Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, sukses merebut pengakuan nasional sebagai kota tersiap dalam implementasi Smart City pada ajang The 3rd Indonesia Smart Nation Award (ISNA) 2018.
Kepala Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian (Diskominfostandi) Kota Bekasi Dr. dr. Titi Masrifahati, M.K.M. tampil sebagai perwakilan Pemkot Bekasi yang menerima penyerahan penghargaan ISNA dari Menteri Pariwisata Republik Indonesia Arief Yahya di Nusantara Hall, ICE-BSD, Tangerang Selatan, Kamis (3-5-2018).
Kota Bekasi berhasil `mematahkan` branding Kota Bandung sebagai kota terpintar pada level Provinsi Jawa Barat yang menduduki peringkat ketiga dalam ajang tersebut. Namun, dominasi penilaian dewan juri terhadap Kota Surabaya sebagai yang terbaik di peringkat pertama kesiapan Smart City Nasional, perlu diakui setingkat lebih tinggi daripada Kota Bekasi.
Transformasi Smart City yang digarap Kota Bekasi sejak 2015 hingga saat ini cukup mengundang apresiasi sejumlah kalangan. Ada pula yang melontarkan pertanyaan, "Sebenarnya, seberapa pintar Kota Bekasi hingga bisa merebut predikat runner up dari 98 kota di Indonesia?" katanya.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Ilmu Komunikasi (STMIK) Bina Insani Kota Bekasi Solikin, S.Si., M.T. mengungkap keterkejutannya atas prestasi Pemkot Bekasi dalam ajang tersebut. Alasannya, implementasi Smart City di kawasan metropolitan berpenduduk 2,6 juta jiwa itu baru sampai pada tataran pemerintahan daerah, belum merambah hingga kehidupan masyarakatnya secara langsung.
Ia mencontohkan produk aplikasi pelaporan dan aspirasi masyarakat yang sudah terintegrasi di Kota Bekasi, yakni aplikasi Pelaporan Online Terpadu (POT) dan Smart Online Reporting and Observation Tools (SOROT) yang dikembangkan dari hasil penelitian di ITB. Namun, kedua aplikasi itu merupakan kebutuhan pemerintah dalam menjaring dan memonitoring informasi yang terjadi di tengah masyarakat.
Pada umumnya yang sudah terimplementasi Smart City baru pada tataran pemerintahan, belum sampai benar-benar dirasakan publik. Itu juga yang terjadi di Kota Bekasi. Sementara tujuan implementasi Smart City adalah sebuah upaya agar kota berkualitas serta nyaman bagi kehidupan warganya, katanya.
Dalam perspektif dosen Ilmu Sistem Informasi itu, terdapat enam elemen mutlak yang membentuk sebuah kota pintar, di antaranya "Smart Economy" yang merupakan sebuah indikator utama kota pintar. Indikator ini meliputi semangat untuk terus berinovasi, mempunyai jiwa entrepreneur, selalu berusaha produktif, dan mempunyai kemampuan untuk berubah.
"Smart People" sebagai sebuah penunjang sisi "social and human capital" merupakan elemen selanjutnya, Smart City harus dihuni warga kota yang berkualifikasi, mempunyai kemauan untuk selalu belajar, menerima perbedaan dalam bentuk apa pun, kreatif, dan selalu berpartisipasi dalam kegiatan publik.
Selanjutnya adalah "Smart Governance" sebagai penunjang dari sisi pemerintahan dalam berpartisipasi mengambil sebuah keputusan, melayani publik, dan yang terpenting adalah birokrasi yang transparan dan tidak menyulitkan masyarakat. Selain itu, juga mempunyai strategi dan pandangan politik yang jelas dan bermanfaat bagi publik.
"Smart Mobility" berupa kemudahan akses untuk penduduk menjadi prioritas yang ditunjukan dengan opersional moda transportasi yang berkesinambungan, aman, dan inovatif.
"Smart Environment" dari sisi sumber daya alam. "Smart City harus mempunyai daya tarik pemandangan yang atraktif. Selain itu bebas dari polusi udara atau pun polusi lainnya serta mempunyai sumber daya alam yang berkesinambungan," katanya.
"Smart Living" yang ditunjukan dengan tersedianya fasilitas budaya, infrastruktur kesehatan yang memadai, fasilitas pendidikan lengkap, dan kehidupan sosial yang menyatu.
