengakar hingga ke tingkat Kejaksaan Negeri di 49 wilayah melalui Gedung Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan.
Pengelolaan aset di gedung tersebut dilakukan secara profesional, dirawat dengan ketelatenan oleh para pekerja terlatih, sehingga seluruh aset dipastikan dalam kondisi baik dan tidak mengalami penyusutan nilai.
Komitmen dan konsistensi BPA dalam merawat barang sitaan berbuah manis dan selaras dengan jumlah pengembalian kerugian keuangan negara yang cukup signifikan yakni sebesar Rp1,32 triliun pada tahun 2024.
Jumlah itu berasal dari berbagai mekanisme pengembalian di antaranya; lelang eksekusi, setoran uang tunai, penyelesaian uang pengganti, dan penjualan langsung. Sementara itu, hingga pertengahan tahun 2025 (bulan Mei) kerugian keuangan negara yang berhasil dikembalikan mencapai Rp600 miliar.
Pengembalian kerugian keuangan negara dari hasil korupsi tersebut diyakini akan semakin optimal, terlebih saat ini BPA Kejagung telah melakukan serah terima pengelolaan Rupbasan dari sebelumnya dikelola oleh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas).
Dari 64 rupbasan yang akan diserahterimakan, saat ini baru 5 rupbasan yang pengelolaannya telah dialihkan ke Kejakaan, sementara 59 rupbasan lainnya akan beralih secara bertahap.
Pola baru berantas korupsi berbasis pemulihan kerugian negara
Oleh Moch Mardiansyah Al Afghani Minggu, 15 Juni 2025 15:46 WIB

Puluhan kendaraan roda empat hasil sitaan tindak pidana korupsi berjejer di Gedung Penyimpanan Baran Bukti dan Rampasan milik Kejaksaan Negeri Mojokerto, Jawa Timur. (Syahrudin)