"Sederhananya, Smart City bisa dibentuk melalui pemanfaatan teknologi, inovasi, dan kreativitas serta pola pikir masyarakat. Teknologi menjadi persyaratan utama bagi penunjang sebuah kota pintar," katanya.
Intelligence City
Hal menarik diungkapkan Solikin bahwa saat ini muncul strata tertinggi pencapaian sebuah kota pintar yang diberi predikat "Intelligence City". Level tersebut merupakan pencapaian atas sebuah kecerdasan yang ditambahkan pada suatu sistem kota pintar yang bisa diatur dalam konteks ilmiah atau intelegensi artifisial.
Pada saat semua daerah masih berkutat pada "branding" kesiapan Smart City, seharusnya Kota Bekasi mulai memikirkan tentang level lanjutan Intelligence City yang ditandai dengan pengolahan data informasi "by system" yang di dalamnya memuat prinsip algoritma. Makassar yang mengusung visi Smart City ingin jadi acuan kota di dunia dan Makassar berhasil meraih pengakuan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) atas visinya itu, katanya.
Transformasi Smart City di Kota Bekasi dituntut untuk terus berkembang dari kota yang tersiap menuju strata teratas meski di dalamnya kerap terganjal oleh sejumlah problematika klasik yang perlu dibenahi secara bertahap. Problematika yang dimaksud, di antaranya sinergi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam implementasi produk Smart City-nya yang dianggap masih minim.
Koordinasi antarinstansi penyelenggara produk smart city di lingkaran pemerintah daerah masih berjalan sesuai dengan selera masing-masing karena belum adanya penyeragaman bentuk dalam payung hukum yang digariskan pemerintah pusat.
Solikin melihat peran pimpinan daerah akan diuji untuk menyesuaikan perspektif tentang arah produk smart city yang ideal bagi masyarakat.
Tantangan selanjutnya adalah masalah pembiayaan. Solikin mengakui bahwa untuk meningkatkan taraf Smart City menuju Intelligence City tidak terlepas dari keberpihakan anggaran daerah di tengah kompleksnya pembenahan masalah perkotaan. "Bisa jadi pendanaannya menjadi tidak mahal kalau penyelenggaranya mau berfikir kreatif. Misalnya, dengan konsep `Sister City` (pendampingan kota maju) hingga keterlibatan pihak ketiga sebanyak mungkin dari kalangan pemangku kepentingan, industri, komunitas, dan lainnya," katanya.
Kota Bekasi, kata Solikin, masuk dalam kawasan transisi dengan cirinya dinamika masyarakat yang tinggi sehingga kerap membuat pusing pemerintah daerahnya. Orang-orangnya datang dari mana-mana dengan kepentingan dan masalah yang kompleks.
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Tekhnologi Ir. Herry Abdul Azis, M.Eng. menyampaikan perspektifnya seputar bentuk transformasi Smart City Kota Bekasi dalam kapasitasnya sebagai dewan juri Smart City Readiness The 3rd Indonesia Smart Nation Award (ISNA) 2018.
Pihaknya melibatkan penilaian dari lembaga independen, Citiasia Inc, terhadap indikator Smart City yang ideal. Panitia mengambil data dari sejumlah instansi terkait untuk diidentifikasi serta diolah selama 6 s.d. 7 bulan, hingga akhirnya diputuskan tiga daerah tersiap dalam Smart City Nasional 2018.
Analisis kesiapan Smart City Daerah meliputi kesiapan infrastruktur fisik, Teknologi Informasi, dan Komunikasi (TIK), sosial, kesiapan sumber daya manusia (SDM), kemampuan birokrasi, dan kemampuan anggaran. Indikator lain adalah kesiapan masyarakatnya, kesiapan kebijakan melalui peraturan daerah, kelembagaan, dan pelaksanaan.
Analisis tersebut kemudian diukur berdasarkan enam elemen pembentuk Smart City di 98 kota peserta yang meliputi Smart Economy, Smart People, Smart Governance, Smart Mobility, Smart Environment, dan Smart Living.
Dari seluruh peserta, sebenarnya mereka tidak memiliki semua enam karakter tersebut. Namun, masing-masing daerah memiliki potensi yang saling berbeda dalam pengembangannya menuju Smart City ideal. Tidak harus cerdas semua, yang disasar sesuai dengan sumber daya daerahnya, katanya.
Bekasi saat ini dinilai telah siap Smart City, namun dianggap wajar kalau kalah dari Kota Surabaya yang unggul dalam setiap aspek pemenuhan infrastruktur smart city.
Kota Bandung dinyatakan kalah oleh Kota Bekasi. kata dia, karena selama ini Kota Bandung dibantu oleh kemampuan Kang Emil (sapaan karib mantan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil) dalam `branding? (memublikasikan) produk Smart City-nya, sementara secara infrastruktur fisik penunjang lebih lengkap Kota Surabaya dan Kota Bekasi.
Dikatakan Herry, kekurangan Kota Bekasi selama ini karena tidak menggaungkan transformasi Smart City kepada masyarakat, padahal cara tersebut penting agar diketahui publik.
Menurut Herry, pemerintah daerah dalam menyusun formula Smart City yang akan dikembangkan jangan mengesampingkan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, sebab penerapan konsep-konsep Smart City pada akhirnya ditujukan untuk memberikan kenyamanan bagi masyarakat melalui perubahan dari hal-hal yang sebelumnya tidak nyaman.
Setelah permasalahan dan keinginan masyarakat terinventarisasi, pemerintah daerah juga perlu memetakan potensi yang dimiliki. Ini penting agar pengembangan konsep Smart City bisa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan selaras juga dengan kemampuan pemerintah daerah.
Hasil pemetaan kebutuhan masyarakat dan potensi pemerintah daerah ini yang lantas akan membedakan konsep Smart City di suatu daerah dengan daerah lain. Masing-masing memiliki keunikan bentuk dan ciri khasnya tersendiri.
Hal yang tak kalah penting saat mengimplementasikan konsep-konsep Smart City ialah dengan menggelar koordinasi dengan berbagai Organisasi Pemerintah Daerah agar realisasinya selaras. Dinas Kominfostandi bisa tampil sebagai penggerak, tapi beban mewujudkan Smart City bisa dibagi secara terintegrasi dengan seluruh instansi yang ada.
Herry pun mencontohkan bentuk koordinasi antar OPD yang bisa diimplementasikan. Salah satunya dengan lebih mempercantik keberadaan Hutan Kota Bekasi yang saat ini sudah menjelma menjadi salah satu lokasi favorit warga untuk bercengekrama.
Tugas untuk mempercantik Taman Hutan Kota tidak melulu menjadi tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup. Diskominfostandi bisa ambil peran dalam penyediaan spot wifi cuma-cuma. Kemudian Satuan Polisi Pamong Praja juga mengambil peran menjamin ketertiban juga keamanan di lokasi taman.
Kalau tamannya sudah asri, bersih, dan aman, otomatis warga makin merasa nyaman berdiam diri di sana. Ini sudah merupakan sebuah bentuk kecerdasan. Tidak melulu harus melibatkan aplikasi digital, katanya.
Menurut dia, akan lebih baik lagi jika konsep Hutan Taman Kota yang sudah dibuat nyaman tadi, dikloning ke banyak lokasi di Kota Bekasi. Makin banyak, makin tinggi pula kenyamanan yang bisa dirasakan warganya. Bahkan, bukan tidak mungkin jika kehadiran taman seperti itu akan sanggup menarik kedatangan wisatawan untuk berkunjung ke Kota Bekasi.
Hal tersebut memungkinkan karena Kota Bekasi segera akan terakses dengan jaringan LRT. "Jangan sia-siakan potensi ini," ujarnya.
Ia memandang perlu membenahi kota agar orang-orang yang menaiki LRT tergerak untuk mampir saat melintasi Kota Bekasi. Kalau kehadiran LRT tidak disikapi dengan kesiapan pembenahan kota, menurut dia, sampai kapan pun sulit Kota Bekasi mendapatkan atensi dari masyarakat yang lebih luas lagi.
Transformasi Smart City Kota Bekasi
Minggu, 3 Juni 2018 10:38 WIB
Smart People" sebagai sebuah penunjang sisi "social and human capital" merupakan elemen selanjutnya, Smart City harus dihuni warga kota yang berkualifikasi, ...